• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Metropolis

Kisah Mbah Mulyadi, Saudagar Asal Mataram Pendiri Masjid Tertua di Sidoarjo

Kisah Mbah Mulyadi, Saudagar Asal Mataram Pendiri Masjid Tertua di Sidoarjo
Masjid Jamik Al-Abror, masjid tertua di Sidoarjo yang didirikan Mbah Mulyadi dan kawan-kawannya. (Foto: NOJ/MK)
Masjid Jamik Al-Abror, masjid tertua di Sidoarjo yang didirikan Mbah Mulyadi dan kawan-kawannya. (Foto: NOJ/MK)

Sidoarjo, NU Online Jatim

Masjid Al-Abror yang terletak di Kelurahan Pekauman, Kecamatan/Kabupaten Sidoarjo merupakan masjid tertua dan menjadi ikon sejarah agama Islam di Kota Delta. Masjid yang berkonsep kultur Jawa ini khas karena tekstur tiga atap masjid Al-Abror yang menggambarkan iman, ikhsan, dan Islam. Tidak hanya itu, masjid tersebut juga memiliki cagar budaya bernilai sejarah tinggi.

 

Ketua takmir Masjid Al-Abror Muhammad Alfan mengatakan, masjid yang memiliki dua lantai dengan warna dominan hijau muda dan menempati lahan seluas 700 meter persegi itu berdiri sejak tahun 1678 Masehi. Ia menjadi masjid tertua yang menjadi saksi bisu berdirinya Kota Sidoarjo dan perkembangan Islam di daerah berjuluk Kota Udang tersebut.

 

“Masjid ini didirikan oleh para alim ulama, yaitu Mbah Mulyadi dibantu Mbah Badriyah, Mbah Musa, dan Mbah Sayyid Salim. Mbah Mulyadi sendiri berasal dari Mataram. Beliau hijrah ke Sidoarjo karena kondisi politik di Mataram saat itu kurang kondusif. Para ulama dipanggil dan diundang ke Mataram, di istana di depan alun-alun 1000 ulama dibunuh. Melihat kondisi seperti itu, akhirnya Mbah Mulyadi hijrah ke Dusun Sungon, Desa Suko, Sidoarjo,” kata Alfan kepada NU Online Jatim, Jumat (30/04/2021).

 

Mbah Mulyadi dikenal sebagai pedagang dan setiap hari berlayar naik perahu dari rumahnya ke pasar. Seiring berjalannya waktu, Mbah Mulyadi kemudian mendirikan masjid yang sangat sederhana, yaitu Al-Abror.

 

Pada tahun 1857-1859, Masjid Al-Abror kemudian direnovasi oleh Bupati Sidoarjo pertama, yaitu RTP Tjokronegoro. Sejak adanya masjid ini, Mbah Mulyadi mensyiarkan agama Islam, sehingga banyak warga yang mengaji kepadanya. Alhasil, perkembangan agama Islam di Sidoarho sangat pesat.

 

Di sekitar masjid, keberadaan pasar tradisional Jetis dan kampung batik Jetis yang terdapat banyak bangunan-bangunan kuno bergaya kolonial, membuktikan bahwa kawasan itu dahulunya adalah pusat Kota Sidoarjo.

 

Tidak hanya itu, di area belakang Masjid Al-Abror ini terdapat makam pendiri masjid dan beberapa tokoh masyarakat yang berjasa atas berdirinya masjid tersebut, di antaranya makam Mbah Mulyadi, Mbah Badriyah, Mbah Musa, dan Mbah Sayyid Salim.

 

“Di depan masjid agak ke utara juga ada sebuah bangunan yang di atasnya terdapat semacam besi menonjol. Bangunan itu dulunya dipakai sebagai penanda waktu shalat Dhuhur. Meski saat ini sudah ada jam, tapi bangunan penanda waktu itu tetap dijaga dan dirawat dengan baik,” ujar Alfan.

 

Saat ini, selain untuk beribadah, keberadaan masjid yang menjadi ikon sejarah tersebut masih dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk kegiatan sosial seperti diba’an hingga sosialisasi penyebaran agama Islam.

 

Editor: Nur Faishal


Metropolis Terbaru