• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Metropolis

Jalan Berliku Para Polwan Memperjuangkan Jilbab

Jalan Berliku Para Polwan Memperjuangkan Jilbab
Ilustrasi polwan berjilbab. (Foto: Antara)
Ilustrasi polwan berjilbab. (Foto: Antara)

Surabaya, NU Online Jatim

Tanggal 1 September adalah hari lahirnya polisi wanita atau polwan. Berawal dari kesulitan anggota Kepolisian RI dalam melakukan pemeriksaan terhadap terperiksa wanita, maka kemudian pada 1 September 1948 wanita dibolehkan mengikuti SPN, awalnya di Bukittingi, untuk pertama kalinya. Sejak itu polwan berkembang dengan segala dinamikanya, termasuk soal penggunaan jilbab.

 

Polri secara resmi membolehkan polwan berjilbab berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kapolri Nomor: 245/III/2015 tanggal 25 Maret 2015 tentang perubahan atas sebagian SK Kapolri Nomor: SKEP/702/X/2005 tanggal 30 September 2006 tentang penyebutan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri. SK ditandatangani Wakil Kepala Polri saat itu, Komjen Badroddin Haiti.

 

Sebelum resmi diizinkan Polri, wacana polwan berjilbab selalu memantik polemik di tengah masyarakat. Mengutip Detik.com (Perjuangan Para Polwan Memperjuangkan Jilbab, 02 Desember 2013), wacana polwan berjilbab mulai ramai dibicarakan setelah Kepala Polda Jatim tahun 2009, almarhum Irjen Pol (Purn) Anton Bahrul Alam mengeluarkan edaran yang bersifat imbauan agar polwan di lingkungan Polda Jatim menggunakan jilbab.

 

Pada 2011, sekelompok polwan menggalang dukungan kepada masyarakat agar dapat menggunakan jilbab sebagai pelengkap seragam resmi saat bertugas. Mereka menggalang dukungan melalui Facebook dan direspons netizen secara massif.

 

Kendati mendapatkan dukungan masyarakat secara luas, namun Polri tak jua segera menanggapi itu. Malah, pada Juni 2013, Wakapolri saat itu, Komken Nanan Sukarna, melarang polwan mengenakan jilbab. Nanan beralasan larangannya itu untuk menjaga netralitas Polri. Bila ada polwan yang memaksa menggunakan jilbab diminta untuk pension dini.

 

Pernyataan Nanan tentu saja mengundang pro-kontra. Merespons itu, Polri pun mulai menimbang-nimbang. "Sedang dilakukan evaluasi, bagi mereka yang berkeinginan untuk mengenakan jilbab dalam pakaian dinas, akan diakomodir," kata Kabiro Penmas Mabes Polri saat itu, Boy Rafli Amar, dikutip dari Detik.com.

 

Pada November 2013, Kapolri saat itu, Jenderal (Purn) Sutarman, memberikan lampu hijau terkait pengenaan Jilbab. Di pertemuan dengan beberapa pimpinan media, mantan Kabareskrim itu mempersilakan polwan memakai jilbab. Menurut dia memakai jilbab merupakan hak asasi. Pernyataan Sutarman itu disambut baik. Polwan-polwan di daerah, di antaranya di Polres Sidoarjo, menyiapkan rancangan contoh jilbab polwan agar seragam.

 

Polemik tersebut sedikit mereda ketika Polri mengeluarkan surat edaran yang intinya membolehkan polwan yang beragama Islam menggunakan jilbab dalam bertugas. Wakil Kapolri saat itu, Komjen Oegroseno, membenarkan pihaknya mengeluarkan surat edaran terkait penggunaan jilbab di kalangan Polwan. Surat tersebut berisi mengenai ketentuan penggunaan jilbab nanti di lingkungan kepolisian.

 

Baru pada Maret 2015 Polri secara resmi mengizinkan polwan berjilbab tapi diatur soal model dan tatacara penggunaannya agar seragam. Akhirnya, sampai kini banyak ditemukan polwan-polwan yang beragama Islam bertugas dengan penutup kepala Islami, yakni jilbab.

 

Editor: Nur Faishal


Metropolis Terbaru