• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Membaca Sejarah Penemuan Makam Sayyid Yusuf Talango

Membaca Sejarah Penemuan Makam Sayyid Yusuf Talango
Peziarah di makbarah Sayyid Yusuf Talango (Foto: istimewa)
Peziarah di makbarah Sayyid Yusuf Talango (Foto: istimewa)

Oleh: Firdausi*

Bagi warga NU yang ingin berwisata religi ke Sumenep, kurang lengkap jika tidak nyekar ke makbarah Sayyid Yusuf Talango yang konon makamnya tidak diketahui oleh siapa pun.

 

Jika yang hendak menuju ke makbarah Sayyid Yusuf, akan menyeberangi lautan dengan menggunakan perahu yang disediakan oleh dinas perhubungan. Letaknya berjakarak 11 kilo meter dari Kota Sumenep menuju pulau Talango.

 

Menurut cerita secara turun temurun, asal mula makam Sayyid Yusuf bermula pada tahun 1212 H atau 1791 M saat Raja Sri Sultan Abdurrahman Pakutaningrat beserta rombongan dan prajuritnya berangkat dari keraton demi menyebarluaskan agama Islam di Bali. Ketika sang raja menyudahi syiarnya di Pulau Dewata tersebut, akhirnya pulang ke Sumenep dengan berlabuh di pelabuhan Kalianget untuk bermalam akibat kelelahan. Saat bermalam, Sri Sultan terkejut melihat sinar yang sangat terang, seakan jatuh dari langit ke bumi di sebelah timur pelabuhan Talango.

 

Sri Sultan mengikuti sinar itu untuk mencari tanda jatuhnya sinar tadi walaupun masuk ke tengah hutan. Setibanya di titik sinar, Sri Sultan meyakini bahwa tempat ini adalah kuburan aulia. Seketika memberi salam, lalu tiba-tiba ada suara yang menjawab salam sang raja tanpa menampakkan wujudnya.

 

Untuk mengetahui suara tersebut, beliau bermunajat kepada Allah SWT hingga menemukan petunjuk yakni jatuhnya selembar daun sukun di pangkuan. Setelah diperhatikan daun tersebut tertulis tulisan Arab "Hadza Maulana Sayyid Yusuf bin Ali bin Abdullah Al-Hasani". Perlu diketahui, bahwa di area makbarah Sayyid Yusuf, para pezirah tidak akan menemukan pohon sukun  sebagaimana disampaikan Ustadz Umar Faruq.

 

Selanjutnya Sri Sultan memasang batu nisan dan diberi nama sebagaimana yang terdapat di daun sukun tersebut. Sebelum kembali ke keraton, raja menancapkan tongkat di dekat kuburan dan tongkat tersebut sampai sekarang menjadi pohon yang besar serta rindang untuk menaungi para pezirah. Hal ini seperti dikemukakan Habib Hasan beberapa tahun lalu.

 

Langkah berikutnya adalah raja memberi cungkup atau pendopo kecil pada makam. Tetapi hanya kuburan Sayyid Yusuf lah yang pindah dari sebelah timur dengan arti tidak menghendaki pemberian cungkup tersebut.

 

Menjelang satu tahunan, raja mendatangi lagi kuburan Sayyid Yusuf untuk membangun pendopo di sekitar kuburan serta membuat sumur di area makbarah. Tujuannya tidak lain untuk tempat istirahat para ziarah juga lokasi bersuci.

 

Selang kemudian, Sri Sultan membangun masjid, yang saat ini dikenal dengan nama masjid Jami' Talango yang konon oleh raja dijadikan pusat pengembangan agama Islam. Penegasan ini dikemukakan Ustadz Ediyanto.

 

Pada tahun 1986 di kawasan tersebut didirikan yayayasan pendidikan yang diberi nama Yayasan Asta Sayyid Yusuf yang orientasinya bergerak di bidang pendidikan. Lembaga yang dirintis adalah MI, MTs, dan MA dengan tujuan membantu masyarakat yang kurang mampu.

 

*Adalah Wakil Sekretaris Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan, Sumenep.
 


Editor:

Opini Terbaru