• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 10 Mei 2024

Khutbah

Khutbah Jumat Terbaru: Bijak Menilai Bencana di Sekitar Kita

Khutbah Jumat Terbaru: Bijak Menilai Bencana di Sekitar Kita
Kepanikan warga saat erupsi Gunung Semeru di Lumajang. (Foto: NOJ/BNs)
Kepanikan warga saat erupsi Gunung Semeru di Lumajang. (Foto: NOJ/BNs)

Musibah berupa bencana alam tengah dialami saudara kita di berbagai daerah. Akibat dari itu tidak sedikit yang harus kehilangan harta, bahkan keluarga yang demikian dicintai. Dan dalam suasana seperti itu, apa yang harus ada dalam benak kita sesama muslim?

Bahwa banyak yang Allah SWT berikan kepada kita, baik berupa kenikmatan sekaligus hal yang tidak mengenakkan. Bencana memberikan pesan sesungguhnya kurnia dan ketidaknyamanan merupakan sarana terbaik untuk menilai diri sendiri agar menjadi insan terbaik.

Tidak ada yang sia-sia dari seluruh yang diterima setiap muslim. Ada hikmah, kebaikan dan hal positif lainnya kalau memaknai dengan positif. Dan hal ini sebagai sarana terbaik untuk menjadi muslim ideal.

Berikut naskah khutbah Jumat dengan judul: Bijak Menilai Bencana di Sekitar Kita. Bila hendak mencetak, silakan pilih tanda print berwarna merah di bawah artikel. Semoga memberikan manfaat. (Redaksi) 

 

Khutbah Pertama

 

     الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.  فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ:  الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ   

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Betapa nikmatnya kita di sini dapat menjalankan panggilan shalat Jumat dengan aman dan nyaman. Tanpa ada yang perlu dikhawatirkan. Sedangkan di tempat lain tengah berkecamuk sejumlah bencana alam yang demikian menakutkan dan datangnya bisa tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan. Saudara kita di Lumajang harus rela kehilangan harta dan rumah satu-satunya yang demikian berharga. Demikian pula tidak sedikit yang kemudian kehilangan anggota keluarga lantaran tidak bisa menyelamatkan diri dari lahar panas Semeru. 

 

Demikian pula di kawasan lain seperti Nusa Tenggara Timur yang mengalami gempa bumi dengan skala yang demikian tinggi. Beberapa kawasan juga terkena imbas. Belum lagi saudara di daerah berbeda yang mengalami banjir, tanah longsor dan sejenisnya. Karenanya, mari nikmat hadir di masjid ini kita jadikan sebagai sarana meningkatkan takwallah. Yakni menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

 

Hadirin yang Berbagia
Kita sering mendengar dari berbagai buku sejarah bahwa peradaban Islam yang dibawa Rasulullah SAW pertama kali lahir di tanah Makkah dalam konteks kebobrokan masyarakat Arab yang sangat parah. Fanatsime suku luar biasa kuat sehingga sering terjadi peperangan. Perempuan dilecehkan serendah-rendahnya, sampai sang ayah rela mengubur hidup-hidup bayi perempuannya. Prinsip-prinsip tauhid yang dibawa nabi-nabi terdahulu nyaris lenyap, berganti patung-patung yang diberhalakan.   

 

Yang unik dari kondisi ini adalah: dalam kejahiliahan yang demikian akut, mengapa Allah tidak langsung menurunkan azab-Nya, membinasakan manusia-manusia durhaka misalnya dengan sebuah bencana besar? Allah malah mengutus manusia agung bernama Muhammad untuk melakukan revolusi peradaban, memperbaiki keadaan dengan jalan sangat bijak. Di sisi lain, kita menengok suatu daerah yang kelihatannya ‘islami’ namun justru mendapatkan bencana alam: gempa bumi, tsunami, banjir, gunung Meletus dan lain sebagainya. 

 

Melihat fakta yang terlihat ganjil ini, mungkin timbul pertanyaan, benarkah bencana alam itu adalah sebuah teguran, atau benarkah teguran hanya berupa bencana alam?   

 

Hadirin Rahimakumullah
Dari fakta-fakta inilah kita bisa merenung sejenak. Bukan kapasitas manusia yang lemah ini mengobral tuduhan bahwa bencana alam yang terjadi di lokasi tertentu adalah teguran atau azab Allah. Jika setiap bencana alam pasti merupakan azab dari Allah, maka Arab era jahiliyah mungkin lebih berhak menerimanya, dan negeri-negeri muslim yang kita dapati sekarang lebih nyaman terhadap bencana. Tapi fakta-fakta yang kita dapati sekarang justru sebaliknya. 

 

Ada kenyataan ilmiah bahwa bencana alam merupakan sebuah gejala natural biasa. Ia bisa ditelusuri sebab-sebabnya secara konkret sehingga erupsi, gempa bumi, tsunami, likuifaksi, atau lainnya terjadi. Namun, banyak pula ayat Al-Qur’an dan hadits yang menggambarkan bahwa bancana menjadi salah satu cara Allah memberikan teguran. Bagaimana kita seharusnya bersikap?   

 

Jamaah Rahimakumullah
Seyogiannya kita menempatkan diri secara bijak atau proporsional. Mana sikap yang harus diperuntukkan kepada orang lain, dan mana yang harus diperuntukkan kepada diri sendiri. Kepada orang lain, tidak ada wewenang kita untuk memvonis mereka yang menjadi korban bencana adalah orang-orang yang sedang kena azab dari Allah. Mengeluarkan vonis semacam ini bisa jadi merupakan keangkuhan karena tidak ada bukti apa pun yang bisa menjelaskan bahwa bencana di lokasi tertentu pasti adalah azab Allah.   

 

Kita bisa mengetahui bencana yang menimpa kaum Nabi Luth adalah sebuah azab hanya karena ada nash yang menerangkan hal itu. Di zaman tak ada lagi rasul seperti sekarang ini, informasi rahasia seperti sekarang tidak bisa kita dapatkan. Bahkan dalam hadits ada pernyataan bahwa orang yang meninggal karena tenggelam dan tertimpa reruntuhan sebagai mati syahid. Dengan demikian semakin tidak jelas apakah sebuah bencana benar-benar azab atau bukan. Jangan-jangan sejumlah korban meninggal dunia akibat bencana alam itu wafat dalam kondisi lebih baik dan terhormat ketimbang diri kita nanti?   

 

Dalam keadaan seperti ini, yang paling tepat adalah mengembalikan status bencana kepada Allah SWT, sebagaimana bunyi ayat:


   الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ   
 

 

Artikel diambil dariKhutbah Jumat: Yang Lebih Gawat ketimbang Teguran Berupa Bencana

 

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn’ (sesungguhnya kita semua milik Allah dan kepada Allah pula kita semua kembali). (QS al-Baqarah:156)   

 

Memaknai bencana alam sebagai teguran hanya mungkin diperuntukkan kepada diri sendiri. Artinya, bencana alam dapat menjadi wasilah untuk bermuhasabah (introspeksi) terhadap seluruh praktik penghambaan kita kepada Allah. Bencana mengandung penderitaan, dan dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa penderitaan adalah di antara cara Allah menghapus dosa dan kesalahan hamba-Nya. Jangan-jangan bencana alam teguran bagi diri kita yang tengah diliputi kesombongan, hasud, tebar permusuhan, gemar menyakiti orang lain, atau semacamnya?   

 

Jamaah yang Berbahagia 
Dengan membedakan mana sikap kepada orang lain dan mana sikap kepada diri sendiri ini, kita akan menjadi lebih bijak dalam merespons bencana alam. Kepada korban, kita lebih sibuk untuk berempati, berdoa, dan menolong semampu kita. Bukan mencaci-maki yang bisa menyinggung perasaan mereka yang kini sudah menderita. Kepada diri sendiri, kita bisa lebih banyak mencari kesalahan-kesalahan sendiri, beristighfar, dan berbenah untuk menjadi pribadi yang lebih baik sebagai hamba Allah sejati.   

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Yang penting dicatat pula adalah bahwa teguran tidak hanya berupa bencana. Orang sering salah persepsi bahwa teguran hanya berupa peristiwa yang membuat orang menderita. Inilah salah satu pemicu kesombongan orang-orang yang sedang bergelimang nikmat merasa baik-baik saja. Padahal yang lebih gawat dari teguran bencana itu adalah teguran nikmat. Dalam Islam, teguran yang kedua ini dikenal dengan istilah istidrâj, yakni situasi yang dialami seseorang yang terlihat makin enak, makin nyaman, atau makin sejahtera. Meski tampil sebagai kenikmatan namun sejatinya sederet kondisi ini sebenarnya adalah jebakan. Istidrâj adalah perangkap Allah untuk hamba-Nya yang durhaka untuk kian terjerumus ke dalam kegelapan.   

 

Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam pernah berkata:


   خِفْ مِنْ وُجُوْدِ إِحْسَانِهِ إِلَيْكَ وَدَوَامِ إِسَاءَتِكَ مَعَهُ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ اسْتِدْرَاجاً سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ   

 

Artinya: Takutlah pada perlakuan baik Allah kepadamu di tengah durhakamu yang terus-menerus terhadap-Nya. Karena, itu bisa jadi sebuah istidrâj, seperti firman-Nya, ‘Kami meng-istidraj-kan mereka dari jalan yang mereka tak ketahui’.   

 

Alih-alih mengajak kita untuk menilai orang lain saat diri kita memperoleh rezeki atau nikmat, pengarang al-Hikam ini justru menganjurkan kita untuk mengoreksi diri sendiri. Kenikmatan, keamanan, keselamatan, atau kesejahteraan belum tentu sebuah anugerah. Bisa jadi itu adalah musibah (teguran). Jangan-jangan zona nyaman yang kita rasakan adalah siksa Allah kepada hamba-Nya agar tak dapat merasakan dengan baik kedurhakaan-kedurhakaan dirinya hingga kelak ia akan menerima azab yang lebih pedih. Nikmat duniawi disegerakan, dan di saat bersamaan azab atas dosa-dosanya ditangguhkan. Azab yang ditangguhkan berpotensi lebih berat karena manusia bisa jadi terus-menerus menumpuk dosa akibat terlena dengan gemerlap kelezatan duniawi yang ia alami. Na’ûdzubillâhi min dzâlik.   

 

Betapa banyak orang yang lulus dari ujian berupa bencana karena insaf, tobat, dan berusaha memperbaiki diri. Tapi tidaklah sedikit orang gagal menjadi hamba yang baik karena mendapat ujian berupa nikmat: terbuai, sombong, merasa tak punya kesalahan, menambah-nambah dosa tiap hari, lalu kian terjerumus dalam kesesatan dan kedurhakaan. 

 

Terakhir, mari kita introspeksi diri dan terus berdoa sekaligus berupaya menjadi hamba terbaik. 

 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم   

 

Khutbah Kedua

​​​​​​​
   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


 


Editor:

Khutbah Terbaru