• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Mengapa Dianjurkan Shalat Sunah Rawatib?

Mengapa Dianjurkan Shalat Sunah Rawatib?
Shalat sunah rawatib sangat dianjurkan. (Foto: NOJ/RId)
Shalat sunah rawatib sangat dianjurkan. (Foto: NOJ/RId)

Sebagai Dzat Yang Maha Mencipta, Allah Maha Tahu akan kekurangan hamba-hamba-Nya. Karena itu, Dia senantiasa membuka ruang bagi mereka untuk memperbaiki dan menutupi kekurangan tersebut.

 

Demikian halnya dalam urusan shalat fardlu. Tahu akan kekurangan shalat fardlu yang mereka lakukan, Dia mensyariatkan shalat sunah pengiringnya.  

 

Itulah shalat sunah rawatib. Salah satu hikmahnya adalah sebagai penambal atau penyempurna kekurangan yang mungkin selalu terjadi di dalamnya.

 

Artikel diambil dariKeutamaan Shalat Sunnah Rawatib

 

Padahal, setiap muslim tahu bahwa amal shalat fardlu adalah amal hamba yang pertama kali dihisab, sebagaimana yang dikemukakan dalam hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah bersabda:

 

   إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ، فَإِنْ أَتَمَّهَا، وَإِلَّا قِيلَ: انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ الْأَعْمَالِ الْمَفْرُوضَةِ مِثْلُ ذَلِكَ  

 

Artinya: Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat fardlu. Itu pun jika sang hamba menyempurnakannya. Jika tidak, maka disampaikan: Lihatlah oleh kalian, apakah hamba itu memiliki amalan (shalat) sunah? Jika memiliki amalan shalat sunah, sempurnakan amalan shalat fardlu dengan amal shalat sunahnya. Kemudian, perlakukanlah amal-amal fardlu lainnya seperti tadi. (HR. Ibnu Majah).  

 

Dilihat dari redaksinya, hadits ini mencakup semua jenis shalat sunah, termasuk shalat sunah rawatib atau shalat sunah yang mengiringi shalat fardlu. Dengan demikian betapa pentingnya amalan shalat sunah.

 

 

Begitu pula shalat sunah rawatib. Sampai-sampai Imam Ar-Rafi‘i, pengikut madzhab Syafi‘i berfatwa, orang yang biasa meninggalkan shalat sunah rawatib layak ditolak kesaksiannya, karena dianggap menyepelekan sunah.  

 

وَقَدْ ذَكَرَ الرَّافِعِيُّ فِي الْكَلَامِ عَلَى الْمُرُوءَةِ أَنَّ مَنْ اعْتَادَ تَرْكَ السُّنَنِ الرَّوَاتِبِ وَتَسْبِيحَاتِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ رُدَّتْ شَهَادَتُهُ؛ لِتَهَاوُنِهِ بِالسُّنَنِ، فَهَذَا صَرِيحٌ فِي أَنَّ الْمُوَاظَبَةَ عَلَى ارْتِكَابِ خِلَافِ الْمَسْنُونِ تُرَدُّ الشَّهَادَةُ بِهِ مَعَ أَنَّهُ لَا إثْمَ فِيهِ.  

 

Artinya: Imam Ar-Rafi‘i menyebutkan dalam pembahasan tentang muruah bahwa orang yang biasa meninggalkan shalat-shalat sunah rawatib, tasbih rukuk, dan sujud, layak ditolak kesaksiannya karena dianggap menyepelekan sunah. Ini jelas bahwa melanggengkan diri melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perkara sunah menyebabkan ditolaknya kesaksian walaupun tidak ada dosa di dalamnya. (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Jawazir ‘an Iqtirafil-Kaba’ir, [Beirut: Darul Fikr], 1987, cet. pertama, jilid 2, hal. 318).  

 

Jumlah rakaat shalat sunah rawatib memang beragam, mengingat banyaknya riwayat tentangnya. Menukil riwayat Al-Bukhari dan Muslim, ulama Syafi‘i membaginya menjadi dua golongan: ada yang muakkad, ada yang ghair mu’akkad. Yang muakkad berjumlah sepuluh rakaat. Sisanya adalah ghair muakkad.

 

Sepuluh rakaat yang muakkad adalah:

 

(وَرَوَاتِبُ الْفَرَائِضِ) الْمُؤَكَّدَةِ (عَشْرٌ)، وَالْحِكْمَةُ فِيهَا تَكْمِيلُ مَا نَقَصَ مِنْ الْفَرَائِضِ فَضْلًا مِنْ اللَّه وَنِعْمَةً، وَهِيَ (رَكْعَتَانِ قَبْلَ الصُّبْحِ وَ) رَكْعَتَانِ قَبْلَ (الظُّهْرِ وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَ) رَكْعَتَانِ بَعْدَ (الْمَغْرِبِ وَ) رَكْعَتَانِ بَعْدَ (الْعِشَاءِ) لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ  

 

Artinya: Shalat sunah rawatib pengikut fardlu yang ditekankan adalah sepuluh rakaat. Hikmahnya adalah menyempurnakan kekurangan shalat fardlu sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Sepuluh rakaat tersebut adalah dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur, dua rakaat setelah magrib, dan dua rakaat setelah isya, karena ikut kepada riwayat Al-Bukhari dan Muslim. (Lihat: Asnal Mathalib fi Syarh Raudlatith-Thalib, jilid 1, hal. 202).  

 

Sedangkan sisanya adalah ghair muakkad, seperti tambahan dua rakaat sebelum dan setelah Dluhur, empat rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum Magrib, dua rakaat sebelum Isya.  

 

Di samping sebagai penyempurna shalat fardlu, shalat sunah rawatib juga memiliki keutamaan umum untuk mengantarkan seorang hamba kepada ridla Allah dan kenikmatan surga, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat An-Nasa’i dari Ummu Habibah berikut ini, meski terdapat sedikit perbedaan jumlah rakaat:

 

   ثِنْتَا عَشْرَةَ رَكْعَةً مَنْ صَلَّاهُنَّ، بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ، أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ الْعَصْرِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ  

 

Artinya: Dua belas rakaat yang ditunaikan seseorang maka sebuah rumah di surga akan dibangunkan untuknya, yakni empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur, dua rakaat sebelum ashar, dua rakaat setelah magrib, dan dua rakaat sebelum Subuh.  

 

Sementara keutamaan khusus yang dimiliki shalat sunah rawatib adalah empat rakaat sebelum dan setelah dhuhur, berdasarkan riwayat berikut:

 

   مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ  

 

Artinya: Siapa saja yang menjaga empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya, maka Allah mengharamkannya atas siksa neraka. (HR At-Tirmidzi).  

 

Masih dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan, empat rakaat sebelum shalat Ashar mengundang rahmat Allah SWT.

 

   رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا  

 

Artinya: Allah merahmati seseorang yang shalat sunah empat rakaat sebelum Ashar.  

 

Bahkan, ada shalat sunah rawatib yang menandingi kebaikan dunia dan isinya. Dialah shalat sunah fajar atau dua rakaat shalat sunah Subuh. Demikian yang disebutkan dalam riwayat Muslim dan At-Tirmidzi:

 

   رَكعَتَا الْفجْر خير من الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا  

 

Artinya: Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya.  

 

Sementara shalat sunah rawatib ghair muakkad dua rakaat sebelum shalat magrib dan sebelum shalat isya, dalilnya adalah:

 

   بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ )ثَلاَثًا( لِمَنْ شَاءَ  

 

Artinya: Di antara dua adzan itu ada shalat sunah (3 kali) bagi dia yang menghendaki. (HR Al-Bukhari).  

 

Kemudian, shalat sunah rawatib Jumat diqiyaskan kepada shalat Dluhur, baik dalam muakkad maupun ghair muakkad-nya, yakni dua rakaat muakkad sebelum dan setelahnya, dan dua rakaat ghair muakkad sebelum dan setelahnya, sebagaimana dalam riwayat Muslim:

 

   إذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا  

 

Artinya: Jika salah seorang kalian shalat Jumat, maka shalatlah setelahnya empat rakaat.  

 

Walhasil, shalat sunah rawatib memiliki keutamaan yang besar, baik yang muakkad maupun yang ghair muakkad. Antara lain menjadi penambal kekurangan shalat fardlu, pengundang ridla dan rahmat Allah, penanding kebaikan dunia, dan pengantar nikmat akhirat. Siapa pun yang ingin meraih sejumlah keutamaan itu, maka tunaikanlah tanpa melihat muakkad dan ghair muakkad-nya. Sebab, yang ghair mukkad pun memiliki keutamaan besar dan sayang sekali bila dilewatkan. Dalam keadaan sempit, sekurang-kurangnya adalah yang muakkad. Jangan pernah melewatkannya, karena orang yang biasa melewatkannya, menurut Imam Ar-Rafii, layak ditolak kesaksiannya.

 

Wallahu a’lam.    


Editor:

Keislaman Terbaru