• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Metropolis

Lebih Dekat dengan KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum Terpilih MUI Pusat

Lebih Dekat dengan KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum Terpilih MUI Pusat
KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum MUI Pusat. (Foto: NOJ/ Istimewa)
KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum MUI Pusat. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Surabaya, NU Online Jatim

KH Miftachul Akhyar telah terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat untuk periode lima tahun kedepan.  Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) ini resmi menjadi orang nomor satu di MUI Pusat berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) X MUI yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (26/11) malam.


Lalu siapa sebenarnya Kiai Miftah ini? Dan seperti apa kiprahnya selama ni? Dua pertanyaan ini lumrah muncul bagi kalangan di luar nahdliyin. Apalagi saat ini perbincangan di media social masih ramai tentang keterpilihan KH Miftah.

 

Tapi, bagi warga NU sosok Kiai Miftah sudah familiar. Sebab, beliau adalah pimpnan tertinggi di NU. Yakni sebagai Rais Aam PBNU sejak KH Ma’ruf Amin menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.

 

Kiai Miftah adalah Pengasuh Pesantren Miftahussunnah, Kedung Tarukan, Pacarkembang, Tambaksari, Surabaya. Ia adalah putra Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Rangkah KH Abdul Ghoni. Ia lahir tahun 1953, anak kesembilan dari 13 bersaudara.

 

Di NU ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Surabaya 2000-2005, Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2013, 2013-2018 dan Wakil Rais Aam PBNU 2015-2020 yang selanjutnya didaulat sebagai Pj. Rais Aam PBNU 2018-2020, di Gedung PBNU, Sabtu (22/9/2018).


Menurut catatan PW LTNNU Jatim Ahmad Karomi sebagaimana dilansir NU Online (Sabtu 22 September 2018 pukul 22:52 WIB), genealogi keilmuan KH Miftachul Akhyar tidak diragukan lagi.

 

Ia tercatat pernah nyantri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri (Jawa Timur), Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah, dan mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki Al- Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia.

 

Masih menurut Karomi, penguasaan ilmu agama KH Miftachul Akhyar ini membuat kagum Syekh Masduki Lasem sehingga ia diambil menantu oleh oleh kiai yang terhitung sebagai mutakharrijin (alumnus) istimewa di Pondok Pesantren Tremas.


Kemudian KH Miftachul Akhyar mendirikan Pondok Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan mulai dari nol. Awalnya ia hanya berniat mendiami rumah sang kakek, tetapi setelah melihat fenomena pentingnya "nilai religius" di tengah masyarakat setempat, maka mulailah beliau membuka pengajian.

 

Apa sebab? “Konon, kampung Kedung Tarukan terkenal sejak lama menjadi daerah yang tidak ramah pada dakwah para ulama. Namun berkat akhlak dan ketinggian ilmu yang dimiliki KH Miftachul Akhyar, beliau berhasil mengubah kesan negatif itu sehingga kampung yang "gelap" menjadi "terang dan sejuk" seperti saat ini dalam waktu yang relatif singkat,” tulis Karomi.

 

Kesederhanaan KH Miftachul Akhyar, menurut Karomi, yang terekam dengan jelas adalah bentuk penghormatan terhadap tamu. Kiai Miftah tidak segan-segan menuangkan wedang dan menyajikan cemilan kepada tamunya. “Akhlak ini beliau dapat dari ayahandanya, KH Abdul Ghoni,” lanjut Karomi.

 

Karomi mengutip penuturan Gus Tajul Mafakhir, bahwa ayah KH Miftachul Akhyar merupakan karib KH M Usman Al-Ishaqi Sawahpulo saat sama-sama nyantri kepada Kiai Romli di Rejoso, Jombang. Terlebih lagi saat sang ayah nyantri kepada Kiai Dahlan Ahyad Kebondalem sang pendiri MIAI dan Taswirul Afkar. “Tepatlah kiranya pepatah mengatakan: "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya".

 

 

KH Abd Ghoni dalam pandangan Abah Thoyib Krian merupakan salah satu kiai ampuh yang ditutupi oleh keindahan akhlak. Acapkali KH Abd Ghoni mengadukkan wedang, menyuguhkan dan mempersilahkan kepada tamunya. Nah, "lelaku sae" inilah yang oleh KH Miftachul Akhyar tetap dilestarikan,” tulis Karomi.
 


Editor:

Metropolis Terbaru