• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Tokoh

KH Sadid Jauhari dan Rahasia Rezeki Barakah

KH Sadid Jauhari dan Rahasia Rezeki Barakah
KH A Sadid Jauhari, Pengasuh Pondok Pesantren Assunniyah, Kencong, Jember. (Foto: NOJ/MMt)
KH A Sadid Jauhari, Pengasuh Pondok Pesantren Assunniyah, Kencong, Jember. (Foto: NOJ/MMt)

Sahabat saya, Ustadz Ahmad Athoillah, pernah menulis di linimasa Fesbuknya. Dengan mengutip pendapat temannya, dia menulis: Kalau saya amati dan rasakan, apabila beberapa hari malas ngajar alif ba' ta' kepada anak-anak, maka rezeki saya jadi seret. Kalau aktif dan semangat ngajar, rezeki rasanya juga ikut lancar.

 

Bagi saya, ‘ilmu titen’ di atas sangat menarik. Jika dirasionalkan, tampak tidak masuk akal. Tapi jika diselaraskan dengan hakikat rezeki, ada benarnya.

 

Soal misteri rezeki ini, saya jadi ingat apa yang disampaikan oleh KH A Sadid Jauhari, Pengasuh Pondok Pesantren Assunniyah, Kencong, Jember. Beliau pernah bercerita:

 

Ada seorang ustadz yang mulai sering membolos ngajar karena kesibukan berdagang. Pada akhirnya, jam mengajarnya di pondok keteteran. Karena sering absen, dia izin ke pengasuh agar ‘istirahat mengajar’ selama beberapa bulan mendatang. Tujuannya, agar lebih fokus berdagang. Kiai mengizinkan walau berat hati.

 

Beberapa bulan kemudian, ustadz ini datang lagi. Kali ini curhat kalau usahanya malah kocar-kacir. Ekonomi mulai seret. Oleh kiai disarankan agar mengajar ngaji lagi. Saran dituruti.

 

Dan, ketika mengajarnya mulai istikamah, uniknya, bisnisnya malah jalan dan berkembang.

 

Jadi, laba memang dapat dari berdagang, tapi soal rezeki itu wewenang dari Allah. Jalurnya pun bermacam-macam. Kalau kita mendarmabaktikan waktu dan ilmu yang dimiliki untuk santri atau masyarakat dengan ikhlas, walaupun dengan bisyarah yang ‘apa adanya’ dengan tetap memiliki pekerjaan utama maupun sampingan, insyaallah rezeki bakal dicukupi.

 

Allah menjamin rezeki setiap hamba-Nya melalui jatah yang ditebar (ar-rizq al-maqsum). Untuk meraihnya ada tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu al-masy-yu (berjalan), al-intisyar (bertebaran) dan al-ibtigha' (mencari). Ketiga kunci ini ada para rumus baku. Apa itu? Kerja, kerja, kerja, meminjam istilah Pak Jokowi. Karena itu, tidak pantas bagi seorang muslim hanya ongkang-ongkang saja menunggu jatah rezekinya. Karena itu Sayyidina Umar pernah menegur sahabatnya yang tidak bekerja. Beliau bahkan menyitir surat Yusuf ayat 55, ketika Nabi Yusuf secara profesional mengajukan dirinya sebagai bendahara kerajaan: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.

 

Karena itu, wajib bagi seorang pengajar memiliki pekerjaan tetap, di samping kesibukannya sebagai pendidik. Pekerjaan sampingan yang ditekuni seorang guru tidak akan membuat muruahnya jatuh. Justru dengan memiliki pekerjaan tetap yang bisa menopang ekonominya, dia telah bertindak gentle! Walaupun kadangkala pekerjaan tersebut terasa remeh-temeh atau bahkan ‘hina’ di mata sesama manusia.

 

Setidaknya, pesan KH Maimoen Zubair ini tetap harus dijadikan patokan bagi para pendidik: Nak, kamu kalau jadi guru, dosen atau jadi kiai kamu harus tetep usaha, harus punya usaha sampingan biar hati kamu nggak selalu mengharap pemberian ataupun bayaran orang lain, karena usaha yang dari hasil keringatmu sendiri itu barokah.

 

Apa yang disampaikan Kiai Sadid dan Mbah Moen di atas juga selaras dengan yang pernah disampaikan oleh almaghfurlah KH A Zaini Syafawi, Pengasuh Pondok pesantren Mabdaul Ma'arif, Jombang-Jember, kepada saya, suatu ketika: Barokah itu muncul, antara lain, karena khidmah di wilayah tarbiyah.

 

Rijal Mumazziq Z adalah Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah (Inaifas) Kencong, Jember dan mahasiswa program doktor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 


Editor:

Tokoh Terbaru