• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Opini

Hati sebagai Sentral Pendidikan menurut Hadratussyeikh

Hati sebagai Sentral Pendidikan menurut Hadratussyeikh
KH M Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim) atau Hadratussyeikh. (Foto: NU Online)
KH M Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim) atau Hadratussyeikh. (Foto: NU Online)

Oleh: Firdausi (Wakil Sekretaris MWCNU Pragaan, Sumenep)

 

KH M Hasyim Asy'ari atau Hadratussyeikh adalah salah satu keturunan ulama terkemuka dari Demak Jawa Tengah. Asal usul keturunannya tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. 

 

Hadratussyeikh dikenal sebagai ulama yang mengikuti kebiasaan para pendahulunya, yaitu melanglangbuana di berbagai pesantren atau dalam bahasa Jawa ‘luru ilmu kanti lalaku’ atau mencari ilmu adalah dengan berkelana atau santri kelana.

 

Di bidang literasi, mbah Hasyim, sapaan akrab lainnya sangat gandrung terhadap beragam ilmu pengetahuan dan gemar menulis. Salah satu karya monumentalnya yang berbicara tentang pendidikan adalah Adab al-Alim wa al-Muta'allim fima Yahtaj Ilahi al-Muta'allim fi Ahwal Ta'allumiah wa ma Yatawaqqaf al-Mu'allim fi  Maqamat Ta'limiah (Zuhri, 2010).

 

Untuk memahami pokok pikiran dalam kitab tersebut perlu diperhatikan latar belakang ditulisnya kitab tersebut. Penyusunan karya ini didorong oleh situasi pendidikan yang saat itu mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat, dari kebiasaan lama (tradisional) yang sudah mapan dalam bentuk baru (modern) akibat sistem pendidikan Barat (imperialisme Belanda) yang diterapkan di Indonesia hingga sekarang.

 

Kecenderungan pemikiran mbah Hasyim mengetengahkan nilai-nilai estetis yang bernafaskan sufistik. Hal ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya, misalnya keutamaan menuntut ilmu. Ilmu yang sangat istimewa menurutnya adalah bagi orang yang benar-benar lillahi ta'ala.

 

Kecenderungan ini merupakan wacana umum bagi literatur-literatur kitab kuning yang tidak bisa dihindari dari persoalan-persoalan sufistik yang secara umum merupakan replika atas prinsip sufismenya Al-Ghazali (Hasyim Asy'ari, 1415).

 

Maka dari itu, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu:

1. Bagi peserta didik, hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu. Jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan melecehkan atau menyepelekannya.

2. Bagi pendidik dalam mengajarkan ilmu, hendaknya meluruskan niat terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.

 

Dari penjelasan di atas, mbah Hasyim tidak memberikan definisi secara khusus tentang pengertian belajar. Dalam hal ini yang menjadi titik tekannya adalah pada pengertian belajar yang merupakan bagian dari ibadah demi mencari ridha Allah SWT yang nantinya akan mengantarkan memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.

 

Pendidikan harus mampu mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan. Tetapi pendidikan hendaknya mengantarkan umat menuju kemaslahatan dan kebahagiaan dunia-akhirat.

 

Dengan demikian, pemikiran mbah Hasyim memposisikan hati sebagai sentral pendidikan. Penekanan hati ini dengan sendirinya membedakan corak pemikiran pendidikan progresivisme dan esensialisme.

 

Progresivisme menyatakan, bahwa sentral pendidikan adalah pikiran dan kecerdasan yang merupakan motor penggerak serta penentu arah kemajuan seseorang, serta menjadi penuntun untuk menghayati hingga menjalankan program. 

 

Sedangkan esensialisme menyatakan, bahwa materi utamalah yang menentukan dan menempatkan pikiran serta kecerdasan manusia. Materi itulah yang sekaligus menjadi unsur hakiki dalam sebuah perkemabangan peradaban dan kebudayaan.

 

Atas dasar klasifikasi tersebut, semakin jelas bahwa mbah Hasyim menempatkan corak pendidikannya sebagai corak yang bebeda dari corak-corak kependidikan yang lainnya, yakni tidaklah bercorak progres ataupun esensialis.


Editor:

Opini Terbaru