• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Madura

Kiai A’la Paparkan Makna Tahun Baru Islam dan Kemerdekaan RI

Kiai A’la Paparkan Makna Tahun Baru Islam dan Kemerdekaan RI
Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdul A'la Basyir dalam acara refleksi HUT RI 76 oleh LTN NU Sumenep. (Foto: NOJ/F)
Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdul A'la Basyir dalam acara refleksi HUT RI 76 oleh LTN NU Sumenep. (Foto: NOJ/F)

Sumenep, NU Online Jatim

Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-76 pada 17 Agustus 2021 bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1443 Hijriyah. Menurut Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Abdul A’la Basyir, ada nilai dan makna yang sama terkandung dalam dua momentum besar tersebut.

 

"(Dua momentum bersejarah) Ini bukan secara kebetulan. Sebab, ada kemiripan dengan zaman Rasulullah SAW yang mendirikan Negara Madinah,” kata Kiai A’la saat berbicara dalam acara doa bersama dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1443 Hijriyah dan refleksi HUT RI ke-76 secara virtual dan disiarkan langsung channel YouTube TVNU Sumenep, Senin (16/08/2021) malam.

 

Indonesia, lanjut mantan Rektor UINSA Surabaya itu, dijajah sejak kedatangan Portugis pada tahun 1511 yang kemudian kian tercengkram ketika Belanda menduduki Indonesia pada tahun 1641. Bahkan, Belanda dan sekutunya sempat melakukan agresi lagi setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

 

“Mereka bukan sebagai tamu, tidak membantu kita. Selain memerangi anak negeri, mereka membawa kekayaan bumi Nusantara ke negerinya. Mereka memaksa penduduk negeri bekerja paksa, seperti yang dilakukan oleh VOC dan Jepang. Mujur ada ulama, ada Diponegoro pada abad ke-19,” ujar Kiai A’la.

 

“Beruntung ada Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Sebab jajaran ulama dan santri membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajah. Jika tidak percaya, di salah satu manuskripnya, ada tulisan hubbul wathan minal iman,” imbuh Wakil Pengasuh Pondok Annuqayah daerah Latee itu.

 

Nah, menurut Kiai A’la, kecintaan ulama kepada Indonesia itu sejalan dengan kecintaan Rasulullah pada Makkah dan Madinah. Mengutip KH Wahid Hasyim, ia menyampaikan bahwa Negara Madinah didirikan tidak hanya oleh kelompok Muslim, tapi bersama Nonmuslim dan suku dan bangsa lainnya.

 

Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang tersebut menegaskan, yang ada dalam sejarah berdirinya Madinah ialah nilai-nilai Islam. Sebab, Nabi datang ke Madinah tidak ingin mengislamkan mereka, tetapi memperkenalkan nilai-nilai toleransi dan memperkuat ukhuwah. Rasulullah memberikan kenyamanan, keamanan, dan hak yang sama walau pun berbeda agama dan suku.

 

“NU dari dulu tidak pernah memberontak pada pemerintah. Bahkan NU hadir menjadi penyangga NKRI di tengah pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1957. NU juga berjasa besar pada negara saat mempertahankan NKRI saat peristiwa G30SPKI 1965. Di tahun 1984 hampir semua orang kelompok pemuda Islam meminta pada NU agar tidak menjadikan Pancasila sebagai asas, tapi NU mengatakan bahwa asas itu dasar dan tidak bertentangan dengan Islam,” tandas Kiai A’la.

 

Editor: Nur Faishal


Madura Terbaru