• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 18 April 2024

Opini

Hadirkan Kisah Cinta dalam Bingkai Pernikahan

Hadirkan Kisah Cinta dalam Bingkai Pernikahan
Selaksa kebaikan dapat ditemukan dari pernikahan. (Foto: NOJ/BWn)
Selaksa kebaikan dapat ditemukan dari pernikahan. (Foto: NOJ/BWn)

Sesungguhnya bagi suami ada cinta kasih dari sang istri (yang sangat besar) yang tidak bagi sesuatu (yang lain). (HR Ibnu Majah, Al-Jami’us Shaghier, hadits nomor 2380).

 

Ada banyak kisah inspiratif tentang ketulusan cinta kasih yang terbingkai dalam mahligai pernikahan. Namun kisah cinta terbesar adalah yang dilukiskan oleh Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah. Di antara referensi yang menjelaskan kisah tersebut dijelaskan dalam buku karangan Habib Achmad Zein Alkaf berjudul Amirulmukmininan Ali bin Abi Tholib Karramallau Wajhahu.

 

Alkisah, suatu hari, Nabi Muhammad melakukan i’tikaf di Gua Hira. Sayyidah Khadijah dengan sigap mempersiapkan perbekalan yang akan Nabi bawa selama i’tikaf nanti. Berangkatlah Nabi ke Gua Hira dengan membawa beberapa perbekalan yang telah Sayyidah Khadijah siapkan.

 

Keberangkatan Sayyidina Muhammad saat berusia 40 tahun tersebut, menjadi awal pertemuan dengan Malaikat Jibril. Malaikat pembawa wahyu menampakkan wujud asli di hadapan beliau dan menyampaikan wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Sayyidina Muhammad kemudian membaca surat yang berawal dari kata: Iqro’, yang berarti: Bacalah.

 

Setelah pertemuan tersebut, Rasulullah segera pulang ke rumah dan masih menyisakan keadaan ketakutan dan panik. Sayyidah Khadijah menyambut dan menenangkannya. Selimutkanlah aku, selimutkanlah aku, ucap Rasulullah ketika itu, sembari menceritakan kejadian yang baru saja dilalami.

 

Sikap tenang dan bijak ditampakkan oleh Sayyidah Khadijah untuk menghilangkan ketakutan dan kepanikan suami tercintanya. Sayyidah Khadijah mengatakan kepada Rasulullah: Demi Allah, Allah tidak akan pernah mempermalukanmu Rasul. Sesungguhnya engkau selalu menjalin silaturahim, menolong orang yang lemah, memberi bantuan terhadap orang yang membutuhkan, melayani tamu dengan baik, dan selalu membela kebenaran. (HR Bukhari)

 

Mendengar cerita yang telah Sayyidina Muhammad sampaikan, kepedulian dan kecerdasan ditampakkan oleh Khadijah dengan mengajak sang suami bertanya kepada paman Khadijah yang bernama Waraqah bin Naufal, seorang Nasrani Ahlil Kitab. Maka Waraqah pun berkata: Itu adalah annaamusul akbar (malaikat) yang pernah turun kepada Nabi Musa AS. Dan berarti sekarang engkau (Sayyidina Muhammad) telah diangkat sebagai Rasul (utusan Allah SWT).

 

Demikianlah saat-saat terbesar bagi kita semua (terkhusus umat Islam), yaitu telah diangkat Rasul akhir zaman, dan betapa besar peran seorang istri Rasulullah SAW yang memberikan ketenangan pada peristiwa terbesar di dunia ini. Tugas seorang istri memang selalu mendampingi suami di manapun dan kapan pun. Begitu juga Sayyidah Khadijah dengan Rasulullah SAW. Walaupun kehidupan tidak pernah lepas dari kesulitan dan cobaan, Sayyidah Khadijah tidak pernah meninggalkan Rasulullah SAW. Ia selalu mendampingi dan menemani baginda dalam segala kondisi.

 

Tak hanya itu, begitupun juga sebaliknya, kesetiaan dan keromantisan Rasulullah terhadap Khadijah selalu menjadi sorotan umat muslim selama hidup berdampingan. Terlebih, perbedaan usia dan materi bukanlah menjadi halangan bagi keduanya untuk menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia serta penuh dengan rahmat Allah SWT.

 

Sayyidah Khadijah, istri Rasulullah yang shalihah dan sangat setia kepada suaminya. Khadijah tidak merasa keberatan menginfakkan seluruh harta yang melimpah ruah untuk membantu Nabi dalam kepentingan dakwah. Bahkan, hartanya sampai habis tak tersisa demi perjuangan sang suami mendakwahkan agama Islam. Sayyidah Khadijah tidak pernah sekalipun menghalangi Nabi Muhammad dalam berdakwah, bahkan selalu mendukung dalam segala kondisi.

 

Subhanallah, maha suci Allah SWT telah menghadirkan cinta dan kasih dalam bingkai pernikahan. Kesempurnaan cinta pun terajut secara halal dalam kisah yang berawal dari qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhitu bihi, wallahu waliyut taufiq. Artinya: Aku terima nikahnya dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah.

 

Begitulah teladan kisah cinta di dalam sebuah pernikahan, yaitu kebahagiaan yang terwujud di antara rasa sayang satu sama lain sehingga saling melengkapi sesamanya.

 

Karena pernikahan mendekatkan kepada orang yang sayang pada kita. Pernikahan adalah menyempurnakan yang tidak sempurna. Pernikahan adalah kunci kebahagiaan. Pernikahan menjadikan sendiri tak lagi sendiri.

 

Lia Istifhama adalah Ketua Perempuan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur.


Editor:

Opini Terbaru