• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Opini

Sumbangsih KH Mahfoudh Husainiy bagi Kemajuan Pesantren Annuqayah

Sumbangsih KH Mahfoudh Husainiy bagi Kemajuan Pesantren Annuqayah
Allahumma yarham KH Mahfoudh Husainiy. (Foto: NOJ/Firdausi)
Allahumma yarham KH Mahfoudh Husainiy. (Foto: NOJ/Firdausi)

Oleh: Firdausi


Kalau melihat perkembangan Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep hari ini banyak yang berdecak kagum. Sebuah lembaga pendidikan di kawasan pulau Madura dengan sejumlah keunggulan. Bahkan keberadaannya menjadi bagian penting bagi lahirnya santri dan alumni yang berkiprah di berbagai sektor. 

 

Di antara sosok yang berperan penting sehingga menjadikan pesantren ini demikian disegani dan dihargai adalah sosok KH Mahfoudh Husainiy. Kiprah singkat dan dedikasinya dapat disimak dari tulisan ini. 

 

KH Moh. Mahfoudh Husainiy dilahirkan di kampung Sabajarin Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep. Tercatat sebagai putra dari pasangan KH Husainiy dan Ny Hj Aisyah putri KH Muhammad Syarqawi.

 

Masa pendidikan ditempuh sejak belajar agama kepada ibunya hingga ketika berusia 12 tahunan nyantri kepada KH Abdullah Sajjad selaku paman. Tak luput juga belajar kepada ayahnya secara sorogan. Dan berapa tahun berikutnya pindah dari Latee ke Lubangsa dan masuk madrasah salafiyah. 

 

Setelah tamat, jabatan kepala madrasah ibtidaiyah yang diamanahkan kepada KH Moh Khazin Ilyas dilimpahkan kepadanya. Karena saat itu Kiai Khazin bergabung dengan laskar Hisbullah (1948). Dan dari sinilah mengantarkan belajar pengetahuan umum termasuk bahasa Inggris dan tetap mengaji kitab kepada KH Muhammad Ilyas. 

 

Kiai Mahfoudh menikah dengan Ny Arifah, putri KH Abdullah Sajjad yang waktu itu membina Latee. Tahun 1951 mengganti peran tersebut di bidang pengembangan madrasah yang melakukan reformasi dengan melebur shifr awal dan tsani dengan kelas 1, 2, 3, 4 serta digabungkan dengan madrasah tsanawiyah. Itulah awal mula didirikannya madrasah ibtidaiyah dengan menggunakan sistem kelas. Pada akhirnya kelas 1 dengan sistem salafi kemudian dijadikan kelas 5, sementara kelas 2 diubah menjadi kelas 6, sedangkan kelas 3 diganti menjadi kelas 1 tsanawiyah. Kala itu dimasukkan beberapa pengetahuan umum sebagai materi tambahan.

 

Tahun 1965 masa studi 4 tahun diganti dengan 6 tahun. Tahun 1979 turunlah peraturan pemerintah yang menyatakan ijazah muallimin tidak diakui, maka dibagi menjadi madrasah tsanawiyah yang dikepalai KH Moh Amir Ilyas dan madrasah aliyah yang ditunjuk sebagai kepala adalah KH Abd. Warits Ilyas. 

 

Pada 1981, Madrasah Ibtidaiyah Annuqayah ditunjuk sebagai salah satu lembaga pendidikan yang menjadi percontohan di Madura. Karena yang ditunjuk madrasah putri, padahal waktu itu status ketatausahaannya masih mendompleng pada madrasah putra. Sejak itulah Kiai Mahfoudh mendirikan madrasah ibtidaiyah putri yang melepaskan diri dari madrasah putra, serta bisa mengikuti ujian negara untuk pertama kalinya. 

 

Kiai Mahfoudh muda dikenal oleh santrinya sebagai sosok yang memahami dua bidang ilmu, yakni pengetahuan umum dan agama. Lebih-lebih dikatakan sebagai guru yang multifungsi dan multitalenta, karena serba bisa membidangi bidang apapun. Bahkan sebagian besar santrinya mengatakan bahwa almarhum dikenal sosok kiai yang memiliki ilmu ladunni.

 

Kegigihannya dalam mengembangkan pendidikan, dituangkan saat membantu pembangunan gedung madrasah, juga berperan dalam melahirkan perguruan tinggi yang kini bernama Instika dan berupaya mengembangkannya bersama jajaran masyaikh. 

 

Pandangan Masalah Pendidikan 
Menurutnya, pendidikan dan pengajaran sebagai usaha membina Sumber Daya Manusia atau faktor terpenuhi dalam pembangunan. Karenanya harus menjadi diri sebagai manusia yang tidak saja mengenal urusan ukhrawi tetapi juga duniawi. 

 

Konsep pendidikan menurutnya tidak lepas dari paradigma Al-Quran yang menggariskan ada delapan aspek. Empat poin atau visi penting perihal ketaatan dan pengabdian tentang prinsip pendidikan Islam.

 

Garis besarnya sebagai berikut:

1. Hubungan vertikal yang diwujudkan dalam bentuk ibadah kepada Allah SWT. 
2. Hubungan horizontal yang dapat membangun hubungan baik antar sesama manusia. 
3. Kedua hubungan tersebut (vertikal dan horizontal) yang telah diamalkan, tidak membuat terjebak dalam tipuan. Artinya, merasa telah beramal secara maksimal lalu melalaikan diri.
4. Mengambil jalan tengah dalam menafkahkan harta. Artinya, bersifat dermawan tetapi tidak boros dalam membelanjakan harta. 

 

Dirinya juga menjelaskan empat poin lainnya perihal menjauhi maksiat, antara lain: 

1. Keteguhan hati untuk tidak melakukan tindakan maksiat. 
2. Tidak menyaksikan kegiatan yang melanggar aturan agama. 
3. Ketika dibacakan ayat suci akan memperhatikan dan menyimak secara benar sekalipun sudah tahu dan memahami. 
4. Selalu memohon kepada Allah SWT menjadi pemimpin bagi keluarga agar mampu membina keluarga menjadi orang yang bertakwa. 

 

Almarhum Kiai Mahfoudh turut menegaskan bahwa nama Annuqayah diambil dari karya Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthi, kemudian diberikan syarh sendiri oleh pengarangnya dengan judul ‘Ithmam al-Dirayah li Qurra'i al-Nuqayah’ yang ditulis dalam bentuk natsar. Dan hal ini ternyata sangat sesuai dengan visi Pesantren Annuqayah. Karena kitab pengantar yang meliputi 14 disiplin ilmu tersebut harus benar-benar diamalkan dan tidak boleh dilupakan santri.

 

Wakil Sekretaris MWCNU Pragaan sekaligus Dzurriyah Bani Syarqawi.


 


Editor:

Opini Terbaru