• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Metropolis

Pesan Ketua Umum MUI Pusat, Hiduplah dengan Beretika

Pesan Ketua Umum MUI Pusat, Hiduplah dengan Beretika
KH Miftachul Akhyar. (Foto: NOJ/mas)
KH Miftachul Akhyar. (Foto: NOJ/mas)

Surabaya, NU Online Jatim
Menjalani kehidupan sebagai umat beragama tidak lepas dari ajaran-ajaran untuk hidup yang ideal. Dengan hidup mengamalkan pola-pola islami, tentu akan merasakan ketenangan dan menjadi keberkahan, baik untuk diri sendiri dan kepada masyarakat sekitar.

 

KH Miftachul Akhyar mengatakan, agama dan etika adalah satu kesatuan yang tidak bisa lepas. Sebab ketika seseorang memiliki etika yang baik, tentu orang tersebut telah memiliki pondasi yang kokoh dalam mengamalkan ajaran agama.

 

“Agama mengedepankan etika atau selalu bersama etika. Karena etika merupakan pondasi utama di dalam agama Islam. Yang akan tidak pernah terpisahkan antara etika dan agama. Agama itu adalah etika,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Jumat (05/02/2021).

 

Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tahun 2015-2020 menyatakan, dikutip dari sabda Rasulullah SAW terkait perintah untuk memperbaiki akhlak masyarakat jahiliyah waktu itu.

 

“Rasulullah diutus untuk menyempurnakan etika, moral, dan akhlak. Sebagaimana Rasulullah menyatakan ‘bahwa sesungguhnya aku diutus tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlak’,” ujarnya saat memberi keterangan di Masjid Nasional Al-Akbar, Surabaya.

 

Kiai Miftah mengatakan, Rasulullah SAW membawa dua ajaran yang sangat penting, yaitu akhlak dan syariah. Kedua tersebut harus didahulukan daripada yang lain.

 

“Agama yang dibawa oleh Rasulullah adalah terdiri dari dua akidah, akhlak dan syariah. Kenapa akhlak diletakkan di nomor dua? Bukankah sering kita dengar, bahwa akhlak adalah nomor tiga, tidak,” tegasnya.

 

Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur tahun 2007 hingga 2018 tersebut menambahkan, posisi akhlak dalam kehidupan adalah penentu benar salahnya di mata masyarakat. Serta sebagai bentuk tanggung jawab.

 

“Akhlak inilah yang menentukan, baik dan tidaknya seseorang, benar salahnya seseorang, rasa tanggung jawab yang prima inilah yang menentukan,” tambahnya.

 

Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya tahun 2000-2005 mengatakan, semua ibadah tidak akan berarti manakala seseorang tidak memiliki akhlak dalam kehidupan sehari-harinya.

 

“Apalah artinya seseorang yang ibadahnya, shalatnya, puasanya lebih dari teman yang lain. Ditambah dengan ibadah malam, ditambah puasa Senin Kamisnya, tapi tidak ada akhlak di dalam muamalah,” tuturnya.

 

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Republik Indonesia periode 2020-2025 berpesan, shalat dan puasa tidak cukup menjadi jalan masuk surga, tetapi dengan akhlak terhadap sesama adalah syarat salah satunya.

 

“Keselamatan masuk surga tidak cukup hanya dengan beribadah, tidak cukup hanya salat, tidak cukup hanya dengan puasa. Tetapi moralitas, etika kehidupan harus menyertai. Itu syarat yang tidak bisa diganggu gugat,” pungkasnya.

 

 

Editor: Risma Savhira


Metropolis Terbaru