• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Metropolis

Abu Janda Tidak Mewakili NU, Ansor Maupun Banser

Abu Janda Tidak Mewakili NU, Ansor Maupun Banser
Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor, Luqman Hakim. (Foto: NOJ/GNs)
Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor, Luqman Hakim. (Foto: NOJ/GNs)

Surabaya, NU Online Jatim

Sejumlah kalangan, khususnya di internal Nahdlatul Ulama seakan disudutkan dengan komentar dan sikap yang disampaikan Permadi Arya alias Abu Janda. Kegemaran yang bersangkutan mengenakan identitas Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna atau Banser semakin menguatkan anggapan bahwa dia adalah bagian dari badan otonom NU tersebut.

 

Yang terakhir, publik ramai membincang cuitan Abu Janda yang dinilai meresahkan. Melalui akun twitter pribadinya, ia menyatakan bahwa Islam adalah agama yang arogan dan cuitan kepada Natalius Pigai yang dinilai rasis. 

 

Terhadap hal ini, Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Luqman Hakim menegaskan, baik aktivitas dan pernyataan Permadi Arya tidak mewakili NU, GP Ansor maupun Banser.

 

 

Luqman juga menegaskan bahwa Permadi Arya bukan pengurus Ansor. “Permadi Arya alias Abu Janda bukan pengurus Ansor,” tegas Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Luqman Hakim, saat dihubungi NU Online, Sabtu (30/01/2021) siang.

 

Lebih lanjut Luqman menjelaskan bahwa status Abu Janda adalah anggota Banser karena telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) Banser di Magelang, beberapa tahun lalu. Sebelum menjadi anggota Banser, Abu Janda sudah aktif di media sosial. Namun, aktivitasnya di media sosial bersifat personal, bukan mewakili sikap resmi organisasi. 

 

 

“Terhadap cuitan Abu Janda tentang evolusi (diarahkan ke Natalius Pigai) dan Islam arogan (kepada Tengku Zulkarnaen), dianggap sebagian orang sebagai rasisme, biarlah para ahli dan otoritas hukum yang memutuskan kebenarannya,” ujar Luqman. 

 

Saat ini, katanya, sudah ada pihak yang melaporkan ke aparat kepolisian. Luqman meminta masyarakat memberikan kesempatan kepada polisi untuk bekerja obyektif dan profesional, sehingga semuanya akan terang benderang.

 

“(Dan) bisa diselesaikan kesempatan Polisi bekerja obyektif dan profesional sehingga masalah ini akan terang benderang dan bisa diselesaikan dengan baik,” tutur Luqman.

Sebagai organisasi, lanjutnya, Luqman telah memberikan perintah kepada Pengurus Ranting Kelurahan Tebet agar meminta penjelasan Abu Janda terkait cuitannya yang menimbulkan kontroversi, sekaligus memberikan nasihat kepadanya.

 

Cuitan soal Islam agama arogan bermula dari perseteruan antara Abu Janda dengan Tengku Zulkarnaen, pada Ahad (24/01/2021). Akun twitter @ustadtengkuzul awalnya mengunggah postingan soal kaum minoritas yang arogan, terhadap mayoritas di Afrika. Lalu disebut juga kalau saat ini ulama dan Islam dihina di NKRI.

 

“Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan selama ratusan tahun, Apertheid. Akhirnya tumbang juga. Di mana-mana negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam dihina di NKRI,” demikian cuitan @ustadtengkuzul, seperti dikutip NU Online, Sabtu (30/01/2021). 

 

Cuitan itu dibalas Abu Janda dengan menyebut bahwa Islam yang dibawa dari Arab sebagai agama arogan, karena ia menilai bahwa Islam mengharamkan budaya asli dan kearifan lokal yang ada di Indonesia.

 

“Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam sebagai agama pendatang dari Arab kepada budaya asli kearifan lokal. Haram-haramkan sedekah ritual laut sampai kebaya diharamkan dengan alasan aurat,” kata Abu Janda.

 

“Ritual tradisi asli dibubarin alasan syirik, pake kebaya dibilang murtad, wayang kulit diharamin.. dan masih banyak lagi upaya penggerusan pemusnahan budaya lokal dengan alasan syariat.. kurang bukti apalagi islam memang arogan terhadap kearifan lokal?” lanjutnya.

 

Sedangkan cuitan Abu Janda yang dinilai rasisme, bermula saat dirinya mengomentari perdebatan antara Natalius Pigai dengan Hendropriyono, pada 2 Januari 2021 lalu.

 

Abu Janda membela Hendropriyono.  “Kapasitas Jend Hendropriyono: Mantan Kepala BIN, Mantan Direktur BAIS, Mantan Menteri Transmigrasi, Profesor ilmu Filsafat Intelijen, Berjasa di berbagai operasi militer. Kau Natalius Pigai apa kapasitas kau? sudah selesai evolusi belom kau?” tulis Abu Janda.

 

Publik kemudian menilai bahwa kalimat terakhir Abu Janda itu merupakan bentuk dari ujaran kebencian berbasis rasisme. Ia kemudian dilaporkan pihak yang tak berkeberatan dengan cuitannya itu dengan Pasal 45 ayat (3) Jo pasal 27 ayat (3) dan/atau pasal 45 A ayat (2) Jo pasal 25 ayat (2) dan/atau Undang-undang nomo 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antar Golongan (SARA), Pasal 310 dan/atau pasal 311 KUHP.

 

Abu Janda Tidak Miliki Hubungan dengan Ansor

Dalam catatan NU Online dalam berita pada 9 Januari 2017, isu mengenai akun media sosial Abu Janda yang kerap mengatasnamakan NU itu ramai diperbincangkan, yakni akun Abu Janda NU dan halaman Ustad Abu Janda Al-Boliwudi. 

 

Tulisan-tulisan Abu Janda NU diikuti banyak orang. Namun, banyak pula akun-akun menentang bahkan memusuhinya sehingga terjadi perdebatan di kolom-kolom komentar.

 

Ketika itu, Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Kasatkornas) Banser H Alfa Isnaeni almarhum menyatakan bahwa akun facebook ‘Abu Janda NU’ sama sekali tidak memiliki hubungan dengan GP Ansor dan Banser. Sebab Ansor dan Banser tidak berwatak demikian.  

 

Kasatkornas Banser juga sudah menugaskan kader untuk melacak siapa sebenarnya yang membuat akun tersebut. Namun demikian, seluruh jajaran Banser dan Ansor diimbau tidak mudah menerima informasi dan terpancing provokasi tidak jelas sumbernya.

 

“Baik itu narasi yang cenderung liberal, bahkan kepada yang radikal atau yang lebih sering ngamuk-ngamuk dengan kata-kata khasnya yaitu kafir, syiah, memecah belah umat Islam dan sebagainya,” kata Alfa Isnaeni almarhum.

 

“Dengan nama akun yang tidak jelas, kita mesti berhati-hati dengan akun model Abu Janda ini. Selain tidak jelas profilnya, kita masih meraba motif dan kepentingannya apa,” ujarnya. 

 

Diperlukan sikap yang selektif dan tidak gampang membagikan ulang postingan dari orang-orang model seperti Abu Janda itu, yang mungkin belakangan sudah banyak jumlahnya di media sosial. 

 

“Sesuatu yang baik itu jelas sumber dan motifnya. Banser tidak akan membiarkan siapa pun yang akan memecah belah NKRI dengan beragam cara. Di dunia nyata dan dunia maya (internet), Banser selalu ada untuk menjaga NKRI,” pungkasnya.


Editor:

Metropolis Terbaru