• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 19 Mei 2024

Keislaman

Hakikat Jihad yang Sesungguhnya

Hakikat Jihad yang Sesungguhnya
Jihad tidak selalu dapat diartikan sebagai perang (Foto:NOJ/ru'ya)
Jihad tidak selalu dapat diartikan sebagai perang (Foto:NOJ/ru'ya)

Oleh: M. Rufait Balya


Dalam literatur Islam terdapat istilah jihad yang oleh sebagian masyarakat ditafsirkan  sebagai peperangan, pembunuhan sepihak ataupun pemusnahan massal yang bersifat membabi buta, padahal tidaklah begitu konsep jihad yang sesungguhnya.


Dalam konteks sejarah Islam dan perkembangannya, Islam disebarluaskan adakalanya melalui peperangan. Meskipun begitu dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW melalui diplomasi, diskusi pemikiran, dan lain-lainnya ini jauh lebih banyak dan masif daripada jalur peperangan.


Menurut terminologi fikih Islam, jihad adalah upaya maksimal dalam membela (mempertahankan) agama dengan jiwa dan harta dari serangan-serangan orang-orang kafir. Seperti keterangan dari kitab Al-Fiqh Al-Manhaji 'ala Madzab Imam Syafi'i;


الجهاد في اللغة مصدر جاهد، أي بذل جهداً في سبيل الوصول إلي غاية ما. والجهاد في اصطلاح الشريعة الإسلامية: بذل الجهد في سبيل إقامة المجتمع الإسلامي، وأن تكون كلمة الله هي العليا، وأن تسود شريعة الله العالم كله.


Artinya: Kata jihad yang merupakan bentuk masdar (kata dasar) dari kata kerja jahada dalam pengertian bahasa adalah mencurahkan kesungguhan dalam mencapai tujuan apapun.


Kata jihad dalam istilah syariat Islam adalah mencurahkan kesungguhan dalam upaya menegakkan masyarakat yang Islami dan agar kalimah Allah (ajaran tauhid dinul Islam) menjadi mulia serta syari’at Allah dapat dilaksanakan di seluruh penjuru dunia.


Jadi, jihad bukanlah perang yang menjadikan segala hal menjadi faktor dan tujuan. Tapi, jihad hanya terbatas pada perang di jalan Allah. Jika tujuan perang sudah keluar dari koridor ini, maka bukan lagi disebut jihad, tapi perbuatan yang keji, yang ditolak oleh syariat dan aturan Islam.


Oleh karena itu Syekh Wahbah al-Zuhaili membedakan antara jihad dengan harb (peperangan). Jihad yang dimaksudkan dalam fiqh adalah peperangan atau pertarungan antara umat Islam dengan non-muslim dalam rangka menegakkan nilai-nilai keislaman.


وأنسب تعريف للجهاد شرعاً أنه: بذل الوسع والطاقة في قتال الكفار ومدافعتهم بالنفس والمال واللسان
فالجهاد يكون بالتعليم وتعلم أحكام الإسلام ونشرها بين الناس، وببذل المال، وبالمشاركة في قتال الأعداء إذا أعلن الإمام الجهاد، أخرج أبو داود عن أنس ابن مالك رضي الله عنه عن النبي صلّى الله عليه وسلم قال: «جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتك


Artinya: Batasan jihad yang paling sesuai menurut istilah syari’at Islam adalah mencurahkan kemampuan dan kekuatan guna memerangi dan menghadapi orang-orang kafir dengan jiwa, harta, dan perkataan (orasi). Maka dari itu, jihad seharusnya dilakukan melalui pendidikan, mempelajari hukum-hukum Islam, menyebarkannya di kalangan masyarakat, menyumbangkan uang, dan ikut serta memerangi musuh jika Imam menyatakan jihad. Seperti hadits Nabi SAW dari Abu Dawuh dari Anas Bin Malik, bahwasannya Rasulullah bersabda, (Jiihadlah kamu sekalian dengan hartamu, jiwamu, dan perkataanmu).


Dalam al-Qur’an tidak dibenarkan melakukan penyerangan (secara mendadak), jika sebelumnya ada perjanjian perdamaian (gencatan senjata) dengan suatu kelompok. Penyerangan dapat dilakukan (kepada pihak/kelompok yang melanggar perjanjian), jika pihak yang telah sepakat melakukan perjanjian perdamaian telah melanggar isi dari perjanjian yang telah disepakati (oleh masing-masing pihak) ataupun jika ada pihak yang melanggar isi perjanjian sebelum jatuh tempo habis masa berlakunya kesepakatan perjanjian tersebut. Seperti yang telah di firmankan Allah Swt:


اِلَّا الَّذِيْنَ عَاهَدْتُّمْ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوْكُمْ شَيْـًٔا وَّلَمْ يُظَاهِرُوْا عَلَيْكُمْ اَحَدًا فَاَتِمُّوْٓا اِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ اِلٰى مُدَّتِهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ


Artinya: kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Taubah [9]: 4)


Akan tetapi, sangat disayangkan di era sekarang banyak sekali pihak yang salah mengartikan konsep jihad ini sendiri, bahkan dari golongan umat Islam. Yang mengakibatkan aksi terorisme dimana-mana yang mengatasnamakan jihad, padahal itu salah besar.


Jika kita mau mencermati lagi dalil-dalil syar'i, terdapat amaliyah yang lebih utama daripada jihad fi sabilillah yakni berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) seperti dalam hadits Nabi SAW :


أخرج الشيخان عن ابن مسعود قال: سَأَلْتُ رَسُولَ الله أيُّ العَمَلِ أَحَبُّ إلى الله؟ قَالَ: الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِها. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الوَالِدَيْنِ. قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الجِهَادُ فِي سَبِيلِ الله.


Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amal apakah yang paling disukai Allah ? Rasul menjawab : "Shalat tepat pada waktunya." Aku berkata : "Kemudian apalagi ?" Rasul menjawab: "Berbuat baiklah kepada kedua orang tua." Aku berkata : "Kemudian apa lagi ?" Rasul menjawab: "Jihad fi Sabilillah." (HR. Bukhari dan Muslim)


وأبو يعلى والطبراني: أتى رَجُلٌ إلى رَسُولِ الله وَقَالِ: إنَّنِي أَشْتَهِي الجِهَادَ وَلا أَقْدِرُ عَلَيْهِ. قَالَ: هَلْ بَقِيَ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ؟ قَالَ: أمِّي. قال: قَاتِلْ لِلَّهِ فِي برِّهَا فَإِذَا فَعَلْتَ فَأَنْتَ حَاجٌّ وَمُعْتَمِرٌ وَمُجَاهِدٌ


Artinya: Seorang lelaki datang kepda Rasulullah SAW dan berkata "Sesungguhnya aku menginginkan jihad tapi aku tidak mampu atasnya." Rasul berkata: "Apakah kedua orang tuamu masih ada salah satunya?" lelaki tersebut berkata : "Ibuku." Rasul berkata : "JIhadlah karena Allah dalam berbuat baik kepada ibumu jika engkau telah melakukanya maka engkau adalah seorang haji, umroh dan seorang mujahid. (HR. Abu Ya'la dan Tabrani).


Dari sini kita dapat memgetahui bahwa birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua memiliki derajat lebih utama daripada jihad dengan mengangkat senjata. Dan tidak sampai disini saja ada juga model jihad atau berjuang di jalan Allah dengan jalan menuntut ilmu.


Sampai-sampai sebagian ulama berpendapat, bahwa menuntut ilmu itu lebih utama daripada jihad di jalan Allah dengan pedang (senjata). Karena menjaga syariat adalah dengan ilmu. Tidaklah bisa orang berjihad, mengangkat senjata, mengatur strategi, melainkan harus dengan ilmu. Sangat tepat apa yang pernah dikatakan oleh Imam Abu Darda' :


وقال أبو الدرداء رضي الله عنه: من رأى أن الغُدُو إلى طلب العلم ليس بجهادٍ فقد نقصَ في رأيه وعقله


Artinya: Barangsiapa yang menganggap berangkat mondok, berangkat sekolah, berangkat belajar (ngaji) bukan bagian dari jihad. Maka orang tersebut punya cara pandang yang kurang lengkap atau akalnya kurang sempurna. (Ihya’ Ulumuddin)


Keislaman Terbaru