• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Madura

Rais Syuriyah PCNU Sumenep: Politik Uang adalah Riswah

Rais Syuriyah PCNU Sumenep: Politik Uang adalah Riswah
KH Hafidhi Syarbini, Rais Syuriah PCNU Sumenep saat pembukaan Bahtsul Masail yang dilaksanakan di Masjid Alhamdulillah, Desa Lombang, Pula Gili Raja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Ahad (08/11/2020). (Foto: NOJ/ Habiburrahman).
KH Hafidhi Syarbini, Rais Syuriah PCNU Sumenep saat pembukaan Bahtsul Masail yang dilaksanakan di Masjid Alhamdulillah, Desa Lombang, Pula Gili Raja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Ahad (08/11/2020). (Foto: NOJ/ Habiburrahman).

Sumenep, NU Online Jatim

Gegap gempita Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak saat ini mulai menyeruak, tak terkecuali di Kabupaten Sumenep, Madura. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan kerap kali dikaitkan dengan politik praktis tersebut. Toh, walaupun senyatanya NU tidak pernah berpolitik, sebagaimana dalam khittahnya.

 

Untuk menjaga hal itu, KH Hafidhi Syarbini mengingatkan kepada seluruh nahdliyin saat pembukaan Bahtsul Masail yang dilaksanakan di Masjid Alhamdulillah, Desa Lombang, Pula Gili Raja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Ahad (08/11/2020).

 

Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep tersebut mengingatkan, bahwa NU bukanlah partai politik. Oleh karena itu, bukanlah hal yang sepatutnya apabila NU digiring ke arah politik. Karena dalam politik yang dicari adalah kemenangan.

 

"Sedang dalam NU justru bukan mencari kemenangan ataupun kekuasaan. Yang dicari NU hanyalah kebenaran dan ridha Allah SWT," ungkapnya.

 

Ia pun mencontohkan sebagaimana dalam Konferensi Cabang (Konfercab) NU Sumenep beberapa waktu lalu. Kendatipun pada mulanya KH Pandji Taufiq tidak berkenan untuk menjadi ketua lagi, tapi akhirnya ia terpilih lagi dan siap menerima amanah.

 

"Hal tersebut menjadi bukti bahwa hanya kebenaran dan ridha Allah semata yang diharapkan. Kendatipun sejatinya ia awalnya tidak berkenan, tapi karena sudah ditakdirkan menjadi Ketua, tidak boleh tidak harus siap. Dan hal tersebut juga terjadi pada saya sendiri," jelasnya.

 

Kiai asal Batuan Sumenep ini juga menyinggung atas maraknya praktik ‘money politic atau politik uang’ menjelang kontestasi politik elektoral di Sumenep. Ia secara tegas menyebut bahwa money politic tersebut adalah riswah. Sedang riswah itu sendiri adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dalam agama.

 

"Disebut riswah karena mencoblos adalah pekerjaan yang wajib dilakukan setiap orang. Dan menyogok atau memberi uang terhadap seseorang dalam hal wajib dilakukan itu dilarang oleh agama. Sama halnya dengan membayar seseorang dengan sejumlah uang agar ia shalat, itu jelas haram karena shalat adalah perkara yang wajib dilakukan," tegasnya kepada seluruh hadirin.

 

Santri KH Maimoen Zubair ini juga menyebutkan, bahwa atas alasan apapun money politic adalah haram. Kendatipun persoalan ini dipelintir dengan kedok sedekah atau apapun lainnya tetap tidak dibolehkan. Karena mencoblos adalah sesuatu yang wajib dilakukan.

 

"Kalau ingin sedekah yang sebenarnya, berikan saja ke anak yatim. Atau, bernadzar yang baik kalau menang akan santuni anak yatim. Kalau memberi atau bersedekah sebelum pemilihan, itu justru tidak baik karena ia pasti mengharap balasan," pungkasnya.

 

Alumni Pesantren Al-Anwar, Sarang, Jawa Tengah ini juga menyebutkan, perjalanan NU dalam memperjuangkan kebenaran untuk agama dan negara. Terbukti, sejak sebelum Indonesia merdeka, NU terus berada di garis terdepan membela negara. "Tidak ada tindakan bughat atau memberontak yang dimunculkan," terangnya.

 


 

Ia pun menambahkan, dengan semakin banyaknya aliran keislaman dan kebangsaan, kiprah NU mulai diragukan dan dipertanyakan. Padahal NU tak pernah berubah, hanya propaganda kelompok tertentu yang ingin melemahkan eksistensi NU.

 

"Kalau dulu warga ditanya ormasnya apa, semua menjawab NU. Tapi, generasi sekarang mulai diguncangkan keyakinannya pada NU, agar NU terlihat lemah. Dan anehnya orang-orang tersebut justru ikut dan terlibat untuk menyalahkan NU," pungkasnya.

 

Editor: Romza


Editor:

Madura Terbaru