• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Opini

Agar Produktif Menulis Buku, Berikut Tips dari Warek IAIN Ponorogo

Agar Produktif Menulis Buku, Berikut Tips dari Warek IAIN Ponorogo
Rijal Mumazziq Z menerima puluhan buku karya Aksin Wijaya. (Foto: NOJ/ISt)
Rijal Mumazziq Z menerima puluhan buku karya Aksin Wijaya. (Foto: NOJ/ISt)

Kemarin sowan ke Mas Aksin Wijaya. Wakil Rektor (Warek) III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo ini merupakan penulis produktif. Buku yang ditulisnya kebanyakan bertema pemikiran Islam. Total ada 25 karya yang dia tulis. Sebagian ada yang terjemahan, ada juga yang bunga rampai.

 

Kurang lebih saya sowan selama dua jam. Di ruang tamunya yang berjejalan buku berbagai bahasa dan lintas studi,  kami meriung santai. Bagi saya, ini momen istimewa. Perbincangan penuh ilmu. Serasa kuliah beberapa SKS. Namun, ada satu tema obrolan yang saya catat dan layak dibagikan kepada pembaca. Apa itu? Tips produktif menulis artikel dan buku.

 

Mas Aksin menjelaskan, tak ada tips khusus dalam menulis. Tapi ada dua hal yang sering dia lakukan. Pertama, banyak membaca. Buku yang telah dibaca itulah yang akan mempengaruhi karakter tulisannya. Kalau suka buku-buku filsafat, tulisannya nanti tidak jauh dari topik ini. Demikian juga dengan yang suka tema sejarah, politik, humaniora, fiqih, aqidah, dan lain-lain. Semakin banyak membaca, semakin mudah bagi seseorang mengungkapkan pendapatnya berikut menentukan argumentasinya. "Jadi, setiap pembaca yang tekun memang belum tentu menjadi penulis, tapi setiap penulis pasti suka membaca," tuturnya berfilosofi.

 

Kedua, tentukan tema yang akan ditulis. Tuangkan saja isi pikiran hingga tuntas tak bersisa. Bisa di laptop, bisa di HP, bisa juga di kertas. Jika sudah rampung, koreksi, edit, dan tambahkan referensi. "Yang penting jangan ditunda-tunda. Apa yang ingin ditulis, ya tulis saja. Kalau ditunda-tunda biasanya malah terbengkalai karena kesibukan lain," jelasnya.

 

Pria kelahiran Sumenep ini menuturkan, dirinya belajar menulis dan menerjemah sejak kuliah di IAIN Jember. Dari menulis ini banyak manfaat yang dia dapatkan. Selain materi, ada kepuasan batin. Menulis buku baginya adalah kinerja pikiran untuk peradaban. "Setelah buku terbit, rasanya plong. Lega. Ibarat pesepakbola sudah ikut mencetak gol untuk kemenangan tim hingga menjadi kampiun," tuturnya memberikan tamsil.

 

Setelah buku terbit, ada hal lain yang rutin dia lakukan. Apa itu? Membagi-bagikannya secara cuma-cuma kepada para gurunya dan sahabatnya. Biasanya Mas Aksin meminta royalti dalam bentuk buku, bukan uang. Dari jatah royalti itulah dia bisa membagikan karyanya ke orang lain.

 

"Tidak takut rugi, mas?" tanya saya.

 

"Enggak. Orang berhitung untung rugi karena masih memikirkan materi berbentuk nominal. Kalau saya enggak. Mikirnya investasi jangka panjang. Untuk memotivasi orang lain agar juga melakukan kerja intelektual semacam ini." jawabnya.

 

Motivasi membagi-bagikan buku karyanya ini juga terinspirasi dari almaghfurlah KH A Muchit Muzadi, Jember, dan almaghfurlah KH A Tholhah Hasan, Malang. Kedua ulama ini, menurutnya, suka menulis buku dan membagikannya secara cuma-cuma. Langkah yang konkrit demi melanggengkan tradisi penguatan literasi.

 

Kini, anak sulungnya, Nur Rif'ah Hasaniy, juga menyusul dirinya menjadi penulis. Mahasiswi tingkat awal di salah satu kampus di Yogyakarta ini tidak secara khusus diarahkan oleh ayahnya menjadi penulis. "Saya tidak pernah memintanya menjadi penulis, tapi karena melihat ayahnya menulis dia ikut, dan melihat tumpukan buku dia memanfaatkannya sebagai literatur rujukan."

 

Dari perbincangan ini, saya mencatat hal penting. Pertama, menulis buku tidak perlu menunggu waktu luang, melainkan harus meluangkan waktu. Kedua, menyelesaikan satu, dua, tiga dan seterusnya lahir karena komitmen. Ibarat bercocok tanam, bukan hanya menabur benih, melainkan tekun merawat hingga panen. Ketiga, mengkader penulis baru bukan melalui paksaan dan doktrin, melainkan pembiasaan.

 

Mas Aksin tidak beromong kosong soal bagi-bagi buku karyanya. Menjelang pamit, dia membuka rak kaca, mengambil 16 buku yang telah dia tulis, lantas memberikannya ke saya.

 

"Tiada bingkisan yang berharga dari seorang penulis, kecuali menghadiahkan setiap buku karyanya bagi setiap tamu yang singgah di rumahnya."

 

Wah, prinsip yang keren! Terima kasih Mas Aksin. Semoga senantiasa sehat wal afiat dan produktif berkarya.

 

Wallahu a'lam bishshawab

 

Rijal Mumazziq Z adalah Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah (Inaifas) Kencong, Jember dan Mahasiswa Program Doktor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 


Editor:

Opini Terbaru