• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Tapal Kuda

Tanpa Pancasila, Indonesia Mungkin Sudah Lama Bubar

Tanpa Pancasila, Indonesia Mungkin Sudah Lama Bubar
Mohammad Fachrur Rozi, Kepala Kemenag Lumajang. (Foto: NOJ/Aryudi)
Mohammad Fachrur Rozi, Kepala Kemenag Lumajang. (Foto: NOJ/Aryudi)

Jember, NU Online Jatim
Bangsa ini melewati perjalanan yang demikian berliku dan penuh tantangan. Dari mulai melepaskan diri dari penjajahan, hingga menyiapkan fondasi bangsa. Dan salah satu yang krusial dan mempertaruhkan masa depan bangsa adalah keputusan untuk menentukan dasar negara.

 

Dan pada hari ini, Senin (1/6) merupakan hari istimewa bagi bangsa Indonesia, karena tanggal itulah Pancasila dilahirkan. Sebagai dasar negara, Pancasila adalah lem perekat bagi rakyat Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, budaya, dan bahasanya.

 

“Tanpa ada perekat (Pancasila) itu, Indonesia mungkin sudah lama bubar,” kata Kepala Kementerian Agama Kabupaten Lumajang, Mohammad Fachrur Rozi di Jember.

 

Menurut Pembina Tilawah Jawa Timur itu, Pancasila merupakan kristalisasi budaya luhur bangsa Indonesia. Karena itu tidak heran jika perumusnya adalah tokoh dari beragam agama. Soal sebagian besar perumus Pancasila adalah tokoh agama Islam, bahkan ulama, itu wajar karena Islam adalah penduduk mayoritas di negeri ini. Meski demikian, tokoh Islam tidak mau merampas hak-hak non-Muslim, bahkan mengayomi dan memberikan perlindungan. Buktinya sila pertama yang asalnya berbunyi ‘Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

 

“Penghapusan tujuh kata itu merupakan bukti kelapangan hati umat Islam dalam menjalani hidup bersama dengan non-Muslim,” jelasnya.

 

Namun yang membanggakan adalah salah satu perumus Pancasila adalah KH Abdul Wahid Hasyim, ayahanda KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Lebih dari itu, dari berbagai kajian, NU menilai hubungan Pancasila dengan Islam sudah final. Tidak ada masalah, tidak bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan.

 

Itulah sebabnya mengapa KH Ahmad Siddiq memelopori penerimaan azas tunggal Pancasila pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984. Meskipun dengan suasana yang demikian banyak dinamika hingga penentangan dari berbagai kalangan, namun akhirnya bisa meyakinkan peserta muktamar.


“Jadi Pancasila itu ‘warisan’ KH Wahid Hasyim. Kita sebagai kader NU wajib mengamankan dan mengamalkan Pancasila,” pungkas Ustadz Fachrur yang juga alumni Pesantren Darussalam Jember itu.


Pewarta: Aryudi AR 
Editor: Syaifullah


Editor:

Tapal Kuda Terbaru