• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 20 Mei 2024

Madura

Kepala Kemenag Sumenep Bantah Isu Generalisasi Bullying di Pesantren

Kepala Kemenag Sumenep Bantah Isu Generalisasi Bullying di Pesantren
Kepala Kemenag Sumenep memberikan sambutan. (Foto: NOJ/Firdausi)
Kepala Kemenag Sumenep memberikan sambutan. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim
Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Sumenep, KH Abdul Wasid menyayangkan isu publik yang menggeneralisir bullying dan kekerasan yang seolah-olah terjadi di seluruh pesantren. Generalisasi itu ternyata mengikis kepercayaan masyarakat kepada pesantren.


Pernyataan ini disampaikan saat acara Halaqah Pesantren Anak dengan tema ‘Revitalisasi Peran Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan dan Lembaga Pengasuhan yang Ramah Anak’. Dalam hal ini Kemenag menggandeng Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep, Selasa (30/04/2024).

 

“Generalisasi kasus tersebut betul-betul berpengaruh kepada masyarakat. Saya pernah bertemu dengan orang yang tidak mau anaknya dimondokkan di pesantren lantaran isu tersebut. Kita sebagai warga pesantren, jangan sampai terbawa isu itu,” pintanya kepada seluruh pengurus pesantren yang berkumpul di Aula Kemenag Sumenep.

 

Dirinya menegaskan, tidak ada lembaga pendidikan yang bertanggung jawab kepada siswanya selama 24 jam. Pelayanan 24 jam itu hanya ada di pondok pesantren. Ketika tidak ada di asrama, di madrasah, masjid, santri dicari hingga sampai ke kamar mandi. Jika tidak kerasan, mengalami kesulitan dalam belajar, dan sebagainya, santri akan
dibimbing.

 

“Ini kepedulian pengasuh dan pengurus kepada santri. Guna mengembangkan pesantren lebih baik lagi dan ramah kepada anak, halaqah ini digelar untuk mencegah kasus bullying ataupun kekerasan di pesantren,” ujarnya.

 

Dirinya menegaskan, kasus bullying dan kekerasan tidak hanya terjadi di pesantren, semua lembaga pendidikan, bahkan di luar pendidikan pernah dirasakan oleh anak. Untuk meminimalisir kasus itu, penentuannya ada di pengasuh. Tentunya dibutuhkan partisipasi banyak pihak. Misalnya pengasuh membuat aturan yang bisa mengantisipasi kasus itu tanpa mengerdilkan kreativitas anak. Juga didukung peran guru dan pengurus.

 

“Hanya pengurus yang tahu santri, mulai dari A sampai Z. Pengurus lah yang tahu santri yang bersembunyi di kamar mandi. Pengurus lah yang membangun tidur, dan lain sebagainya. Di sinilah pahalanya luar biasa,” ungkap Kiai Wasid.

 

Mungkin porsi belajar pengurus tidak seoptimal santri lainnya. Kepedulian, kesabaran, keistiqamahan dalam memberikan layanan kepada santri akan membawa mereka kepada keberkahan. Ini tantangan bagi pengurus yang dibarengi dengan kebijaksanaan saat menghadapi santri milenial yang beragam dan memiliki latar belakang.

 

“Cukup beragam latar belakang santri. Ada yang mondok karena memiliki niat yang baik untuk menuntut ilmu di pesantren, ada yang ingin menjadi khadim kiai, ada yang tidak tahu mengaji, hingga masuk pondok karena dipaksa orang tua serta orang tua tidak mampu meluruskan akhlak anaknya,” terangnya.

 

Kendati demikian, pesantren menampung semuanya agar mereka lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Kini jebolan pesantren bisa mengisi di setiap ruang, baik di yudikatif, legislatif dan eksekutif.

 

Tak hanya itu, pria yang diamanahi Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep ini mengimbau kepada pengurus pesantren agar memperhatikan etika ta’zir. Secara faktual, santri zaman now dan santri zaman old mentalnya berbeda.
 

“Keberadaan konselor, sangat dibutuhkan oleh santri, seperti tempat curhat dan konsultasi santri, dan pengurus BK memberikan solusi dikala santri sedang oleng,” harapnya.


Madura Terbaru