• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Matraman

Fatayat NU Ponorogo Diskusi: Bolehkah Marahi Anak karena Cinta?

Fatayat NU Ponorogo Diskusi: Bolehkah Marahi Anak karena Cinta?
Diskusi virtual tentang pendidikan anak oleh PC Fatayat NU Ponorogo. (Foto: NOJ/HK)
Diskusi virtual tentang pendidikan anak oleh PC Fatayat NU Ponorogo. (Foto: NOJ/HK)

Ponorogo, NU Online Jatim

Lembaga Konseling, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Ponorogo menggelar bincang virtual pada Senin (05/04/2021). Temanya terkait tumbuh-kembang anak. Diskusi menjadi menarik ketika membahas tentang orang tua yang mendidik anak dengan cara serupa marah-marah. Bolehkah?

 

Relawan Keluarga Kita Regional Ponorogo atau biasa dikenal dengan Komunitas Rangkul Pawitandirogo, Walida Asitasari, mengatakan, bahwa anak-anak seringkali mendapat doktrin tentang marah adalah temannya setan, berkonotasi negatif. Namun, ia juga mengingatkan bahwa marah sendiri adalah pemberian dari Tuhan.

 

“Tuhan pun memberikan emosi dan pikiran sebagai paket lengkap kepada manusia, sehingga emosi yang ada pada manusia tidak bisa ditolak sebab merupakan kelengkapan pada manusia itu sendiri untuk bisa merasakan apa yang terjadi di sekitarnya,” kata Sita, sapaan akrab Walida Asitasari.

 

Yang menjadi masalah adalah ketika emosi negatif muncul, bolehkah mengekspresikannya dengan cara marah-marah, termasuk kepada anak? Sita menyatakan ketika itu terjadi maka yang seharusnya dilakukan ialah mengelola emosi tersebut agar tidak menimbulkan hubungan buruk dengan orang-orang sekitar.

 

Pengelolaan emosi, lanjut dia, dapat dilakukan dengan mulai mengenali emosi diri sendiri. Sebab, setiap orang punya cara masing-masing dalam menunjukkan emosinya dan tingkat sensitivitasnya pun berbeda-beda. Semua itu dipengaruhi oleh sifat bawaan yang melekat pada masing-masing individu sejak lahir.

 

Pada kesempatan yang sama, Ghita Gandi dari Rangkul Bali sebagai pemateri yang lain membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa salah satu hal negatif dari emosi yang tidak terkelola adalah tidak tersampaikannya secara akurat apa yang sebenarnya ingin orang tua sampaikan kepada anak. Alih-alih nasihat yang benar, yang terucap sering kali adalah ungkapan yang menyudutkan dengan nada tinggi dan ekspresi yang menakutkan.

 

"Kita perlu kenali juga kondisi emosi kita seperti apa. Dan supaya pesan kita bisa sampai ke anak, kita memang harus kelola emosi kita terlebih dahulu kemudian sampaikan dengan komunikasi yang efektif. Jangan sampai yang diterima anak hanya marahnya kita saja, tapi anak tidak paham sebab marahnya orang tua itu apa,” ujar Ghita.

 

Editor: Nur Faishal


Matraman Terbaru