• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 23 April 2024

Rehat

Kisah Nabi Muhammad dan Sahabat saat Wabah Melanda

Kisah Nabi Muhammad dan Sahabat saat Wabah Melanda
Rasulullah mengajarkan apa yang harus dilakukan saat wabah melanda. (Foto: NOJ/MDn)
Rasulullah mengajarkan apa yang harus dilakukan saat wabah melanda. (Foto: NOJ/MDn)

Pemerintah telah berupaya keras demi memastikan bahwa wabah ataupun pandemi segera berakhir. Dan cerita berikut dapat menjadi rujukan bagaimana sikap yang dilakukan Rasulullah kala wabah melanda. Kendati telah berangsur membaik, wabah virus Corona menimbulkan dampak pada fisik maupun mental. Baik orang tua, dewasa, remaja, maupun anak-anak tentu merasakannya. 
 

Penyakit fisik sudah pasti juga berdampak kepada kesehatan jasmani seseorang. Sedikit atau banyak, hal itu juga berpengaruh kepada kesehatan mental atau rohani seseorang. 
 

Pandemi atau wabah penyakit bukan baru terjadi sekarang saja. Sejak zaman dahulu, bahkan sejak masa para Nabi, umat manusia sudah pernah mengalaminya. Pada masa Nabi Muhammad baru hijrah ke Madinah, ternyata kota tersebut berwabah penyakit. Wabah di Madinah dicirikan dengan demam tinggi yang dapat mengancam jiwa.   
 

Imam Jalauddin As-Suyuthi mengisahkan dalam kitabnya tentang kondisi Madinah yang berwabah: Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Aisyah: Kami datang ke Madinah, sedangkan pada saat itu Madinah paling banyak wabahnya. 

  

Juga disebutkan dari hadits Al-‘Uraniyyin bahwa mereka berkata: Wilayah ini berwabah. Pada masa pemerintahan Umar, wilayah ini telah dilanda wabah dan banyak orang meninggal. Namun, wabah yang melanda bukanlah thaun. (Imam Suyuthi, Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Tha’un [Damaskus: Darul Qalam], tanpa tahun, halaman: 149).   
 

Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab Ar-Rahîqul Makhtûm yang terkenal menceritakan: Aisyah berkata: Tatkala Rasulullah sudah tiba di Madinah, sementara Abu Bakar dan Bilal merintih kesakitan (karena merasakan demam tinggi akibat wabah di sana), aku segera menemui keduanya dan bertanya: Wahai ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal bagaimana keadaanmu?   Biasanya jika Abu Bakar terkena demam tinggi, maka dia menjawab dengan sebuah syair: Kala pagi setiap orang bisa berkumpul dengan keluarga, padahal kematian lebih dekat daripada tali terompahnya. Bilal juga menjawabnya dengan cara bersyair. Ketika demamnya agak mereda, ia pun melantunkan syair yang isinya berbeda dengan Abu Bakar. Bilal lebih memilih meluapkan kerinduannya pada Kota Makkah. 
 

Suasana Kota Makkah yang memiliki rumput idkhir (sejenis rumput beraroma wangi dan berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit), sejenis serai wangi serta tanaman jalil membuat Bilal merasa memiliki harapan akan sembuh dari sakitnya. Luapan kerinduan dalam bait-bait syairnya merupakan pelepasan kecemasan dan meningkatkan motivasi agar kelak setelah sehat Beliau bisa melihat Kota Mekkah kembali. Ia pun bersyair: Masih adakah kemungkinan bagiku tinggal semalam saja di sebuah lembah di Makkah sana dikelilingi oleh idkhir dan jalil? Masih mungkinkah aku meneguk air di majannah atau memandang bukit Syamah dan Thafil? (Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiiqul Makhtuum, Dar Ihyait Turats, 1976: halaman: 157)   
 

Setelah mendapatkan respons tersebut, Aisyah mengerti bahwa kedua sahabat Nabi itu memang mengalami keadaan sakit yang parah, tetapi mereka justru berusaha meringankan penderitaannya dengan bersyair. 
 

Bagi orang Arab, bersyair tidak hanya menunjukkan keterampilan berbahasa dan intelektual, tetapi juga menjadi penyaluran ekspresi isi hati dan jiwa. Ungkapan yang keluar dari syair kedua sahabat Nabi itu mengandung seni dan kreativitas berpikir yang positif. Syair tersebut mengandung kepasrahan dan tawakal sekaligus pengharapan akan keadaan yang lebih baik.   
 

Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Ar-Rahiiqul Makhtuum melanjutkan kisahnya sebagai berikut:   Aisyah berkata: Lalu aku mendatangi Rasulullah dan mengabarkan keadaan itu. Maka Nabi bersabda: Ya Allah, buatlah kami mencintai Madinah ini seperti cinta kami kepada Mekkah atau bahkan lebih banyak lagi. Sebarkanlah kesehatan di Madinah, berkahilah ukuran dan timbangannya, singkirkanlah sakit demamnya dan sisakanlah air padanya. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).   
 

Komunikasi antara Aisyah dengan Nabi menunjukkan adanya upaya mencari pengobatan untuk ketenangan jiwa maupun kesehatan fisik. Saat itu, Aisyah menyadari bahwa kondisi genting seperti demam tinggi akibat wabah penyakit bisa diobati dengan doa Nabi. Sebagai anak dari Abu Bakar, Aisyah tentu khawatir dengan kondisi ayahnya. Namun, pikiran positif mengarahkannya untuk berikhtiar optimal dengan menyampaikan kondisi tersebut kepada Nabi.   
 

Doa merupakan salah satu media pengobatan islami dan bisa dimintakan dari Nabi maupun orang saleh. Orang yang didoakan oleh Nabi terjamin mendapatkan ketenangan jiwa dengan sebab optimisme pengabulan doa sebagai berkah dari keterlibatan Nabi yang mulia. 
 

Inilah salah satu peran Nabi sebagai thibbil qulub wa dawaiha atau pengobat hati dan jiwa serta penawar penyakitnya.   Itulah gambaran sebagian sahabat-sahabat Nabi yang merupakan orang dewasa yang terkena wabah di Madinah. Penyakit dan tempat yang baru ditambah wabah yang melanda membuat fisik dan jiwa mereka tertekan. Nabi mendoakan agar penduduk seluruh kota diberikan kesehatan dan keberkahan. 
 

Bahkan secara khusus beliau mendoakan agar para sahabat yang baru hijrah tidak saja dikaruniai kesehatan dan sembuh dari demam, melainkan juga diberi kecintaan kepada kota tersebut. Hal itu dilakukan karena di kota itulah Nabi Muhammad bersama para sahabat akan tinggal dan berjuang.
 

Kecintaan para sahabat yang selalu menyertai Nabinya berbalas doa agar mereka mencintai Madinah sebagai tempat tinggal baru sebagaimana Mekkah sebagai tempat tinggal yang lama. Setelah dipanjatkannya doa itu, mereka pun optimis akan dilimpahi dengan ketenangan dan akhirnya mendapatkan kesehatan jasmani maupun rohani di Madinah sebagai tempat tinggal yang baru.
 

Bagaimana dengan kondisi anak-anak pada waktu itu? Secara umum, anak-anak punya dunia sendiri yang penuh dengan keceriaan dan permainan, mereka tetap bermain dengan kawan-kawannya meski wabah melanda. Kedatangan Nabi Muhammad  seolah menjadi magnet bagi anak-anak. Tidak lupa, Nabi juga menyapa mereka dengan bahasa yang lembut sehingga anak-anak kecil juga merasa senang dengan kehadirannya.
 

Sebagaimana yang dikisahkan oleh para sejarawan muslim, ketika Nabi datang ke Madinah. Rumah yang akan ditinggali adalah milik sahabat Abu Ayyub al-Anshari. Sebelum masuk, Nabi menyapa gadis-gadis cilik Bani Najar, yang tak lain adalah kerabat-kerabat dekatnya. Mereka bersenandung merayakan kedatangan Nabi, menabuh rebana dengan riang. Baginda Nabi tampak bahagia dengan sambutan ini. Beliau menebar senyum kepada gadis-gadis cilik itu.   
 

“Apakah kalian menyukaiku?” tanya Nabi. “Ya, demi Allah, wahai Rasulallah,” suara mereka jernih dan polos. “Allah Maha Mengetahui hatiku sangat mencintai kalian,” Nabi menimpali (Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, Fiqih Sirah Nabawiyah, [Damaskus: Darul Fikr], 1991: 199)   
 

Demikianlah, cinta anak-anak kecil di Kota Madinah yang tulus kepada Nabinya berbuah balasan cinta dari Nabi Muhammad. Kegembiraan itu menutupi kesedihan akibat duka dari dampak penyakit wabah yang sedang melanda. Dengan kegembiraan yang didasari rasa cinta yang suci kepada Nabi, kehidupan mereka pun berubah menjadi ceria berbalut keberkahan.   
 

Aisyah pun yang saat itu masih anak-anak tidak luput dari demam tinggi setelah berada di Madinah. Tingginya demam yang dialami membuat rambutnya rusak. Sebagai anak-anak, Aisyah bermain kembali bersama kawan-kawannya setelah kondisi kesehatannya membaik yang ditandai dengan tumbuhnya rambut yang semula rusak di kepala. 
 

Namun, berkat pengalaman spiritualnya yang terdahulu ketika mengabarkan sakit ayahandanya maupun sahabat Bilal, ia yakin, tetap tenang dan ceria karena merasakan mendapatkan bagian dari doa Nabi.   


Editor:

Rehat Terbaru