• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Matraman

Berbekal Pisang, Santri di Nganjuk Pernah Ikut Perang 10 November

Berbekal Pisang, Santri di Nganjuk Pernah Ikut Perang 10 November
Area Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongsari Prambon Nganjuk. (Foto: NOJ/M Nazar Afandi).
Area Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongsari Prambon Nganjuk. (Foto: NOJ/M Nazar Afandi).

Nganjuk, NU Online Jatim

Adanya Resolusi Jihad dari Hadratush Syaikh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 membuat tekad orang Islam untuk berperang melawan penjajah semakin kuat. Peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 tidak terlepas dari kehadiran kiai dan santri.

 

Para kiai, santri dan rakyat Surabaya saat itu ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 

Pasukan santri itu salah satunya berasal dari Pondok pesantren (Ponpes) Gedongsari Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk. Yakni santri asuhan dari Kiai Imam Mustajab atau Mbah Mustajab pendiri Ponpes tersebut.

 

Hal itu diceritakan oleh pengasuh Ponpes Gedongsari saat ini, Kiai Muhammad Ali Murtadho atau Kiai Muh pada Ahad (07/11). Kiai Muh mengatakan bahwa terdapat sembilan santri yang diberangkatkan dalam perang 10 November 1945 saat itu.

 

“Jadi waktu perang di Surabaya, Mbah Mustajab mengutus 7 orang (santri), diminta ikut perang di sana (Surabaya),” kata Kiai Muh, cucu dari Mbah Kiai Mustajab ini kepada NU Online Jatim, Rabu (10/11/).

 

Kemudian pada besok harinya, lanjutnya, terdapat dua orang santri yang ingin menyusul. Yakni Kiai Mahrus Aly dari Kediri dan Sahid dari Magelang.

 

Ia mengatakan, Sahid saat itu dicari dan diajak Kiai Mahrus untuk berangkat dan ikut berperang melawan penjajah di Surabaya. Hal itu karena Kiai Mahrus tahu kalau sedang ada peperangan di di sana.

 

Keduanya pun bersiap dan langsung berangkat. Namun tidak jauh dari Ponpes, keduanya merasa belum pamit kepada Mbah Kiai Mustajab.

 

Lantas keduanya berhenti, dan berbalik arah untuk meminta izin ke Mbah Mustajab. “Keduanya sowan, matur, mau ikut perang ke Surabaya,” ungkapnya.

 

Ketika bertemu Mbah Mustajab, keduanya dibekali pisang berukuran kecil sebanyak 1 tandan. Pisang itu diberikan untuk jadi bekal perang. Tak berfikir lama, pisang itu dibawa dan keduanya langsung berangkat.

 

Ketika sampai ke Surabaya, keduanya bertemu dengan tujuh orang santri yang sudah berangkat terlebih dulu. Semua santri Gedongsari, akhirnya berkumpul.

 

Pada saat perang berlangsung, Kiai Mahrus menanyakan kepada Sahid perihal bekal pisang dari Mbah Mustajab. Tapi Sahid tidak tahu menahu untuk apa pisang tersebut.

 

Hingga akhirnya Kiai Mahrus ingin mencoba keampuhan pisang itu. “Terus diambil satu pisang itu, sama Mbah Mahrus dilempar itu bisa jadi bom,” ungkapnya.

 

Melihat hal itu, para santri lainya ikut mengambil pisang dan melakukan hal yang sama. Menariknya, pisang tidak ada habis-habisnya, hingga pasukan sekutu mundur.

 

Meskipun demikian, terdapat satu santri dari Ponpes Gedongsari yang gugur dalam medan pertempuran itu.

 

 

Ia mengungkapkan, bahwa karomah yang dimiliki Mbah Mustajab ini memang unik. Hal itu, semuanya merupakan kehendak Allah SWT.


Editor:

Matraman Terbaru