• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Metropolis

Sunnahkah Shalat Kusuf bila Gerhana Matahari Cincin Tak Terlihat?

Sunnahkah Shalat Kusuf bila Gerhana Matahari Cincin Tak Terlihat?
Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin. (Foto: Antaranews)
Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin. (Foto: Antaranews)

Surabaya, NU Online Jatim

Peristiwa alam Gerhana Matahari Cincin (GMC) akan terjadi pada Kamis (10/06/2021) ini. Namun, fenomena kosmik ini tidak akan terlihat dari Indonesia. Hanya warga di sebagian Kanada dan Siberia di Rusia yang bisa menyaksikan. Sementara di Greenlan, Eropa, Islandia, Asia Tengah, dan China bagian barat, gerhana akan terlihat sebagian.

 

Lantas sunnahkah melaksanakan Shalat Kusuf ketika Muslim Indonesia hanya mendengar informasi adanya gerhana Matahari, tapi tidak bisa menyaksikan?

 

“Perintahnya Nabi itu, faidzaa ra’aitumuu humaa, kalau kamu melihat keduanya (Matahari dan Bulan) mengalami gerhana, baru fashalluu, perintahnya shalat. Kalau tidak melihat, jangan shalat,” kata Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur KH Shofiyulloh alias Gus Shofi kepada NU Online Jatim.

 

Hadits dimaksud Gus Shofi ialah yang diriwayatkan dalam Bukhari-Muslim, yang artinya: Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran Allah Taala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian.

 

Hadits tersebut disandarkan pada firman Allah SWT di dalam QS Fushilat (41): 37, yang artinya: Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang menciptakan semua itu, jika kamu hanya menyembah-Nya.

 

Proses GMC

Gus Shofi menjelaskan, dalam Ilmu Falak gerhana cincin disebut dengan al-kusuf al-halqi. Adapun gerhana total disebut dengan al-kusuf al-kulli.

 

“Gerhana matahari cincin itu terjadi jika posisi Matahari itu dekat, sedangkan posisi Bulan itu jauh (dari Bumi),” katanya.

 

Ia memaparkan, peredaran benda-benda langit berbentuk bulat pepat alias elips, tidak bulat sempurna. Risikonya, ada titik terjauh dan ada titik terdekat. Nah, kebetulan pada saat GMC terjadi pada Kamis besok, posisi Matahari beredar di titik dekat edar Bumi, sementara titik edar Bulan berada di titik jauh dari Bumi.

 

“Karena bulan terlihat jauh (dari Bumi), sehingga piringannya itu terlihat kecil. Ketika terjadi gerhana, piringan Bulan itu tidak mampu untuk menutup seluruh piringan Matahari. Sehingga, ketika terjadi puncak gerhana, ketika Bulan melewati titik tengah-tengahnya Matahari, cakram atau piringan Bulan itu tidak menutup seluruh piringan Matahari,” tandas Gus Shofi.

 

Akibatnya, cahaya garis pinggir piringan Matahari membias dan terlihat dari bumi seperti garis cincin. Itu berbeda dengan Gerhana Matahari Total yang terjadi pada 9 Maret 2016 lalu. Saat itu, lanjut Gus Shofi, posisi Matahari berada di titik jauh edar Bumi, sementara titik edar Bulan di titik dekat Bumi. Sehingga Bulan terlihat besar dan ketika terjadi puncak gerhana piringan Bulan terlihat menutup seluruh piringan Matahari.

 

Pada GMC Kamis besok, warga Indonesia tidak akan bisa menyaksikan. Gus Shofi menuturkan, itu terjadi karena posisi Bulan berada di sisi utara Bumi, begitu pula dengan Matahari. Hal itu berbeda dengan Gerhana Matahari Total pada pada 9 Maret 2016 lalu. Saat itu, baik Bulan maupun Matahari berada di titik Khatulistiwa sehingga bisa disaksikan secara jelas di Indonesia.

 

Editor: Nur Faishal


Metropolis Terbaru