• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Metropolis

Menag dari NU Asal Jatim, Kiai Wahid hingga Kiai Tholchah

Menag dari NU Asal Jatim, Kiai Wahid hingga Kiai Tholchah
KH Abdul Wahid Hasyim bersama Presiden Soekarno. (Foto: Twitter)
KH Abdul Wahid Hasyim bersama Presiden Soekarno. (Foto: Twitter)

Surabaya, NU Online Jatim

Sejak Republik Indonesia terbentuk, Nahdlatul Ulama (NU) turut berperan memberikan kontribusi besar menyokong negara agar cepat beranjak dan lari sekencang-kencangnya menuju sebuah kemajuan. Beberapa wakil NU pun mengisi pos-pos jabatan strategis, di antaranya pos Menteri Agama (Menag), kursi yang memang dianggap cocok dengan NU.

 

KH R Fathurrahman Kafrawi

Prof KHR Fathurrahman Kafrawi pernah menjabat sebagai Menag selama kurang lebih sepuluh bulan (2 Oktober 1946 - 26 Juli 1947). Jabatan tersebut diembannya dalam Kabinet Syahrir III, dimana ia menggantikan Menag sebelumnya, H.M Rasjidi. Sebagai orang NU, dia juga orang yang kedua menjabat Menag, setelah KH Wahid Hasyim.

 

Meskipun cukup singkat, namun Kiai Fathurrahman dapat membenahi struktur organisasi di kementerian yang dipimpin. Selain itu, ia juga memperbaiki peraturan-peraturan yang terkait dengan Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk (NTR) yang ditetapkan dalam UU. No. 22 Tahun 1946. Di dalam peraturan tersebut, menertibkan posisi penghulu, modin, dan sebagainya.

 

Kebijakan lain, yang diambil pada masanya, yakni menyangkut pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Pada saat itu, mata pelajaran (mapel) agama memang telah berhasil dimasukkan ke sekolah-sekolah umum negeri dari tingkat Sekolah Rakyat hingga Sekolah Menengah Atas. Namun, pada kenyatannya nilai mapel agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas alias tidak dipentingkan.

 

Setelah melalui proses, pada masa Fathurrahman ini, pendidikan agama dan budi pekerti akhirnya wajib diberikan di sekolah umum.

 

Kontribusi lain Fathurrahman ketika menjabat sebagai Menag, yakni tentang Maklumat Kementerian Agama No. 5 Tahun 1947. Keputusan ini muncul untuk menengahi permasalahan yang muncul setiap tahun, yakni tentang penetapan awal dan akhir Ramadhan.

 

Fathurrahman menyadari hal tersebut, dan mengeluarkan kebijakan yang sampai sekarang masih rutin diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Selain pernah menjabat sebagai Menag,

 

Fathurrahman yang lahir di Tuban (Jawa Timur) pada 10 Desember 1901, juga pernah menjadi Wakil Ketua Konstituante (1957-1959) dan anggota MPRS sebagai wakil Karya Ulama. Karirnya yang bagus di bidang politik itu diimbangi dengan karirnya yang beragam, seperti pendidikan dan sosial masyarakat.

 

KH Masjkur

Lahir di Singosari, Malang, 30 Desember 1898, KH Masjkur menjabat Menteri Agama tahun 1947-1949, tahun 1949, dan tahun 1953-1955.

 

Di masanya, tahun 1947, Kiai Masjkur mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1947 tentang biaya perkara pengadilan agama harus disetor ke kas negara. Dia juga memberlakukan UU Nomor 9 Tahun 1948 tentang pemutusan perkara perdata antarumat Islam menurut hukum Islam. Kiai Masjkur juga penggagas Kantor Urusan Agama atau KUA.

 

Kiai Masjkur juga dikenal sebagai ulama pejuang. Mengutip historia.id, di era kemerdekaan, murid dari Syaikhona Kholil Bangkalan dan KH Hasyim Asyari itu bergabung di Peta dan laskar Hizbullah. Dia memperoleh gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2019.



KH Abdul Wahid Hasyim

Beberapa Menag wakil NU di antaranya berasal dari Jawa Timur. Pertama, KH Abdul Wahid Hasyim, putra dari pendiri NU, Hadratatussyaikh KH Hasyim Asyari. Lahir di Jombang, 1 Juni 1914, Kiai Wahid menjabat Menag masa Kabinet RIS tahun 1949-1950, Kabinet Natsir tahun 1950-1951, dan Kabinet Sukiman tahun 1951-1952.

 

Ada tiga kebijakan penting yang dikeluarkan Kiai Wahid saat ia menjadi Menag. Pertama, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1950 yang mewajibkan pelajaran agama di semua lembaga pendidikan. Peraturan itu kemudian ditindaklanjuti dengan ‘peraturan bersama’ Menag dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan saat itu, Bahder Johan, pada 20 Januari 1951.

 

Mengutip historia.id (Pendidikan Agama Diwajibkan di Sekolah, 13 Februari 2017), pendidikan agama diwajibkan untuk tingkat dasar dan lanjutan. Untuk sekolah dasar, pendidikan agama dimulai dari kelas empat. Segala biaya ditanggung oleh Kementerian Agama.

 

Kedua, mendirikan sekolah guru dan hakim agama di Malang, Banda Aceh, Bandung, Bukittinggi, dan Yogyakarta. Ketiga, mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri, mendirikan Perguruan Tinggi Islam Negeri (kini jadi STAIN, IAIN dan UIN) tahun 1950, dan mendirikan wajah Panitia Haji Indonesia.

 

KH Muhammad Ilyas

Lahir di Kabupaten Probolinggo, 23 November 1911, KH Muhammad Ilyas adalah murid kesayangan KH Abdul Wahid Hasyim. Kiai Ilyas mengikuti jejak gurunya menjadi Menteri Agama di tiga kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap tahun 1955-1956, Kabinet Ali Sastroamidjojo II tahun 1956-1957, dan Kabinet Karya tahun 1957-1959.

 

Dia mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang kemudian menjadi IAIN. Dia membuat terobosan di Kantor Urusan Agama, Kantor Pendidikan Agama, dan kantor penerangan agama.

 

KH M Wahib Wahab

Dilahirkan di Jombang, 1 November 1918, KH M Wahib Wahab adalah putra pertama dari salah satu pendiri NU, KH Abdul Wahab Chasbullah. Tokoh NU itu menjabat Menteri Agama di era Kabinet Kerja tahun 1959-1960 dan Kabinet Kerja II tahun 1960-1962. Di masanya, dia melantik Pengurus Pusat Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) pertama tahun 1960. Dia juga pelopor penamaan IAIN dengan nama para wali penyebar agama Islam di Nusantara, seperti IAIN Wali Songo, IAIN Sunan Ampel, dan lainnya.

 

KH Muhammad Dahlan

Dia lahir di Pasuruan, 2 Juni 1909. Pendiri Pengurus Cabang NU Bangil dan mantan Ketua PCNU Pasuruan itu menjabat Menteri Agama di masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, yaitu masa Kabinet Ampera II tahun 1967-1968 dan Kabinet Pembangunan I masa Presiden Soeharto tahun 1968-1971.

 

Kiai Dahlan mempelopori musyawarah antarumat beragama pada 30 November tahun 1967. Dia juga yang memprakarsai Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat nasional pertama di Ujungpandang. Bersama KH Zaini Miftah, KH Ali Masyhar, dan Prof Mukti Ali (Menag selanjutnya), Kiai Dahlan mendirikan Yayasan Ihya Ulumuddin dan merintis Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an.

 

KH M Tholchah Hasan

Ulama akademisi ini lahir di Tuban, 10 Oktober 1938. Alumnus Pesantren Tebuireng, Universitas Merdeka, dan Universitas Brawijaya, itu menjadi Menteri Agama pada masa Kabinet Persatuan Nasional era Pemerintahan Presiden Gus Dur tahun 1999-2001. Di masanya, dia mengeluarkan kebijakan penetapan Hari Raya Imlek sebagai libur nasional.

 

Editor: Nur Faishal


Metropolis Terbaru