• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Metropolis

Jejak Ulama dan Santri Bangkitkan Nasionalisme di Surabaya

Jejak Ulama dan Santri Bangkitkan Nasionalisme di Surabaya
Gedung sekolah Nahdlatul Wathan yang masih kokoh berdiri di Jalan Kawatan VI/22 Surabaya. (Foto: viva.co.id)
Gedung sekolah Nahdlatul Wathan yang masih kokoh berdiri di Jalan Kawatan VI/22 Surabaya. (Foto: viva.co.id)

Surabaya, NU Online Jatim

Berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 jadi titik pijak sejarah kebangkitan nasional, yang sampai saat ini diperingati setiap tanggal tersebut. Ia kemudian menjadi spirit bersama, bukan semata tubuh pergerakan yang mewakili kelompok tertentu. Dalam sejarahnya, pergerakan melawan kolonialisme melibatkan seluruh elemen bangsa, termasuk ulama dan santri.

 

Di Kota Surabaya, KH Abdul Wahab Chasbullah (selanjutnya ditulis Mbah Wahab) dan konco-konconya merupakan salah satu bagian elemen pergerakan yang membangkitkan nasionalisme di kalangan masyarakat santri. Mengutip NU Online dalam Peran Ulama Pesantren dalam Membangkitkan Pergerakan Nasional, peran Mbah Wahab mengemuka sepulang dari menuntut ilmu di Makkah pada 1914 dan menikahi putri Kiai Musa dari Kertopaten, Surabaya, bernama Maimunah.

 

Tinggal di Surabaya, kala itu kiai muda asal Jombang itu secara intensif bergumul pemikiran dan intelektual dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya, seperti H.O.S Tjokro Aminoto dan dr Soetomo. Dari kalangan santri, Mbah Wahab juga bergandengan dengan  Kiai Ahmad Dahlan Kebondalem, Kiai Ridwan Abdullah Bubutan, Raden Panji Soeroso, arsitek Soenjoto, KH Mas Mansur, dan saudagar muslim terkenal kala itu, Haji Abdul Qahar.

 

Diskusi-diskusi tentang sosial politik dalam rangka membangkitkan semangat kebangsaan masyarakat untuk melawan kolonialisme kerap digelar. Jika tidak di rumah H.O.S Tjokroaminoto, kadang di rumah Kiai Ahmad Dahlan Ahyad Jalan Pegirian 220-222. Hingga kemudian Mbah Wahab dan konco-konconya memilih lajur pergerakannya melalui pendidikan. Bagi Mbah Wahab, membangkitkan nasionalisme masyarakat haruslah dengan cara meningkatkan pendidikan mereka.

 

Sekolah Nahdlatul Wathan

Mbah Wahab dan kawan-kawannya kemudian mendirikan sekolah Nahdlatul Wathan pada 1916. Gedung sekolah itu hingga sekarang masih ada, berada di Jalan Kawatan VI/22 Surabaya. Sampai sekarang, gedung Nahdlatul Wathan masih kokoh dan dipakai sebagai kegiatan belajar-mengajar.

 

“Nahdlatul Wathan secara resmi mendapat Rechtspersoon (badan hukum) dengan susunan pengurus KH Abdul Qahar sebagai direktur, KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai dewan pimpinan guru/keulamaan), dan KH Mas Mansur sebagai kepala sekolah,” tulis Wasid Mansur, pengajar UINSA yang aktif meneliti tokoh ulama pejuang bangsa, dalam Biografi KH Ahmad Dahlan Ahyad; Aktivis Pergerakan dan Pembela Ideologi Aswaja.

 

Mengutip viva.co.id dalam Kisah Santri Surabaya Melawan Penjajah lewat Lagu, di madrasah itulah nasionalisme ditanamkan kepada murid oleh Mbah Wahab dan kawan-kawan, dengan spirit keagamaan. Hal yang menarik, untuk menghunjamkan semangat kebangsaan pada jiwa murid, sebuah lagu berbahasa Arab dibikin dan dikenalkan Mbah Wahab kepada murid dan santrinya.

 

Judul lagu itu ialah Hubbul Wathan (Ya Lal Wathan) atau Cinta Tanah Air dan sekarang ditetapkan pemerintah sebagai lagu perjuangan nasional. Lagu itu selalu dinyanyikan ketika kegiatan belajar-mengajar di sekolah Nahdlatul Wathan akan dimulai. Lagu itu juga acap disisipkan di forum diskusi pemikiran yang digawangi Mbah Wahab, Tashwirul Afkar. 

 

NU Online (17 Agustus 2014) dalam Ya Lal Wathan, Lagu Patriotis Karya KH Wahab Hasbullah, mencatat, KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) pada satu kesempatan berkisah bahwa ketika belajar di Pesantren Tambak Beras, Jombang, setiap hari sebelum masuk kelas, murid-murid diwajibkan menyanyikan sebuah lagu yang diciptakan Mbah Wahab pada 1934. Syair Ya Lal Wathan yang kini populer itu disebut-sebut berasal dari riwayat Mbah Moen, sebagaimana diijazahkan mantan Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid.

 

Editor: Nur Faishal


Metropolis Terbaru