• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Tokoh

Kesan Mendalam terhadap Sosok Kiai Fuad Mun'im Djazuli

Kesan Mendalam terhadap Sosok Kiai Fuad Mun'im Djazuli
KH Fuad Mun’im Djazuli atau Kiai Fuad. (Foto: NU Online Jatim)
KH Fuad Mun’im Djazuli atau Kiai Fuad. (Foto: NU Online Jatim)

Banyak yang mengatakan, bahwa KH Fuad Mun’im Djazuli adalah putra yang paling mirip dengan ayahandanya, Kiai Ahmad Djazuli Usman. Sang ayah adalah pendiri Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri.

 

Selain kemiripan fisik, Kiai Fuad juga meneruskan pengajian kitab Fathul Qarib yang dibaca setiap bakda shalat Ashar. Entah apa rahasianya, mengapa pengajian kitab tersebut banyak dibaca sebakda shalat Ashar. Kiai Adlan Ali di Pesantren Tebuireng pun, membacakan kitab ini sebakda Asar. Pesantren Ploso memang memboyong segala sistem salafiyah Pesantren Tebuireng, sebelum tahun 1926. Termasuk sistem madrasah dan kelompok musyawarah, Raudlatuth Thalabah.

 

Kiai Fuad adalah putra keempat dari KH Djazuli dan Mbah Nyai Rodliyah. Sebenarnya Kiai Djazuli punya banyak putra, namun wafat saat masih Bayi. Putra Kiai Djazuli yang hidup hingga dewasa sebanyak enam putra. Merekalah yang meneruskan tongkat estafet melestarikan Pesantren Al-Falah.

 

Oleh santri Ploso, Kiai Fuad akrab disapa Yai Fu'. Dan keistikamahannya adalah mengaji kitab Fathul Qarib sehingga menjadi inspirasi bagi santri dan alumni. Kiai Fuad berpuluh tahun mengajar kitab fiqh ini. Tidak tebal memang. Namun pondasi fiqih yang kuat, perlu dimiliki oleh para santri. Agar berpegang teguh pada aturan syariat Islam.

 

Dalam satu tahun, dipastikan Kiai Fuad mengkhatamkan kitab Fathul Qarib. Sekali di luar Ramadlan, dan sekali kala mengaji 15 hari di bulan Ramadlan.

 

Penulis mengikuti pengajian Kiai Fuad mulai tahun 2003 hingga tahun 2006. Setiap bakda Ashar, Kiai Fuad selalu mengaji, membersamai ribuan santri. Mengendarai mobil Honda Stream maupun Kijang Innova. Keduanya berwarna biru. Berhenti mobil yang disopiri santri itu. Parkir di pintu selatan Pesantren Al-Falah. Samping komplek Hasanuddin. Entah mengapa mobil Kiai Fuad banyak yang berwarna biru. Bila tidak hanya kebetulan, penyuka warna biru kebanyakan adalah orang yang perhatian dan peka terhadap hal-hal kecil secara detail.

 

Langkah tegap Kiai Fuad, berjalan di tengah para santri yang menunduk takdzim, pastilah terpatri dalam memori semua santri Ploso. Dalam keadaan hujan deras sekalipun, Kiai Fuad tetap rawuh. Dengan dipayungi santri. Langsung bergegas meniti titian, dan duduk di teras masjid. Menghadap kiblat, sementara para santri mengelilinginya.

 

Sebakda jamaah Ashar, para santri yang mengikuti pengajian kitab Sahih al-Bukhari yang dibacakan Kiai Huda, bergegas menuju pendopo. Ndalem kasepuhan Pesantren Al-Falah. Sementara yang mengaji kitab Fathul Qarib, telah siap menunggu kehadiran Kiai Fuad. Santri yang bertugas membawakan kitab dan mengecek kesiapan mik dan kipas angin, telah hadir terlebih dahulu. Semua berusaha mendekat. Mencari tempat terdekat dengan Kiai Fuad. Bagai orang dahaga mendekati telaga. Ya, memang Kiai Fuad adalah salah satu oase ilmu di Pesantren Al-Falah.

 

Sesekali saya mencuri pandang kala Kiai Fuad memberi makna kitab. Melihat wajah ulama merupakan kebahagiaan yang besar bagi seorang santri. Berada pada jarak terdekat, dengan tetap menjaga diri. Agar terap takdzim pada kiai.

 

Suara Kiai Fuad memang tegas. Pernah di sela pengajian, menyatakan, agar para santri bersikap tegas. Termasuk dalam bersuara. Karena orang yang salah tapi tegas, akan lebih dipercaya daripada orang yang benar namun tidak tegas.

 

Kiai Fuad memang murah senyum. Selalu menjelaskan takbir atau teks kitab dengan senyum mengembang. Kiai Fuad senang berbaju batik. Dengan serban yang selalu dibawa.

 

Kiai Fuad menjelaskan kitab Fathul Qarib dengan membawa kitab hasyiah al-Bajuri. Setiap ada isim isyarah atau rujuk dalam kitab Taqrib, senantiasa diartikan berbahasa Arab dengan redaksi dari kitab karya syaikh Ibrahim al-Bajuri tersebut. Kitab al-Bajuri adalah syarah atau penjabaran atas kitab Fathul Qarib. Sementara Fathul Qarib adalah syarah atas kitab Taqrib.

 

Kiai Fuad sering mengucapkan sebuah ungkapan berbahasa Arab. Bunyinya ‘Ta'ammalu wa tadabbaru ya ulil albab’. Ungkapan ini berarti hendaklah kita sebagai insan yang dianugerahi akal oleh Allah, menggunakan akal untuk memikirkan secara mendalam (angen-angen, taammul) dan mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Taammul dan tadabbur penting dalam memahami teks kitab, maupun memahami fenomena kehidupan sehari-hari.

 

Kiai Fuad memang jarang tampil di podium, memberi sambutan ataupun berpidato. Yang sering memberikan sambutan adalah kakak pertama dan kakak keduanya, yaitu KH Zainuddin Djazuli (Kiai Din) dan KH Nurul Huda Djazuli atau Kiai Dah. Kekompakan dan kerukunan keluarga Pesantren Al-Falah memang telah diketahui khalayak. Putra-putri Kiai Djazuli sering mengunjungi satu sama lain. Hadir pada suatu acara pun sering bersama.

 

Kiai Fuad tiap selesai membacakan kitab, sering mengungkapkan "sampun tam gus...". Ungkapan yang bermakna, penjelasannya telah purna. Ucapan gus ini bukan menyapa putra atau cucu kiai. Namun seluruh santri memang dipanggil gus oleh kiai Ploso. Sebuah ungkapan sayang dan perhatian dari sang kiai.

 

Kiai Fuad tercatat pernah mengampu kitab besar dan tebal. Pilihan mengistikamahi Fathul Qarib bisa dimaknai keteguhan untuk memberi pondasi yang kuat terhadap para santri akan pemahaman dasar fiqih. Pesantren Ploso sendiri terkenal dengan kajiannya yang mendalam akan literatur fiqih madzhab Syafii. Mulai musyawarah kitab Fathul Qarib, Fathul Muin hingga Fathul Wahhab.

 

Kiai Fuad mengaji Fathul Qarib hingga khatam selama 15 hari pertana bulan Ramadlan. Di tengah terik matahari selepas Dzuhur. Dalam keadaan berpuasa pula. Dan yang selalu dinantikan para santri, adalah kupon buka bersama bagi para santri selepas khataman Fathul Qarib.

 

Kiai Fuad dan juga kiai Ploso yang lain memiliki pemahaman mendalam akan literatur turats atau kitab kuning. Cuplikan kalimat panjang berbahasa Arab, nukilan syiir, banyak terucap dari lisannya yang mulia. Hasil dari kesungguhan belajar dan keseriusan muthalaah. Keramahannya terhadap santri, keseriusannya membersamai para santri mengaji, menjadi keteladanan nyata bagi santri dan alumni ma'hadil Falah.

 

Kiai Fuad telah dipanggil Allah. Pukul 03.00 dinihari hari ini. Merintis pesantren Nurul Falah, bagian dari Pesantren Al-Falah. Satu per satu kiai dipanggil Allah. Mautul alim mushibatun la tujbaru. Mautul alim, mautul alam.

Akhmad Taqiyuddin Mawardi adalah alumni Pesantren Al-Falah, Ploso Kediri dan kini tinggal di Jombang. 


Editor:

Tokoh Terbaru