• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Opini

Hari Buku Sedunia di Bulan Ramadlan dan Penguatan Literasi

Hari Buku Sedunia di Bulan Ramadlan dan Penguatan Literasi
Hari buku yang jatuh pada bulan Ramadlan hendaknya melecut budaya membaca. (Foto: NOJ/MCs)
Hari buku yang jatuh pada bulan Ramadlan hendaknya melecut budaya membaca. (Foto: NOJ/MCs)

Seperti diketahui, setiap 23 April diperingati sebagai hari buku sedunia sesuai yang dicetuskan oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Disampaikan oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, bahwa hari buku sedunia adalah kesempatan untuk merayakan pentingnya membaca, menjadikan anak-anak sebagai pembaca, dan mempromosikan cinta sastra. Penentuan tanggal 23 April mengacu pada kematian Miguel de Cervantes, yang terkenal dengan karyanya Don Quixote dan kematian William Shakespeare pada 23 April 1616 sesuai kalender Gregorian Spanyol. Dalam peringatan  hari buku sedunia, UNESCO memilih World Book Capital selama satu tahun untuk mempertahankan perayaan buku dan membaca.

 

Pada 2019, Sharjah, Uni Emirat Arab, ditetapkan sebagai ibu kota buku dunia, Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 2020 dan saat 2021 ini, kota Tbilisi, Ibu Kota Georgia terpilih sebagai world book capital. Sedangkan Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia belum pernah terpilih. Hal ini merupakan tantangan agar penguatan literasi dapat diwujudkan di negeri ini.

 

Dalam Wikipedia, literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan literasi sangat jelas, yaitu membantu orang berpikir secara kritis, dengan tidak mudah terlalu cepat bereaksi dan memperdalam keilmuan.

 

Merujuk pada makna literasi tersebut, maka literasi-lah yang menjadi pondasi efektif antisipasi hoaks dan ujaran kebencian karena segala informasi seharusnya ditelaah sebelum dikeluarkan sebagai sebuah reaksi.Urgensi literasi seyogyanya bukan isapan jempol, terlebih di era digital yang mana segala informasi tersebar secara cepat dan mencakup banyak kalangan. Jika penguatan budaya literasi secara nyata menjadi perhatian di negeri ini, maka tidak mustahil akan terciptanya kecerdasan menerima pemberitaan. Dikaitkan konsep Islam yang mana hari buku sedunia 2021 jatuh pada bulan Ramadlan, maka budaya literasi ini akan menjadi stimulus sikap tabayun, yaitu telitilah dahulu sebelum merespons sebuah berita.

 

Konsep literasi yang berkaitan dengan aktivitas membaca dan menulis, maka menjadi sebuah deskripsi bangunan ilmu. Literasi dan ilmu merupakan satu bangunan yang sama karena ilmu didapat dari aktivitas literasi dan tidak ada kekosongan ilmu dari aktivitas literasi.

 

Dalam Islam, ilmu menjadi keutamaan yang seharusnya diperhatikan kaum muslimin. Terdapat begitu banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan ilmu, di antaranya yang diriwayatkan Imam Bukhari:

 

عَنْ ابْنِ اَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ مِنْ اَسْرَاطِ السَّاعَةِ ايُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَسْبُتُ الْجَهْلُوْ وَيُسْرَبُ الْخَمْرُ وَيَظْهَرُازِّنَا

 

Artinya: Dari Anas RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebagian dari tanda-tanda kiamat adalah dihilangkannya ilmu, ditetapkannya kebodohan, diminumnya khamer, dan nampaknya perzinaan. (Shahih Bukhari, hadits nomor 80).

 

Dalam hadits lainnya juga dijelaskan keutamaan bagi para pencari ilmu:

 

إنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضاً بِما يَطْلُبُ (رواه الطيالسى عن صفوان بن عسال)

 

Artinya: Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada penuntut ilmu karena ridla kepada apa yang dituntutnya. (HR Thayaalisi dari Shafwan bin ‘Asal, kitab Al-Jami’us Shaghier, hadits nomor 2123).

 

Mencari ilmu dalam Islam dianjurkan melalui strategi pembelajaran dalam proses literasinya, yaitu secara rabbani, bertahap. Hal ini sesuai hadits berikut:

 

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ وَيُقَالُ الرَّبَّانِيُّ الَّذِيْ يُرَبِّيْ النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ

 

Artinya: Ibnu Abbas berkata: Jadilah kamu semua itu golongan rabbani, penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum-hukum agama). Yang dimaksudkan ‘rabbani’ ialah orang yang mendidik para manusia dengan mengerjakan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar). (Shahih Bukhari, 68).

 

Dikaitkan sejarah, anjuran mencintai literasi telah dikisahkan saat peristiwa turunnya wahyu pertama pada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadlan yang dikenang sebagai Nuzulul Qur’an. Pada 2021 yang mana peringatan tersebut jatuh pada 29 April, merupakan reminder pentingnya ‘membaca’, sesuai ayat pertama surat Al-Alaq, yaitu ‘iqra’ yang artinya adalah ‘bacalah’. Dengan demikian, kata ‘bacalah’ dalam hal ini menunjukkan pentingnya mendapatkan ilmu dan wawasan dari kemampuan membaca sesuatu hal.

 

Penguatan literasi dan ilmu, seharusnya tidak terbantahkan lagi sebagai pondasi penyelamatan generasi masa depan bangsa dari lost generation akibat penurunan kualitas pendidikan selama pembelajaran daring. Momentum hari buku sedunia seharusnya menjadi brainstorming semua warga negara agar memperkuat penanaman cinta literasi generasi Z (kelahiran 1995-2012), terutama bagi anak-anak yang masih mengenyam pendidikan SMP, SD dan TK.

 

Peran penting generasi yang lebih dewasa, terutama Generasi Y atau Millenial Generation (kelahiran 1977-1994) dan Generasi X (kelahiran 1966-1976) melakukan internalisasi cinta literasi di era digital. Ini akan menjadi hal signifikan penyelamatan ilmu bangsa. Kepedulian semua kalangan agar era digital menopang penguatan literasi, tentunya menjadi momentum upaya sustainability kemerdekaan negeri ini, yaitu kemerdekaan dari kebodohan dan dangkalnya ilmu.

 

Lia Istifhama adalah Sekretaris MUI Jawa Timur.

 


Editor:

Opini Terbaru