Pasuruan, NU Online Jatim
Seseorang yang meninggal dalam keadaan mempunyai utang puasa, maka boleh diganti dengan membayar mud atau memberi makan orang miskin sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Hal tersebut disampaikan oleh KH Chamzawi Syakur pada kegiatan pengajian kitab Tadzib, Ahad (09/10/2021).
Rutinan mengaji tersebut diadakan oleh Pesantren Kampus Ainul Yaqin (PKAY) Universitas Islam Malang (Unisma) hybrid setiap pekan dan diikuti para santri lewat Youtube Santri Unisma.
Pada kesempatan tersebut, Kiai Chamzawi mengutip hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa tanggungan berpuasa orang yang telah meninggal dapat digantikan oleh walinya.
"Seseorang pernah datang kepada Nabi menanyakan kebolehan untuk mengganti utang puasa ibunya selama 1 bulan yang telah meninggal dan Nabi menjawab boleh, karena berutang kepada Allah merupakan sesuatu yang utama untuk diganti,” ungkap kiai yang juga Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang itu.
Lebih lanjut, kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah tersebut mengemukakan bahwa seorang lansia yang sudah hilang akal (pikun) dimana penyakit tersebut memang tidak ada obatnya, maka diperkenankan untuk tidak puasa. Hanya saja yang bersangkutan menggantinya dengan membayar fidyah atau memberi makan orang miskin.
“Juga demikian apabila seorang lansia yang kuat berpuasa apabila ada paksaan dalam menjalankannya, maka ia diperbolehkan untuk mengganti dengan membayar fidyah,” imbuh dia.
Kiai Chamzawi mengecualikan hutang berpuasa hanya dibebankan kepada seseorang yang mampu untuk menqadha` (ganti) puasanya sebelum meninggal, tetapi tidak dilakukan. Sehingga apabila yang bersangkutan mendapat udzur berpuasa seperti sakit keras hingga ajalnya, maka tidak terhitung memiliki utang puasa.
Selain itu, kiai juga memaparkan adanya rukhsah (keringanan) yang diberikan pada seorang musafir (dalam perjalanan). Yaitu berupa jumlah bilangan shalat yang dikurangi (qasar) serta tidak adanya kewajiban untuk berpuasa.
Penulis: Diana Putri Maulida