• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Madura

Perkuat Pemahaman, Lakpesdam NU di Sumenep Kaji Qanun Asasi

Perkuat Pemahaman, Lakpesdam NU di Sumenep Kaji Qanun Asasi
Suasana diskusi qanun asasi Lakpesdam NU di MWCNU Pragaan, Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)
Suasana diskusi qanun asasi Lakpesdam NU di MWCNU Pragaan, Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim 

Qanun asasi yang dibuat pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yakni Hadratus Syekh KH M Hasyim Asy'ari mengandung tuntutan bagi warga NU atau Nahdliyin untuk bersatu saat menghadapi masalah dan cobaan. Secara substansinya pola pikir, sikap, dan perilaku Nahdliyin senantiasa berpedoman kepada qanun asasi. 

 

Kali ini Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Pragaan Sumenep menjadikan surat At-Tahrim: 6 dan Al-Anfal: 21-22 sebagai bahan kajian, Kamis (15/7).

 

Acara yang dipusatkan di kediaman Rais MWCNU Pragaan tersebut dipimpin Kiai Muntaha.

 

Kajian Tekstual

Kiai Fathorrahman Hasbullah menjelaskan secara tekstual surat At-Tahrim: 6 bahwa Allah SWT memerintahkan kepada orang yang betul-betul beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Adapun batasannya, saat kita sudah tidak berani melakukan maksiat atau melanggar hukum dan larangan-Nya.

 

Katib MWCNU Pragaan tersebut juga menjelaskan bahwa bahan bakal neraka adalah manusia dan batu. Sebagian ulama mengatakan bahwa batu tersebut adalah bagian dari seserahan orang kafir atau berhala dijadikan bahannya pula.

 

"Seluruh malaikat akan kasar kepada orang yang masuk neraka, bahkan menurut ulama jumlahnya bukan hanya 1. Melainkan 19 malaikat zabadiyah yang ditugas untuk menyiksa orang yang ada di dalam neraka," ungkapnya. 

 

Tak sampai di situ, sebagian pula ulama mengatakan 19.000 malaikat yang ditugaskan di neraka. 

 

Dia juga menjelaskan kandungan surat Al-Anfal: 21-22 bahwa Allah swt sangat tidak suka dengan orang yang munafik atau berpura-pura mendengar tetapi tidak melaksanakan apa yang didengarkannya. Karena paling jeleknya banyak hewan adalah orang yang tidak mendengarkan dan tidak bisa mengatakan kebenaran tersebut kepada orang lain. 

 

"Maksudnya, yang haq mestinya dilakukan dan dikatakan kepada orang lain atau mendengarkan kebaikan tetapi tidak dilaksanakannya dan setelah mendengarkan ia tidak bisa mengabarkan kabar baik tersebut kepada orang-orang terdekatnya," ujarnya.

 

Di kesempatan berbeda, Kiai Khairullah menjelaskan kandungan surat At-Tahrim: 6 berdasarkan tafsir Ibnu Katsir karangan Ismail bin Umar al-Quraisyi bin Katsir al-Bahsri ad-Dimasyqi atau Imaduddin Abu al-Fida Al-Hafizh al-Muhaddits asy-Syafi'i bahwa al-Hijarah atau panasnya api neraka tidak ada ukurannya. Sedangkan ahlun atau keluarga diartikan anak dan istri dijaga dari api neraka. 

 

Wakil Katib MWCNU Pragaan tersebut menceritakan kisah seorang sahabat nabi yang usianya tua lalu bertanya kepada nabi tentang neraka.

 

"Wahai Nabi, apakah batunya neraka jahanam sama dengan batu di dunia? Rasulullah menjawab: demi dzat saya sendiri yang berada dalam kekuasaan Allah bahwa bebatuan kecil atau kerikil yang ada di neraka jahanam lebih besar ketimbang seluruh gunung di dunia," tegasnya saat menjelaskan tafsir Ibnu Katsir. 

 

Tak sampai di situ, setelah Nabi memberikan jawaban, sahabat tersebut tiba-tiba pingsan sehingga nabi meletakkan tangannya di atas dadanya dan membuat sadar. Lalu dipanggil lah sahabat tersebut dan meminta membaca la ilaha illa Allahu, sahabat pun membacanya.

 

"Dari kejadian tersebut Nabi memberi kabar bahagia bahwa untuk masuk surga adalah menjaga keluarga kita selamat dari siksa api neraka dengan tunduk kepada Allah dan mematuhi aturan-Nya serta menjauhi larangan-Nya," ungkapnya. 

 

Tenaga pendidik Pondok Pesantren Annidhamiyah Prenduan tersebut menjelaskannya kandungan surat Al-Anfal: 21-22 bahwa paling jeleknya ciptaan-Nya adalah orang yang tuli untuk mendengarkan hal-hal yang baik dan bisu saat melihat sesuatu yang buruk. 

 

"Asbab ayat turun kepada orang-orang munafik dan musyrik. Orang munafik adalah orang yang berpura-pura Islam atau dia juga melakukan shalat umpamanya, tetapi di dalam hatinya menolak," harapnya imbuhnya. 

 

Tak kalah juga, Kiai Jamali Salim juga menambahkan terkait bahan bayarnya api neraka terdiri dari manusia dan batu merupakan lambang yang maknanya bahwa api neraka sangat panas. 

 

"Saking panasnya api neraka maka manusia dan batu menjadi bahan bakarnya," tambah Wakil Ketua MWCNU Pragaan. 

 

Di lain sisi, Ustadz Hamdi juga memaknai al-Hijarah berdasarkan kitab Majmu Fatawa wa Rasail karangan Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki al-Hasani bahwasanya ukuran panasnya api neraka 99 persen dibandingkan dengan api dunia yang totalnya hanya 1 persen.

 

"Ingat al-Hijarah dalam kitab ini juga maknai berhala sesembahan orang kafir," ungkapnya. 

 

Kajian Kontekstual
Kiai Zubairi Hasyim diberikan kesempatan untuk mengkaji ketiga ayat tersebut secara kontekstual bahwa kalimat an-Nar yang panasnya luar biasa memang sengaja dipersiapkan oleh Allah swt, karena tubuh manusia hampir secara keseluruhan terdiri dari zat fosfor, oksigen, hidrogen, dan zat-zat lainnya yang mudah terbakar oleh api.

 

Ketua Lakpesdam MWCNU Pragaan tersebut menjelaskan bahwa zat fosfor secara medis yang membentuk dan menguatkan jaringan tulang dan gigi, memberikan energi bagi tubuh, menghasilkan protein, memelihara otot, saraf, jantung dan ginjal. Zat inilah yang nantinya akan mudah terbakar di neraka kelak," ujarnya sambil memohon koreksi kepada dr. Susilo yang kebetulan hadir. 

 

Selanjutnya, ia menegaskan bahwa sampai detik ini kita tidak memiliki azimat anti neraka dan tidak memiliki tiket khusus ke surga, sontak hadirin tertawa.

 

Tenaga pendidik Pondok Pesantren Annidhamiyah Prenduan tersebut menyitir dawuh Almaghfurlah KH. Abdurrahman Wahid atau Gusdur bahwa keluarga yang baik menyebabkan sebuah negara baik. Jika demikian, maka keluarga tersebut akan menyebarkannya kebaikan kepada lingkungan sekitarnya.

 

Selanjutnya, ia menjelaskan surat Al-Anfal: 21-22 secara kontekstual bahwa Indonesia hampir hancur gara-gara orang yang berpura-pura mendengarkan.

 

"Masih segar dalam ingatan kita saat PKI melakukan pemberontakan pada pemerintah di era Presiden Soekarno, DI/TII yang ingin mengubah ideologi Indonesia menjadi negara Islam, dan Permesta yang ingin mendapatkan otonomi daerah," katanya. Ketiga contoh tersebut pada dasarnya berpura-pura mendengarkan dan lebih bahaya daripada musuh yang tampak. 

 

Mabimkom Pengurus Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kecamatan Pragaan tersebut mengajak untuk merenungkan hancurnya Dinasti Abbasiyah yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak mau berkata baik dan tidak mau tau kondisi masyarakat yang sudah banyak melalaikan ajaran-Nya. Bahkan ahli tasawuf pun dikritik pedas bahwa mereka lah pula yang menyebabkan hancurnya kejayaan Islam di Cordova. 

 

"Masih segar pula dalam memori kita bahwa muslim di Bosnia Herzegovina dimusnahkan oleh tentara Serbia dengan menewaskan puluhan ribu umat Islam akibat sikap warga Bosnia cuek terhadap kondisi negaranya dan tidak mau berbicara baik untuk amar ma'ruf nahi munkar," lanjutnya. 

 

Di kesempatan berbeda, Kiai Ach Rofiq Syuja' menegaskan bahwa 3 ayat tersebut merupakan bagian dari ceramahnya Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari yang kemudian dituangkan dalam bentuk qanun asasi atau anggaran dasar organisasi.

 

"Kenapa Mbah Hasyim meletakkannya 3 ayat tersebut? Ternyata setelah kami teliti 3 ayat tersebut merupakan satu kesatuan," ungkapnya. 

 

Tak sampai di situ, iman di sini tidak cukup i'tiqod tetapi didukung oleh ilmu. Oleh karenanya ulama mensimulasikan bahwa iqror bil lisan dibutuhkan pula ilmu sehingga kata ittaqu diartikan bagian ikhtiar untuk menjaga keluarga dari api neraka. 

 

"Apa hubungannya keluarga dengan NU? NU diibaratkan sebuah rumah oleh Mbah Hasyim yang di dalamnya ada mustasyar, syuriyah, tanfidziyah dan lainnya," jelasnya. 

 

Selanjutnya, yang bertanggung jawab dari anggota organisasi tersebut adalah kita semua. Karena berdasar tafsir kullukum ra'in wa kullukum mas'ulun an ra'iyyatihi.

 

"Organisasi sama dengan ayat ini, Nahdliyin termasuk ra'iyyah atau ahlun yang harus dijaga bersama-sama. Bagaimana cara menjaganya agar rumah tersebut kokoh? Yakni dengan kekuatan iman dan ilmu pengetahuan," tegasnya.

 

Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk tersebut juga menjelaskan makna surat Al-Anfal: 21-22 secara kontekstual bahwa orang munafik tidak didasari keimanan yang kuat sehingga ia mendengar tapi tidak mengambil pelajaran, ibrah atau egoisme.

 

"Warga NU yang berada dalam garis Islam Ahlussunnah wal Jamaah harus menjadi hamba yang memiliki dasar imam yang kuat dan ilmu yang luas," pintanya. 

 

Tak sampai di situ, ulul albab bukan hanya orang-orang yang berdzikir dan alim saja, tetapi juga memahami ilmu-ilmu pengetahuan. Jika kokoh ilmu pengetahuan agamanya, maka muncullah kepribadian yang rabbana ma khalaqta hadza batila.

 

"Jika imannya kuat tapi bodoh, maka termasuk dari ayat 22," imbuhnya. 

 

Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-guluk tersebut menganalogikan Nahdliyin harus menjadi kambing tapi bisa hidup di komunitas singa. 

 

"Dalam konteks ilmu pengetahuan dan organisasi, jika seekor kambing bisa hidup dalam komunitas singa, maka lahirlah karakter singa yang bisa menjaga dan membela agama dan NKRI," pintanya. 

Dosen Institut Sains dan Teknologi (IST) Annuqayah Guluk-guluk tersebut memaknai jildun bahwa kelak manusia masuk neraka dalam keadaan ruhan wa jasadan berdasarkan tafsir saintifik. 

 

"Karena kulit manusia berlapis-lapis dan salah satunya bisa merasakan sakit atau mengetahui siksa neraka sugra walaupun ada ikhtilaf dari kalangan ulama," ujarnya saat menyitir pemikirannya Dr. Zakir Naik seorang kristolog yang hafal 120 kitab Injil dan Taurat dari beragam versi.

 

"Nahdliyin tidak hanya kokoh di bidang iman saja tetapi harus memiliki bekal pengetahuan sehingga mampu menjaga keluarganya dalam konteks keorganisasian, lebih-lebih dalam konteks bangsa, negara, dan dunia," tandasnya. 

 

Di akhir acara, KH Asy'ari Khatib merasa bangga atas kegiatan tersebut, karena dihadiri oleh jajaran syuriyah, tanfidziyah, lembaga, dan Banom NU. Dirinya berharap kegiatan ini menjadi awal dari kebersamaan walaupun kajian tekstual dan kontekstual tidak imbang.

 

"Mestinya ketiga ayat tersebut ditadabburi, karena tafsir tekstual sebagai pengantar untuk menjadi entri poin sehingga kita bisa mencari persentuhan ayat tersebut dalam konteks Ke-NU-an atau kontekstual," pintanya. 

 

"Sekali lagi, NU bukan organisasi diniyah atau keagamaan tetapi NU juga organisasi ijtimaiyah atau kemasyarakatan yang mampu meringankan beban masyarakat pedesaan," pungkasnya.

 

Kontributor: Firdausi
 


Editor:

Madura Terbaru