• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 19 Mei 2024

Metropolis

Dosen Pascasarjana UINSA Respons Maraknya Kawin Kontrak

Dosen Pascasarjana UINSA Respons Maraknya Kawin Kontrak
Dosen Tafsir Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Dr Abdur Rohman. (Foto: NOJ/ist)
Dosen Tafsir Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Dr Abdur Rohman. (Foto: NOJ/ist)

Surabaya, NU Online Jatim

Dosen Tafsir Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Dr Abdur Rohman menegaskan bahwa kawin kontrak sebaiknya tidak dilakukan. Karena kawin sejatinya tidak ada tempo waktu, melainkan sampai akhir hidupnya.

 

Ia merespons kasus prostitusi bermodus kawin kontrak dengan pria Timur Tengah, menurutnya memang kebanyakan yang menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) itu berada diposisi sulit. Ia menambahkan bahwa desakan ekonomi juga menjadi faktor dan anggapan TKW adalah seperti budak, bukan pembantu. 

 

“Kebanyakan TKW itu berada diposisi sulit, ia mencari uang ke negeri orang bukan cuman keinginannya sendiri, melainkan desakan ekonomi juga ada. Dan kebanyakan ini dimanfaatkan orang-orang untuk dijadikan budak atau lewat jalan nikah kontrak,” ucap Dr Abdur Rohman di gedung Pascasarjana, UINSA, Kamis (02/05/2024).

 

Ia mengatakan kawin kontrak itu terdapat mekanisme waktu. Jika waktu itu disepakati hanya satu bulan, maka jika waktu itu habis, maka akan lepas tanggung jawabnya. Meskipun ada mahar dan ijab qabul seperti halnya nikah pada umumnya, namun perpisahan sudah dinyatakan sejak awal.

 

Kawin kontrak itu tidak mempunyai payung hukum yang menaunginya dan praktiknya pun juga dilakukan secara diam-diam,” ujarnya.

 

Dirinya juga menjelaskan bahwa ada perbedaan antara prosedur nikah di zaman dulu dengan sekarang.

 

"Nikah sekarang dengan nikah zaman dulu yang membedakan itu kan dalam pencatatan sipil. Dulu tidak ada pencatatan seperti di KUA, namun sekarang diatur dan dicatat agar tidak hanya dapat pengakuan lisan maupun sosial, tapi dibutuhkan juga pengakuan secara pencatatan negara,” tambahnya.

 

“Negara seharusnya juga bisa betul-betul menjamin keamanan TKW dari praktek-praktek seperti itu. Kantor Besar Republik Indonesia (KBRI) saya kira harus bekerja sama secara optimal, jangan sampai TKW tersebut disamakan dengan budak,” tegasnya.

 

Ia mendorong agar TKW harus mendapatkan perlindungan yang nyata meskipun dia numpang di negeri orang. Dan aparat hukum seharusnya siaga ketika terjadi problem-problem yang sifatnya mendadak. "Tentu masalah yang berlarut-larut membutuhkan perhatian khusus untuk supaya tidak ada korban atau tidak ada yang merasa dirugikan,” tandasnya.

 

Penulis: Moch Rizqi Bagus Kurniawan


Metropolis Terbaru