• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Opini

Menyongsong Kurikulum Madrasah Diniyah Berbasis Literasi

Menyongsong Kurikulum Madrasah Diniyah Berbasis Literasi
Tradisi literasi santri hendaknya terus didukung dengan beragam cara. (Foto: NOJ/Hlq)
Tradisi literasi santri hendaknya terus didukung dengan beragam cara. (Foto: NOJ/Hlq)

Pekan lalu, saya kaget ketika KH Wafiul Ahdi selaku Ketua Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang menelepon. Saya sempat ragu menerima panggilan tersebut karena bingung antara percaya atau tidak. Bagaimana mungkin Gus Wafi, sapaan kesehariannya menghubungi saya yang hanya guru biasa. Tapi setelah dapat konfirmasi bahwa nomor tersebut adalah benar, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengangkat dan berbicara.

 

Ternyata, Gus Wafi meminta saya untuk ikut mengajar di pondok pesantren yang diasuhnya, yaitu Pondok Pesantren an-Najiyyah 1 Bahrul Ulum. Sebenarnya saya sudah biasa mengajar di madrasah diniyah, tapi yang menarik adalah materi yang diminta untuk saya ajarkan kepada para santri sekaligus mahasiswa.

 

Materi itu adalah teknik penulisan karya tulis ilmiah. Dari sambungan telepon tersebut, Gus Wafi menjelaskan bahwa saya diminta mengajari para santri untuk bisa menulis. Mulai dari tulisan yang ringan berupa artikel populer seperti opini hingga tulisan akademis berupa artikel ilmiah yang dimuat di berbagai jurnal.

 

Bagi saya, ide memasukkan materi karya tulis ilmiah ke dalam kurikulum madrasah diniyah adalah ide yang sangat bagus dan langka. Tidak semua kiai atau ustadz berpikir ke arah itu. Saya yakin Gus Wafi memiliki visi besar dalam jangka panjang, oleh karena itu saya langsung mengiyakan tawaran itu.

 

Setelah menerima tawaran, saya berpikir betapa luar biasa jika para santri setelah lulus dari pesantren memiliki kemampuan literasi mumpuni. Santri tidak hanya mempunyai kelebihan membaca dan memahami teks-teks keagamaan dalam kitab kuning, tetapi juga mampu menuliskan pemahaman menjadi sebuah tulisan dengan narasi yang menarik dan bisa dinikmati oleh masyarakat di luar pesantren. Dengan demikian keilmuan yang ada di pesantren dapat ditransfer dan disebarluaskan kepada masyarakat.

 

 

Untuk itu perlu menggagas sebuah kurikulum madrasah diniyah yang berbasis literasi khususnya bidang kepenulisan. Secara umum literasi adalah upaya meningkatkan kemampuan dalam berbagai bidang terutama kemampuan membaca dan menulis. Di pesantren sendiri pada dasarnya memiliki berbagai aktivitas yang mendukung pengembangan literasi, tetapi sebatas kemampuan membaca atau teks Arab yang ada dalam kitab kuning.

 

Dalam bidang kepenulisan, masih sedikit kegiatan atau aktivitas santri yang mengarah pada peningkatan kemampuan menulis. Oleh karena itu memasukkan materi tentang karya tulis ilmiah pada kurikulum madrasah diniyah akan sangat membantu santri dalam meningkatkan kemampuan menulis.

 

Menulis adalah aktivitas yang kompleks, melibatkan daya berpikir dan kemampuan mengolah kata sehingga mampu menyusun narasi yang mudah dipahami. Tidak hanya itu dalam menulis seorang penulis juga dituntut memperhatikan logika yang dibangun dalam sebuah tulisan, agar tulisan tersebut bisa diterima pembaca.

 

Dengan demikian pembekalan keterampilan menulis memang sebaiknya diberikan kepada santri yang sudah senior. Alasannya adalah mereka telah memiliki bekal keilmuan yang cukup, terutama ilmu yang bersifat metodologis seperti ushul fikih, ilmu hadits, ilmu tafsir dan lain sebagainya. Dengan bekal perangkat keilmuan tersebut, para santri mampu memberikan analisis yang tajam dalam setiap tulisannya.

 

 

Menulis sendiri adalah aktivitas yang memberikan beberapa dampak positif kepada santri. Pertama, menulis dapat meningkatkan nalar kritis santri. Dengan menulis, santri akan terbiasa memaparkan berbagai macam realitas kehidupan dengan segala bentuk permasalahan. Tidak hanya itu, dalam aktivitas menulis, santri juga akan berlatih memberikan solusi dari masalah yang ditemukan. Usaha mencari solusi itulah yang akan meningkatkan nalar kritis seorang santri karena dituntut untuk memberikan analisa dan jawaban atas permasalahan yang dihadapi masyarakat.

 

Kedua, menulis dapat meluruskan logika berpikir. Banyak orang ketika mengemukakan pendapat, ide, atau gagasan tidak bisa urut dan runtut sehingga tidak bisa dipahami dengan baik. Dengan menulis, santri akan dilatih menuliskan gagasan dengan runtut dan tidak ada lompatan logita, sehingga akan mudah dipahami pembaca. Kemampuan menata logika berpikir ini sangat penting bagi seorang santri sebagai juru dakwah agar mampu menjelaskan ide dan gagasannya dengan baik.

 

Ketiga, meningkatkan kepekaan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Setiap penulis pasti tahu, menulis dimulai dengan mencari masalah di tengah masyarakat. Semakin sering menulis, berarti kian kerap pula mengamati berbagai masalah tersebut. Dengan demikian semakin banyak menulis, akan kian peka dan terbiasa menangkap dan mengidentifikasi masalah baru yang hadir di masyarakat.

 

 

Ketiga poin di atas menunjukkan bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan dan bermanfaat. Oleh karena itu sudah saatnya para santri dibimbing dan dilatih secara serius agar suatu saat mampu menjadi penulis andal. Salah satu usaha untuk melahirkan penulis dari kalangan santri adalah dengan memasukkan kegiatan literasi dalam kurikulum madrasah diniyah.

 

Tidak hanya itu, sebagai penunjang kegiatan literasi santri agar lebih maksimal, perlu disiapkan fasilitas lainnya seperti perpustakaan yang menyediakan referensi untuk menambah sumber bacaan. Aktivitas membaca dan menulis adalah satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Jika ingin melahirkan penulis hebat, juga sebaiknya menyediakan bahan bacaan berkualitas bagi santri.

 

Selain itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri santri, seyogianya ada media untuk mempublikasikan setiap karya yang ditulis. Jika perlu karya tersebut diterbitkan sehingga memiliki rasa bangga dan percaya diri untuk terus melahirkan karya berikutnya. Di beberapa pesantren besar sudah ada tradisi literasi yang sangat kuat, seperti Pesantren Lirboyo yang setiap tahun menerbitkan buku. Tradisi literasi itu harus disebar ke berbagai pesantren di penjuru Indonesia agar semakin banyak santri yang menjadi penulis berkualitas.

 

Alumni Pesantren Tremas Pacitan dan menyelesaikan program pascasarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 


Editor:

Opini Terbaru