• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Opini

Kotak Amal dan Fenomena 'Mengemis' Atas Nama Tuhan

Kotak Amal dan Fenomena 'Mengemis' Atas Nama Tuhan
Kotak amal di sejumlah tempat ternyata ada yang digunakan untuk terorisme. (Foto: NOJ/NVc)
Kotak amal di sejumlah tempat ternyata ada yang digunakan untuk terorisme. (Foto: NOJ/NVc)

Temuan polisi tentang 20 ribu kotak amal yang disebar di 12 provinsi untuk tujuan pengumpulan dana terorisme adalah menguak fenomena lama yang ada yaitu ‘mengemis’ atas nama Tuhan. Pengumpulan dana untuk kepentingan keagamaan ini lumrah terjadi di Indonesia. Di tengah keberagaman secara simbolik yang semakin kuat, maka kebutuhan dana atas simbolisme beragama juga semakin terlihat.

 

Indikatornya bisa dilihat dari 2 hal; kotak amal yang semakin mudah terlihat dan penggalangan dana bermotif keagamaan, juga semakin masif terlihat di sepanjang jalan, terutama di jalan antar provinsi dan di jalan-jalan pedesaan di Indonesia.

 

Walau semua bahsul masail pondok pesantren seluruh Jawa dan Madura mengharamkan penggalangan dana di jalan, mereka tetap saja beroperasi dan dengan bebas memakai narasi keagamaan untuk tujuan tersebut; Tuhan dan surga adalah kata indah yang membuai.

 

Ada yang alasan pembangunan dan renovasi tempat ibadah dan ada pula yang alasan untuk anak yatim serta pondok pesantren. Modus operandi lain yang dipakai adalah berjalan meminta-minta dari rumah ke rumah dan dari pintu ke pintu.  Peran RT/RW atau perangkat desa seakan tidak berdaya melawan daya jelajah mereka itu.

 

Aturan penggalangan dana itu sebenarnya sudah ada, baik di tingkat dinas sosial, pemerintah daerah, bahkan di tingkat kampung. Tapi dari sekian itu, bagi penggalang dana door to door itu hanya security perumahan yang mampu menghalaunya.

 

Tidak adanya tindakan yang tegas atas mereka yang beroperasi tanpa ijin tersebut membuat penyalahgunaan gunakan nama Tuhan terus menerus terjadi. Apalagi masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mudah kasihan yang mudah terenyuh hatinya jika nama Tuhan dibawa-bawa.

 

Jadi wajar saja jika ada lembaga yang menggunakan narasi keagamaan untuk menyokong tujuan kontra damai mereka.

 

 

Iksan Kamil Sahri adalah Direktur Lembaga Penelitian Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fithrah, Surabaya dan Aktivis PW Lakpesdam NU Jawa Timur.


Editor:

Opini Terbaru