• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Opini

Memaknai Tongkat dan Tasbih Syaikhana Cholil bin Abd Latif

Memaknai Tongkat dan Tasbih Syaikhana Cholil bin Abd Latif
Makam Syaikhana Cholil bin Abd Latif (Mbah Cholil) di Bangkalan. (Foto: RM/Istimewa)
Makam Syaikhana Cholil bin Abd Latif (Mbah Cholil) di Bangkalan. (Foto: RM/Istimewa)

Oleh: Firdausi
 

Tongkat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sepotong bambu, rotan, kayu, yang agak panjang untuk menopang atau pegangan ketika berjalan, menyokong dan sebagainya. Dalam bentuk fisiknya tidak pasti lurus, ada juga yang sedikit melengkung atau bengkok. Namun tongkat juga memiliki fungsi beragam. Ada yang dipergunakan sebagai alat bantu menunjuk jalan bagi orang buta, bahkan sebagai penyangga tubuh saat di usia renta. Ada juga tongkat yang mengandung mukjizat seperti yang dimiliki Nabi Musa AS dan pula potensi mistik sebagaimana tongkatnya Bung Karno, bahkan tongkat Syaikhana Cholil bin Abd Latif (Mbah Cholil) yang diberikan kepada KH M Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim) yang memiliki kekuatan luar biasa.

 

Tongkat disimbolkan huruf alif wahdaniyatullah. Hal itu bisa diartikan orang yang berumur 40 tahun ke atas, harus berpegang teguh kepada wahdaniyatullah. Sebaliknya jika kita melihat seorang musafir dipastikan memegang tongkat. Selain penguat perjalanan, tongkat bisa difungsikan untuk keamanan jika ada binatang buas yang berbahaya. Lebih-lebih sang musafir menggunakannya sebagai pijakan dalam mendalami ilmu rasa.

 

Tongkat memiliki filosofi mendalam. Karena dalam sejarah, tongkat merupakan kebiasaan Rasulullah SAW, para nabi, sahabat, tabi'in, hingga para waliullah dan ulama. Jadi, tongkat menjadi benda yang sangat dekat dalam mensyiarkan agama Islam dan merupakan sunnah nabi seperti Rasulullah SAW, Musa, Ibrahim, dan Khidir AS.

 

Tongkat Mbah Cholil
Tongkat itulah juga andil dalam perjuangan Mbah Hasyim menata dan mengembangkan NU pada periode awal. Dengan demikian, tongkat yang diberikan oleh Mbah Cholil kepada Mbah Hasyim menyimbolkan kewalian dan keulamaan.

 

Dalam tradisi NU, tongkat masih menjadi simbol kultural keagamaan yang kuat dan penuh aura. Sering kita jumpai kiai NU memakainya, faktanya bisa kita lihat saat khatib memegang tongkat saat manaiki mimbar sebelum memberikan khutbah Jumat. Itulah salah satu keteguhan sikap NU memelihara tradisi kuno yang diposisikan sebagai wujud energi kesadaran dalam mematangkan nilai-nilai para leluhur.

 

Kalau tongkat Nabi Musa AS membelah lautan, tongkat Bung Karno mampu membentengi dari serangan penjajah, maka tongkat Mbah Cholil yang diberikan kepada Mbah Hasyim telah menjadikan NU tegak dalam kesejarahan sosio-keumatan (Abdurrahman Wahid, 1995).

 

Secara simbolik, tongkat bermakna ajaran ideologi moral. Hakikat tongkat bagi warga NU adalah al-Quran, hadits, ijma', dan qiyas. Jika warga NU betul-betul memahami dan bisa senyawa dengan kekuatan tongkat itu, maka tidak akan pernah mengalami kesesatan berpikir dan berideologi. Mereka akan tegar, kuat, dan mencari jalan keluar terhadap kebisingan ideologis.

 

Maksudnya, warga NU harus benar-benar berpegang teguh pada tongkat keulamaan sebagai nilai dan moral. Jika demikian, maka akan manjadi kader ulama dalam segala ruang, baik sosial-keagamaan, sosial-birokrat, sosial-ekonomis, hingga sosial-politik. Di sinilah tongkat keulamaan bagi kader NU, mati dengan membawa tongkat ulama NU berarti mati syahid. Sebab ulama adalah pewaris para nabi.

 

Makna Tasbih
Berbeda dengan tasbih, yang diibaratkan sebagai perjalanan hidup manusia yang terangkai dalam suatu kesatuan. Berawal dan berakhir pada satu titik yang sama, di mana titik tersebut diartikan Allah SWT.

 

Tidak bisa dikatakan satu butir tasbih, sama dengan kehidupan yang akan terasa indah dan sempurna jika telah melewati serangkaian suka, duka, derita, bahagia, gembira, gagal, bahagia, sukses, hingga pasang-surut kehidupan. Untuk melewati itulah dibutuhkan keberanian, kesabaran, kekuatan, dan perjuangan untuk terus meniti, berjalan atau mendaki seperti halnya tasbih yang melingkar. Maka seperti itu pula kehidupan. 

 

Ke manapun kita pergi dan berlari, tetap saja dalam lingkaran Allah SWT. Dari Allah SWT kehidupan dimulai dan kepada-Nya kehidupan ini kembali. Karena itulah tasbih identik dengan dzikir, puji-pujian untuk mengingat Allah SWT.

 

Tasbih dalam bahasa Indonesia diartikan untaian manik-manik yang dipakai untuk menghitung ucapan tahlil dan tahmid. Pengertian ini dikaitkan dengan keberadaan material tasbih yang berupa bulatan kecil melingkar dan sangat variatif bentuk, ragam, dan jumlahnya. Dalam bahasa Arab, tasbih menyucikan Allah SWT. Bertasbih bermakna menyebut nama-Nya, baik dalam sujud atau di luar sujud. Bertasbih bisa berarti berdzikir. Makhluk Allah SWT yang ada di semesta ini semuanya bertasbih setiap saat, termasuk tumbuhan sekalipun, seluruhnya bertasbih.

 

Wajar tasbih oleh warga NU dimaknai wakil jiwa yang selalu bergerak tiada henti, pantang menyerah dan tidak pernah berhenti, pantang menyerah dan tidak mengenal putus asa demi meraih dimensi yang lebih tinggi. Di setiap butiran tasbih mengandung butiran rasa, yaitu tentang kesenangan-kesedihan, gelap-terang, baik-buruk, dan banyak hal lagi tentang dua sisi yang selalu ada di dunia ini, sampai kita mencapai mahkota yang terlewati melalui butir demi butir lingkaran doa-doa, amalan-amalan dengan harapan bisa mencapai mahkota tasbih kebaikan atau hal-hal yang baik sesuai dengan harapan di atas dosa-dosa setiap manusia.

 

Lalu, apa kaitannya keberadaan tasbih yang diberikan Mbah Cholil kepada Mbah Hasyim. Masmuni Mahatma menguraikannya menjadi dua alasan

 

Pertama, pemberian tasbih itu bermakna anjuran atau nasihat. Artinya, meneguhkan kemantapan keyakinan dalam mendirikan dan mengembangkan NU. Mbah Hasyim dianjurkan terus bertasbih oleh gurunya kepada Allah SWT. Sebab niat dan cita-cita akan berwujud baik dan bisa melahirkan kemaslahatan kalau seiring dengan ridla-Nya. Lebih-lebih yang dicita-citakan adalah terbentuknya jamiyah.

 

Kedua, secara simbolik tasbih bermakna agar Mbah Hasyim benar-benar bisa menyatukan potensi-potensi keulamaan yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh demi menegakkan moralitas sosial keumatan yang lebih kuat dan tangguh. Butiran-butiran tasbih itulah yang diolah, dimatangkan, dan dikemas dengan baik oleh Mbah Hasyim sehingga diwujudkan oleh KH Ridlwan dalam betuk tali yang melingkar di antara bulatan bumi yang mengelilingi bintang-bintang kehidupan. Simbol tasbih juga berarti proses menyatukan umat dengan berbagai peran dan potensi kehambaannya.

 

Makna bagi NU
Jelas sudah, bahwa NU lahir dari kejayaan sebuah tongkat dan tasbih. Tongkat adalah lambang untuk menyangga, menopang, ketangguhan dalam perjuangan sosial keumatan. Adapun tasbih ialah simbol penopang dan peyangga spiritual kehambaan. Kalau tongkat diartikan simbol gerakan duniawi, maka tasbih adalah simbol gerakan ukhrawi. NU lahir untuk mentransformasikan nilai-nilai maupun spirit dua simbol tersebut.

 

Adalah Wakil Sekretaris Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan, Sumenep. 


Editor:

Opini Terbaru