• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Shalat Jamaah, Berikut Keutamaan dan Ketentuannya

Shalat Jamaah, Berikut Keutamaan dan Ketentuannya
Shalat jamaah memiliki keutamaan, hendaknya juga diperhatikan ketentuannya. (Foto: NOJ/Suaramoe Aceh)
Shalat jamaah memiliki keutamaan, hendaknya juga diperhatikan ketentuannya. (Foto: NOJ/Suaramoe Aceh)

Melaksanakan shalat secara berjamaah terkadang dirasakan demikian berat. Orang yang enggan melakukan shalat jamaah biasanya karena dikejar pekerjaan dan keperluan mendesak. Sebab, seorang makmum harus mengikuti imam yang terkadang sangat lama kala memimpin shalat. Namun, ada beberapa orang yang tidak berjamaah karena kebiasaan harian. Kendati shalat secara berjamaah bukan merupakan kewajiban, namun hal ini sangat dianjurkan dalam Islam.

 

Ditinjau dari hukum fiqih, shalat jamaah hukumnya sunah mu’akkad. Hal ini seperti penjelasan dalam kitab Kifayatul Akhyar karya Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini.

 

Ada beberapa pendapat tentang hukum shalat berjamaah ini. Menurut Imam al-Rafi’I hukumnya sunah. Sedangkan dalam pandangan Imam an-Nawawi adalah fardhu kifayah, dan menurut Ibnu Mundzir dan Ibn Khuzaimah hukumnya fardhu ‘ain. 

 

Perbedaan hukum shalat secara jamaah ada kalanya disesuaikan dengan jenis shalat itu sendiri. Misalnya dalam shalat Jumat hukumnya wajib bagi laki-laki, sunah muakkad jika itu shalat lima waktu, dan sebagainya. 

 

Dalil dianjurkannya shalat jamaah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 102:


وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ

 

Artinya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.

 

Kata   فَلْتَقُمْ  yang artinya ‘maka hendaklah berdiri (shalat)’ dijadikan dalil diperintahkannya shalat secara berjamaah. 

 

Ulama yang berpendapat sunah bersandar kepada hadits Nabi tentang keutamaan shalat jamaah, yakni sebanding dengan 27 derajat.


قوله صل الله عليه و سلم "صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ، بشبع و عشرين درجة"  رواه الشيخان من رواية إبن عمر ، و روي البخاري بخمس و عشرين درجة من رواية ابي سعيد.

 

Artinya: Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat sendiri, sebanding dengan 27 derajat. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, sedang Imam Bukhari dari riwayat Abi Sa’id al-Khudzri menyebutkan ‘sebanding dengan 25 derajat’. (Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini, Kifayatul Akhyar. Surabaya. Dar al-Jawahir. t. Th. 107. Lihat juga matan hadits, Abi ‘Abdillah bin Isma’il  al-Bukhari. Shahih Bukhari. Damaskus. Dar Ibn Kathir, 2002. halaman: 162-163).

 

Tidak hanya itu, usai imam membaca surat Alfatihah, yaitu setelah kalimat wa laddaalliin, hendaknya makmum ikut mengucapkan ‘amin’. Karena ucapan makmum bersamaan dengan amin yang diucapkan malaikat, dan Allah mengampuni dosa yang telah lalu. Dalam riwayat lain, bahwa malaikat di atas langit ikut mengucapkan amin. 

 

Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits tentang disyariatkannya mengucapkan amin bagi makmum. Bahwa suatu ketika Rasulullah bersabda:


إذا أمّن الإمام فأمّنوا، فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر الله له ما تقدم من ذنبه.

 

Artinya: Ketika seorang imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin. Sesungguhnya orang yang mengucapkan amin bersamaan dengan aminnya para malaikat niscaya Allah mengampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu. (Muhammad bin Ismail al-Amir al-Shan’ani. Subulus Salam, kitab al-shalat. Bab Shifat al-Shalat, juz 2, halaman: 196).

 

Allah memberikan banyak jalan untuk memperoleh pahala, ridha dan derajat di sisi-Nya. Salah satunya dengan istikamah menjalankan shalat jamaah karena keutamaannya sangat tinggi. Maka tidak heran, jika ada sejumlah ulama atau kiai yang istikamah melaksanakan shalat jamaah dan menjadikan sebagai thariqah (jalan) hingga akhir hidupnya.

 

Ada sejumlah pendapat ulama bahwa apabila shalat sendiri lebih khusyuk, sedangkan shalat berjamaah menjadikannya tidak khusyuk, maka shalat sendiri itu lebih utama. Pendapat ini disampaikan oleh Imam al-Ghazali dan Ibnu Abd Salam dalam kitab Hasyiyah al-Bajury:


اذا صل منفردا خشع و اذا صل في جماعة لم يخشع فالانفراد افضل من الجماعة هكذا افتى الغزالي وتبعه ابن عبد السلام.

 

Artinya: Apabila shalat sendiri khusyuk, dan shalat berjamaah tidak khusyuk, maka shalat sendiri itu lebih utama. (Asy-Syeikh Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, Haramain, juz 1, halaman: 192).

 

Wallahu a’lam
 


Editor:

Keislaman Terbaru