• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Metropolis

Rais Aam PBNU, Jualan Batik dari Pekalongan hingga Banyuwangi

Rais Aam PBNU, Jualan Batik dari Pekalongan hingga Banyuwangi
KH Miftachul Akhyar juga gemar mengenakan batik. (Foto: NU Online Jatim)
KH Miftachul Akhyar juga gemar mengenakan batik. (Foto: NU Online Jatim)

Surabaya, NU Online Jatim

Hari ini, Jumat (2/10/2020) diperingati sebagai hari batik nasional. Hal tersebut untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

 

UNESCO sendiri merupakan sebuah organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi semua hal yang berhubungan dengan pendidikan, sains, serta kebudayaan dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati yang berlandaskan pada keadilan, peraturan hukum, serta Hak Asasi Manusia (HAM).

 

Sekadar diketahui, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar memiliki hubungan erat dengan batik. Karena pada masa mudanya, pernah berjualan batik dari satu tempat ke tempat lain. Karena aktivitasnya itu, dari Lasem menyambangi daerah lain seperti Pekalongan, Surabaya, hingga Banyuwangi. 

 

“Tapi bukan berniaga besar. Hanya jualan batik dengan bungkelan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya beberapa waktu berselang.

 

Kiai Mifah, sapaan akrabnya menjelaskan, bungkelan adalah buntalan dari kain lebar. Kemudian batik-batik yang akan dijual itu disatukan di dalam buntalan itu. Buntalan untuk memudahkan cara membawa batik dengan cara dijinjing atau dipanggul. 

 

“Itu saya lakukan pada tahun 77, selama empat tahun,” kenangnya kepada pewarta NU Online di gedung PBNU, Jakarta.   

 

Kiai kelahiran 1953 ini menambahkan, melakukan hal itu karena menikah pada usia yang sangat muda. Belum mapan, tapi harus memenuhi kebutuhan keluarga.

 

“Saya menikah pada usia sangat muda. Kebetulan suami kakak istri saya adalah saudagar batik dari Pekalongan,” kata kiai yang pernah diamahi Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur tersebut. 

 

Jangan lupa seharian ini mengenakan batik.


Editor:

Metropolis Terbaru