• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Opini

Keutamaan Menghormati Umat Agama Lain

Keutamaan Menghormati Umat Agama Lain
Meski berbeda keyakinan, harus saling menghormati. (Foto: NOJ/TTr)
Meski berbeda keyakinan, harus saling menghormati. (Foto: NOJ/TTr)

Pada kesempatan ini marilah kita renungkan surat an-Nisa ayat 86:

 

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

 

Artinya: Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.

 

Firman Allah SWT di atas menjelaskan keutamaan menghormati orang lain, terlebih saat orang lain yang telah lebih awal menghormati kita. Dalam buku biografi KH Abdul Wahab Chasbullah yang ditulis H Choirul Anam, dijelaskan pengalaman KH Masykur Hasyim saat nyantri kepada Mbah Wahab.

 

“Suatu ketika saya ini santri usil, karena melihat ada warga keturunan (non-muslim) yang membawa material (semen) untuk disumbangkan ke pondok, saya bertanya ke beliau: Kiai dospundi kok ada warga Tionghoa ikut membantu pembangunan masjid pondok. Bukankah mereka itu orang kafir?"

 

Ternyata jawaban Mbah Wahab sederhana: "Gak opo-opo, Kur (H Masykur Hasyim, red.) soal kafir dan tidaknya menjadi urusan Allah. Bantuannya termasuk amal baik atau tidak itu juga terserah Allah. Kita sesama manusia harus saling menghormati, kita terima bantuan itu sebagai Bentuk penghormatan (atas kebaikan mereka)."

 

Jadi, Mbah Wahab itu meski ulama besar tidak mau menutup hubungan baiknya dengan warga keturunan. Karena itu, beliau sangat dihormati oleh warga keturunan saat itu.

 

Kisah tersebut tentunya menjadi pengingat bagi kita untuk tetap menghormati sesama manusia, meski memiliki latar belakang agama berbeda. Tatkala kita mendapat kebaikan, tentunya kebaikan yang sama kita balas, minimal dengan penerimaan bijak atas kebaikan tersebut.

 

Kisah tentang rasa menghormati sesama manusia dikisahkan juga oleh Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin yang diterjemahkan Ismail Ya’kub:

 

Satu ketika, seorang majusi minta bertemu pada Nabi Ibrahim AS. Lalu Nabi Ibrahim menjawab: Kalau kamu masuk Islam, niscaya aku pertemukan engkau (Nabi Ibrahim, red). Mendengar jawaban seperti itu, orang majusi itu kemudian pergi.

 

Maka Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Ibrahim: Hai Ibrahim! Engkau tidak memberi makan kepadanya, selain dengan mengubah agamanya. Dan Kami tujuh puluh tahun yang lalu, memberi makan kepadanya, di atas kekafirannya. Maka jikalau engkau pertemukan engkau semalam, niscaya apa yang ada atas engkau?

 

Atas wahyu tersebut, maka pergilah Nabi Ibrahim AS berusaha mencari orang majusi. Dan dimintanya kembali pertemuan yang diinginkan dia. Lalu orang majusi itu bertanya kepada Nabi Ibrahim AS: Apa sebab, pada apa yang nampak bagi engkau itu (keinginan bertemu)?.

 

Nabi Ibrahim AS. lalu menerangkan kepada orang majusi tadi, dan dia bertanya kepada Nabi Ibrahim: Adakah yang begini engkau mengadakan hubungan dengan aku? Kemudian orang majusi itu menyambung: Kemukakan kepadaku agama Islam!. Maka orang majusi itu pun masuk agama Islam sebagai awal hubungan antara dia dengan Nabi Ibrahim AS.

 

Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menganjurkan agar hablum minannas berjalan dengan sikap-sikap saling menghormati. Terlebih kaum muslimin dapat menjadi uswatun hasanah, sikap-sikap mulia sehingga menjadi panutan bagi kaum agama lain. Subhanallah.


Editor:

Opini Terbaru