Sumenep, NU Online Jatim
Sekelompok orang menggeruduk kediaman Siti Khotijah, Ibunda Mahfud MD di Jl Dirgahayu, Kelurahan Bugih, Kecamatan/ Pamekasan, Selasa (01/12/2020) lalu. Merespon peristiwa tersebut, Mahfud MD Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) asal Madura tersebut menulis di twitternya.
Dalam tulisan di twitter tersebut berbunyi: "Sy selalu menghindar utk menindak orang yg menyerang pribadi sy krn khawatir egois dan se-wenang2 krn sy punya jabatan. Sy siap tegas utk kasus lain yg tak merugikan sy. Tapi kali ini mereka mengganggu ibu sy, bkn mengganggu menko polhukam".
Cuitan Mahfud MD tersebut kemudian menuai penafsiran dari berbagai pihak. salah satunya yakni K A Dardiri Zubairi. Kiai asal Sumenep tersebut menyebutkan, kendati pun dalam banyak media dikabarkan bahwa sang Ibu tidak di rumah, tindakan tersebut tetaplah suatu hal yang menggores hati Mahfud MD.
Mengingat, sosok ibu bagi orang Madura adalah pahlawan nomor satu, sebagai seseorang yang telah mengandungnya selama sembilan bulan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.
"Bagi orang Madura, ibu adalah "tempat patapa'an" (tempat bertapa). Selama sembilan bulan kita bertapa di rahim ibu sebelum akhirnya kita lahir "sebagai orang sakti" yang diberi mandat oleh Allah menjadi Khalifah di muka bumi ini," ujar K Dardiri di status facebooknya.
Wakil Ketua PCNU Sumenep tersebut menambahkan, bahwa untuk bertapa tidak dicukupkan saat di rahim saja, tetapi selamanya. Sebab, seorang anak akan menjadi orang sukses dalam segalanya, baik di dunia atau akhirat, tidak terlepas dari rapal doa dan ridha sesosok ibu.
"Pantang bagi orang Madura menerima "basto" (murka) ibu. Karena "basto" ibu diyakini akan membuat keberkahan hidup menjadi hilang," ungkapnya.
Dewan Pengasuh Pesantren Nasy'atul Muta'allimin, Gapura, Sumenep ini pun menilai, bahwa tidak salah jika akhirnya Mahfud MD terlihat begitu "emosional" dalam tweetnya. Karena ini menyangkut orang tua yang telah melahirkannya dan juga tempatnya bertapa.
"Sesuatu yang bisa ia tangguhkan seandainya yang diserang ia secara pribadi maupun posisinya sebagai Menkopolhukam. Tapi, ini Ibu. Tempat bertapa," jelasnya.
Pegiat Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) ini menyebutkan, bahwa yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut bukanlah cara-cara yang lumrah dilakukan orang Madura dalam menyelesaikan masalah, yakni dengan bermusyawarah secara kekeluargaan.
"Ajak dan undang pak Mahfud dialog, bicara "pamadhure" (dengan cara orang Madura); terbuka, apa adanya, jelas, dan tegas. Saya rasa pak Mahfud siap datang, entah jika kelompok orang itu menutup ruang dialog," tulis Kiai Dardiri.
Baca juga: Ibunda Mahfud MD: Terima Kasih Banser
Ia pun mengatakan, bahwa peristiwa ini menunjukkan bahwa sebagian orang Madura dalam menyelesaikan suatu persoalan tidak lagi sama dengan yang dilakukan sesepuh terdahulu. Bahwa telah terjadi pergeseran nilai yang tak boleh dianggap remeh.
"Dan pergeseran nilai ini ditangkap orang Jakarta dengan cerdik," pungkas penulis buku 'Wajah Islam Madura' ini.
Editor: Romza