• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Berikut Pidato Nabi Muhammad saat Memasuki Ramadlan

Berikut Pidato Nabi Muhammad saat Memasuki Ramadlan
Rasulullah memberikan pesan khusus saat memasuki Ramadlan. (Foto: NOJ/OKz)
Rasulullah memberikan pesan khusus saat memasuki Ramadlan. (Foto: NOJ/OKz)

Menjelang tibanya bulan suci Ramadlan, Nabi Muhammad SAW berpidato di hadapan para sahabatnya. Ceramah di penghujung bulan Sya’ban tersebut berisi tentang informasi keistimewaan Ramadlan, serta anjuran untuk meningkatkan penghambaan kepada Allah dan kepedulian sosial.  

 

Yang menarik, Rasulullah menggunakan redaksi sapaan ‘yâ ayyuhannâs’ (wahai manusia) saat mengawali pidatonya, yang menandakan bahwa pesan tersebut berlaku umum bagi seluruh umat, bukan kaum muslimin semata.

 

Artikel diambil dariPidato Rasulullah Menjelang Ramadhan

 

Berikut isi lengkap pidato tersebut:

 

Wahai manusia, sungguh bulan agung dan penuh berkah telah menaungi kalian. Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Pada bulan itu, Allah menjadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan qiyam atau shalat di malam harinya sebagai ibadah sunnah.Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kewajiban di bulan lain. Siapa yang mengerjakan suatu kewajiban dalam bulan Ramadlan tersebut, maka sama dengan menjalankan tujuh puluh kewajiban di bulan lain.  

 

Ramadlan itu adalah bulan kesabaran; sedangkan ketabahan dan kesabaran, balasannya adalah surga. Ramadlan adalah bulan pertolongan. Pada bulan itu rezeki orang-orang mukmin ditambah.   

 

Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang  yang berpuasa di bulan itu, maka ia akan diampuni dosanya, dibebaskan dari api neraka.  Orang itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut. Sedangkan pahala puasa bagi orang yang melakukannya, tidak berkurang sedikit pun.  

 

Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, tak semua dari kami memiliki makanan untuk berbuka bagi orang lain. Rasulullah menjawab: Allah memberikan pahala kepada orang yang memberikan sebutir kurma, atau seteguk air, atau seteguk susu.

 

Nabi pun melanjutkan: Dialah Ramadlan, bulan yang permulaannya dipenuhi dengan rahmat, periode pertengahannya dipenuhi dengan ampunan, pada periode terakhirnya merupakan pembebasan manusia dari azab neraka.  

 

Barangsiapa yang meringankan beban pekerjaan pembantu-pembantu rumah tangganya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan membebaskannya dari api neraka.  

 

Oleh karena itu dalam bulan Ramadlan ini, hendaklah kamu sekalian dapat meraih empat bagian. Dua bagian pertama untuk memperoleh ridla Tuhanmu dan dua bagian lain adalah sesuatu yang kamu dambakan. (Untuk meraih) dua bagian yang pertama, hendaklah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. (Untuk meraih) dua bagian yang kedua hendaklah memohon (dimasukkan ke dalam) surga dan berlindung dari api neraka.  

 

Siapa yang memberi minuman kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari telagaku, suatu minuman yang seseorang tidak akan merasa haus dan dahaga lagi sesudahnya, sehingga ia masuk ke dalam surga. (Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah: 1780; al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman: 3455. Redaksi hadits di atas riwayat Ibn Khuzaimah). 

 

Teks asli berbahasa Arab dari hadits tersebut adalah sebagai berikut:

 

   أَيُّهَا الَّناسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ  خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلَهُ تَطَـوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ  وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ  وَهُوَ شَهْرُ الصَّـبْرِ  وَالصَّـبْرُ  ثَـوَابُهُ الْجَنَّةُ وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِـيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِـيْهِ  صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ  وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقُصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ قَالُوْا لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ،  فَقَالَ : يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَن فَطَّرَ صَائِماً عَلىَ تَمْرَةٍ  أَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ  أَوْ مذَقَّةِ  لَبَنٍ وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتــْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ  لَهُ  وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ وَاسْتَكْثَرُوْا فِـيْهِ مِن أَرْبَـعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غِنىَ  بِكُمْ عَنْهُمَا فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتاَنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ فَشَهَادَةُ  أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ  وَ تَسْتَغْفِرُوْنَهُ  وَأَمَّا اللَّتاَنِ  لاَ غِنىَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَـتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ  وَ تَـعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ وَ مَنْ أَشْبَعَ فِـيْهِ صَائِماً سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شُرْبَةً  لاَ يَظْمَأُ حَتَى يَدْخُلَ اْلجَنَّةَ  

 

Meskipun sebagian ahli menyebut hadits ini berstatus dlaif, kandungannya masih bisa diamalkan karena berkaitan dengan fadlailul a’mal (keutamaan amal). Beberapa keterangan yang disebutkan hadits ini, banyak persamaan yang disebutkan hadits yang lebih sahih.   

 

Imam Ahmad bin Hanbal menyampaikan pernyataan mengenai hadits dlaif:

 

   الْحَدِيْثِ الضَعِيْفُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ الرَأْيِ   

 

Artinya: Hadits yang dlaif lebih aku cintai dari ra'yu (pendapat akal seseorang).  

 

Dalam kalimat yang lain, beliau berpendapat:

 

   الْعَمَلُ بِالْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ أَوْلَى مِنَ الْقِيَاسِ  

 

Artinya: Beramal dengan hadits yang dhaif lebih utama dari menggunakan qiyas (analogi).  

 

Hadits ini dimuat juga dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama terkenal, antara lain: Muhammad Yusuf al-Kandahlawi dalam kitab Hayah al-Shahabah, III/400–401, Imam al-Munzdiri dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib, I/16–17, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Baz dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, XV/44–45. Prof Hasbi al-Shiddiqi dalam Pedoman Puasa.  


Editor:

Keislaman Terbaru