• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Rehat

Mencoba Memaknai Filosofi Klepon

Mencoba Memaknai Filosofi Klepon
Klepon bukan sekadar kudapan. (Foto: NOJ/cwk)
Klepon bukan sekadar kudapan. (Foto: NOJ/cwk)

Orang Jawa banyak memberikan 'pasemon' atau arti yang mendalam kepada setiap hal, termasuk dalam makanan. Hal tersebut memberikan pesan bahwa hidup jangan semata diisi dengan rutinitas, namun yang lebih penting adalah mengambil  dan menemukan makna yang tersirat.

 

Kalau diperhatikan dengan seksama, klepon yang sekarang ramai diperbincangkan lantaran dianggap sebagai makanan tidak islami, ternyata memiliki makna tersendiri dan merupakan petunjuk dalam laku hidup.

 

Menurut sebagian kalangan, klepon bermakna kanti lelaku pesti ono. Bahwa dengan laku atau hidup prihatin, pasti ada jalan keluar. Selanjutnya, klepon adalah lambang kelembutan, ketepatan, kesabaran, keuletan serta ketelitian. Mengapa pasal? Karena komposisi klepon harus tepat, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.

 

Kualitas klepon juga ditentukan oleh setiap komposisi bahan dasar yang dipilih. Ini memberikan makna kalau hendak lelaku, tidak boleh asal, ada syarat dan ketentuannya.

 

Makna klepon sendiri adalah bahwa hidup tidak cukup bermodal komposisi duniawi yang pas, tetapi juga butuh keuletan, kesabaran dan ketelitian.

 

Usai kudapan tersebut tersedia di depan kita, ‘pekerjaan’ belum selesai begitu saja. Cara makannya pun berbeda, yakni mulut harus 'mingkem' atau tertutup rapat, tidak boleh terbuka karena berakibat muncrat.

 

Kalau mau mendalami makna yang ada, maka hal ini memberikan artinya bahwa kita dituntut untuk menjaga saat berbicara supaya tidak menjadi masalah di kemudian hari. Bahwa perkataanmu adalah harimau bagi dirimu. Dan tidak sedikit lantaran salah ucap, pertemanan jadi bubrah dan tidak sedikit yang berujung di penjara.

 

Bahkan dalam tradisi masyarakat Jawa, kerap diingatkan agar menjaga perkataan dan bila tidak dilakukan, tentu saja akan berakibat membahayakan diri. Howo kang metu soko tutuk iro, ginowo sabdo kang malati.

 

Saat makan harus 'mingkem' agar kita bisa merasakan manisnya gula aren. Ini memberikan pesan bahwa untuk menemukan makna hidup, maka yang harus dilakukan adalah diam. Berikutnya, rasakan ke dalam diri, karena dengan demikian kita akan menemukan solusi hidup. 

 

Inilah sedikit pembelajaran hidup di dalam kudapan klepon yang mendadak viral dibahas di media sosial. Semoga menjadi renungan bersama.


Editor:

Rehat Terbaru