• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Tapal Kuda

Kiai Nisful Laila, Pengasuh Pesantren di Jember Pelestari Macapat

Kiai Nisful Laila, Pengasuh Pesantren di Jember Pelestari Macapat
KH Nisful Laila, Pengasuh Ponpes Asy-Syifa' Sumberjambe, Kabupaten Jember, yang juga pelestari macapat. (Foto: NOJ/nu.or.id)
KH Nisful Laila, Pengasuh Ponpes Asy-Syifa' Sumberjambe, Kabupaten Jember, yang juga pelestari macapat. (Foto: NOJ/nu.or.id)

Jember, NU Online Jatim

Macapatan kini mulai tenggelam. Padahal, dahulu puisi tradisional Jawa berisi nasihat-nasihat luhur itu sering terdengar di tengah kesunyian malam. Itu sebabnya KH Nisful Laila merasa sedih. Agar tak hilang ditelan zaman, ia pun kerap menampilkan macapat di acara-acar yang diadakan pondok pesantren (ponpes) yang ia asuh di Desa Cumeak, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, Ponpes Asy-Syifa’.

 

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu. Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda.

 

Di lingkungan masyarakat santri di Pulau Jawa dan Madura, macapat yang dilantunkan biasanya berisi nasihat-nasihat luhur, kisah-kisah para nabi seperti cerita Nabi Yusuf dan Zuliakha, perjalanan hidup Nabi Muhammad SA, dan lainnya. Dahulu, macapat biasanya dimainkan di desa-desa saat malam hari.

 

Kini, seni macapat seakan tenggelam. Hajatan-hajatan warga tak lagi mengundang para ahli macapat untuk menghibur tamu undangan. Tergantikan oleh seni musik lainnya, seperti dangdutan, live music, ludrukan, dan lainnya.

 

“Karena tidak ada yang memanfaatkan, maka Macapat juga tidak berkembang, bahkan bisa mati,” kata Kiai Nisful dikutip dari NU Online, Jumat, (19/03/2021).

 

Menurutnya, macapat bukan sekadar tembang biasa tapi mengandung pesan-pesan moral yang cukup dalam. Suara pelaku macapat dengan cengkok dan lengkingan yang khas di keheningan malam tak jarang membuat yang mendengarkan merasa ‘ngeri’. Tembang macapat bisa menyeret pendengar  dalam suasana  batin yang cukup peka, takut, dan ingat mati.

 

“Di situlah kekhasan macapat. Siapa yang tidak ingat mati, di tengah malam yang gelap gulita, kita di kamar tidur mendengar suara yang bercerita soal Nabi, soal kematian, siksa kubur dan sebagainya,” ujar Kiai Nisful.

 

Dia mengaku prihatin dengan masa depan macapat. Sebab, belakangan posisi macapat semakin tenggelam, tergeser oleh budaya lain yang justru jauh diri nilai-nilai agama. Oleh karena itu, sejak lama ia berusaha menghidupkan macapat dengan beragam cara. Salah satunya menghadirkan macapat saat acara di pesantren yang diasuhnya.

 

“Dalam setiap launching bangunan, kami menggunakan macapat sebagai pengisi acara karena isi macapat itu ending-nya adalah doa dan nasihat,” ungkap Sekretaris Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sumbejambe itu.

 

Sebagai bukti kecintaannya pada macapat, Kiai Nisful berencana membangun museum budaya di kompleks Ponpes Asy-Syifa’. Macapat akan dihadirkan di museum tersebut. Tujuan pendirian museum tersebut  adalah untuk mengingatkan masyarakat akan arti pentingnya hidup berbudaya di samping melestarikan beragam budaya yang ada.  

 

“Apapun kebudayaan yang kita punya, apakah itu (budaya) lokal atau nasional, sesungguhnya adalah sebuah bimbingan untuk kita semua,” ujar Kiai Nisful.

 

Terpisah, Ketua Pengurus Cabang (PC) Ikatan Sarjana NU Jember, Hobri Ali Wafa mengatakan bahwa untuk melestarikan macapat memang perlu keseriusan. Sebab, minat generasi muda untuk menekuni Macapat, sangat kecil bahkan tidak ada. Hal ini bisa dimaklumi lantaran dari sisi ekonomi, Macapat tidak menarik karena tidak menghasilkan uang kecuali hanya sekadarnya .

 

Sementara itu, salah seorang pelaku macapat asal Sumberjambe, Jember, Nursia, mengatakan, dirinya menekuni macapat karena hobi, bukan untuk mencari uang. Sebab, hasil macapat memang tidak cukup untuk menyambung hidup. Menurutnya, soal rezeki adalah hal lain.

 

Editor: Nur Faishal


Tapal Kuda Terbaru