• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Metropolis

Gus Dur dan Kisahnya tentang Imlek

Gus Dur dan Kisahnya tentang Imlek
NOJ/ Gusdurian
NOJ/ Gusdurian

Surabaya, NU Online Jatim

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memiliki kisah yang sangat berkesan tentang Perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek. Peran Gus Dur untuk perayaan Imlek di Indonesia dinilai sangat penting.

 

Tahun 2021 ini, Imlek jatuh pada hari ini, Jumat (12/02/2021). Setiap perayaan Imlek tentu tidak akan lepas dari serpihan sejarah mengingat peran Gus Dur tersebut.

 

Dilansir dari tirto.id, bila melihat sejarahnya, perayaan Imlek di Indonesia pernah mengalami masa kelam, bahkan mendapat pelarangan pada masa Orde Baru. Semua itu terjadi tepat di saat Soeharto masih berkuasa sebagai presiden.

 

Namun, saat Gus Dur naik ketampuk kekuasaan sebagai presiden, ia langsung mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 karena membatasi perkembangan agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina. Kisah ini dicatat Hendra Kurniawan dalam buku Kepingan Narasi Tionghoa Indonesia: The Untold Histories (2020: hlm 58).

 

Gus Dur kemudian menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000. Aturan itu menjadi penerang bagi warga keturunan Tionghoa yang sering mendapatkan sikap rasialis, diskriminatif, dan anti-Tionghoa.


Gus Dur tidak setuju dengan perlakuan diskriminatif seperti yang dilakukan pemerintah Orde Baru terhadap keturunan Tionghoa di Indonesia. Hal itu ia sampaikan saat berbicara dalam peringatan Imlek 2.552 yang dilaksanakan oleh Majelis Tinggi Agama Kong Hu Chu Indonesia di Senayan, Minggu, 28 Januari 2001.

 

Apa yang disampaikan Gus Dur ini sejalan dengan sikapnya yang berani mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 dan menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000.

 

Empat tahun setelah terbitnya Inpres, tepatnya pada 10 Maret 2004, bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh di Klenteng Tay Kek Sie, masyarakat Tionghoa di Semarang menyematkan julukan “Bapak Tionghoa” kepada Gus Dur. Gus Dur hadir dalam penobatan itu dengan pakaian lengkap menggunakan baju cheongsam, bisa dibayangkan bahagianya mereka?

 

Bahkan, saat pertemuan lintas agama di Pesantren Tebuireng beberapa tahun 2018 silam, umat Konghucu mengungkapkan penghormatan yang tinggi terhadap Gus Dur. "Apabila Gus Dur tidak diterima di surganya Islam, maka Gus Dur akan diterima di surganya Konghucu," ungkap salah satu tokoh umat Konghucu dengan disambut meriahnya tepuk tangan pada forum tersebut.
 

Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengisahkan perjuangan yang dilakukan Gus Dur tidaklah mudah. Inpres yang berisi penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung selama itu, ditentang berbagai kalangan.

 

Gus Dur, kata Gus Ami, mendapat banyak perlawanan, dimusuhi kelompok tertentu, difitnah, dan kebijakan tersebut juga disalahpahami. Lebih dari itu, PKB termasuk yang menjadi korban. Partai yang didirikan Gus Dur pada 23 Juli 1998 itu, suaranya menurun cukup drastis di wilayah Jawa Barat.

 

“Alhamdulillah kita terus berjuang. Sekarang semua mengakui bahwa apa yang dilakukan Gus Dur adalah benar, dan menyaksikan Indonesia menjadi sangat berbineka dan sangat plural. Dan meski berbeda-beda tradisi dan budaya semuanya tetap bersatu,” ujar Gus Ami.
 


Editor:

Metropolis Terbaru