• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Metropolis

Kendati Virus Corona, Tradisi Sambut Ramadlan di Gresik Lestari

Kendati Virus Corona, Tradisi Sambut Ramadlan di Gresik Lestari
Suasana nyekar di Sumerber, Panceng, Gresik. (Foto: NOJ/Syafik Hoo)
Suasana nyekar di Sumerber, Panceng, Gresik. (Foto: NOJ/Syafik Hoo)

Gresik, NU Online Jatim
Megengan merupakan tradisi masyarakat untuk memuliakan leluhur dengan cara membersihkan makam, mendoakan kepada ahli kubur dengan cara tahlil. Tradisi seperti ini sangat ramai menjelang datangnya bulan suci Ramadlan. 

 

Akan tetapi, akibat pandemi Covid-19, tradisi megengan tahun ini sangat sepi. Hal ini dikarenakan instruksi pemerintah agar warga yang merantau tidak boleh mudik atau pulang kampung. 

 

Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Panceng, Gresik, Mohammad Natiq mengatakan bahwa tradisi megengan memang tidak semeriah tahun lalu tapi tetap dilaksanakan oleh warga terutama orang desa setempat. 

 

Misalnya masyarakat Sumerber Kecamatan Panceng yang menjaga megengan terjaga dengan baik. 

 

"Tradisi seperti ini harus kita pertahankan dan terus kita jaga keberadaanya,” katanya, Kamis (23/4). 

 

Dalam pandangannya, megengan adalah penyambutan akan datangnya bulan Suci Ramadlan dengan sejumlah makna luhur.

 

“Megangan punya arti menahan dari kemaksiatan hawa nafsu yang bisa merusak ibadah puasa,” ungkapnya. 

 

Tradisi seperti ini juga dilakukan di Desa Tebuwung Kecamatan Dukun dalam rangka untuk menjaga tradisi memuliakan para leluhur. Terutama nyekar ke makam Mbah Abd Karim yang merupakan cikal bakal pembawa misi dakwah agama Islam di kawasan ini.

 

H Mohamad Amin Syam selaku tokoh masyarakat setempat menyatakan, tradisi nyekar ke Mbah Kiai Abd Karim adalah tradisi turun temurun.

 

“Karena itu hendaknya dilaksanakan masyarakat Tebuwung, di samping nyekar ke keluarga yang lain,” jelasnya. 

 

Dirinya menyadari bahwa megengan tahun ini berada di tengah wabah Covid-19 sehingga sepi. Namun demikian tetap harus dipertahankan.

 

“Ini harus kita pertahankan karena ajaran baik untuk mengingatkan kita untuk mati dan bagian dari birrul walidain yang keluarganya sudah meninggal dunia,” pungkasnya.

 

Kontributor: Syafik Hoo
Editor: Syaifullah
 


Editor:

Metropolis Terbaru