• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 21 Mei 2024

Madura

Sekretaris RMINU Sumenep Beri Tips Cegah Bullying di Pesantren

Sekretaris RMINU Sumenep Beri Tips Cegah Bullying di Pesantren
Kiai Zamzami Sabiq jelaskan materi saat Halaqah Pesantren Anak. (Foto: NOJ/Firdausi)
Kiai Zamzami Sabiq jelaskan materi saat Halaqah Pesantren Anak. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim
Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep, Kiai Zamzami Sabiq mengimbau kepada pengurus pesantren untuk mencegah bullying. Cara mencegah bullying, antara lain menghargai, sosialisasi terkait bullying serta memperkuat peran ustadz, pengurus pondok dan musyrif dalam pencegahan.



Pernyataan ini disampaikan saat mengisi acara Halaqah Pesantren Ramah
Anak dengan tajuk ‘Revitalisasi Peran Peran Pesantren sebagai Lembaga
Pendidikan dan Lembaga Pengasuhan yang Ramah Anak’. Acara ini dihelat
Kementerian Agama (Kemenag) dengan menggandeng RMINU Sumenep, Selasa,
(30/04/2024).



Selanjutnya, Kiai Zamzami meminta kepada pengurus pesantren untuk mendeteksi tindakan tersebut sejak dini kemudian memberikan peraturan yang tegas terkait bullying. Selain itu, ia mengimbau agar mengajarkan korban untuk melawan atau melapor.



“Sebab munculnya perilaku bullying di pesantren karena tradisi turun menurun dari senior, balas dendam karena dulu menjadi korban, ingin menunjukkan kekuasaan dan kekuatan, kecewa karena orang lain tidak seperti yang dia inginkan, dorongan untuk mendapatkan kepuasan hingga dianggap menghina kelompok,” ucapnya kepada peserta di Aula Kemenag Sumenep.



Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto ini menegaskan bahwa bullying akan berdampak negatif pada korban. Di antaranya kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang merosot, takut sekolah, mengasingkan diri dari sekolah, menderita ketakutan sosial, timbul keinginan untuk bunuh diri dan mengalami gangguan jiwa. Selain itu, korban akan malu, trauma, merasa sendiri dan serba salah.



“Yang dimaksud bullying adalah sikap atau perilaku agresif yang terjadi secara terus menerus, di mana satu atau sekelompok orang dalam posisi berkuasa dengan sengaja mengintimidasi, menyalahgunakan, atau memaksa individu lain dengan maksud menyakiti korbannya secara fisik maupun emosional,” terangnya.



Disebutkan, ada 4 jenis bullying yang sering dilakukan oleh oknum. Pertama verbal, seperti berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam dan penghinaan. Kedua fisik, seperti memukul, menendang, menampar, mencekik serta merusak barang milik korban. Ketiga sosial, seperti pengabaian dan Pengucilan korban di lingkungan sosial. Keempat cyber yang dilakukan melalui sarana elektronik.
 

Kiai Zamzami menyebutkan, 84 persen siswa mengaku pernah mengalami kekerasan di sekolah. 45 persen siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan, 40 persen siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya.


Dilanjutkan, 75 persen siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah. 22 persen siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. 50 persen anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah.



“Data yang saya sebutkan tadi benar-benar ada. Terbukti di beberapa
media online kasus bullying juga terjadi di pesantren, seperti santri
dipukuli dalam ruangan gelap, hingga menghilangkan nyawa santri,”
ucapnya.



Berbeda dengan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menjelaskan tingkatan sekolah paling banyak bullying. 25 persen bullying terjadi di Sekolah Dasar (SD), 25 persen di Sekolah Menengah Pertama (SMP), 6.25 persen di Madrasah Tsanawiyah (MTs), 18.75 persen di Sekolah Menengah Atas (SMA), 18.75 persen di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 6.25 persen di pesantren.



“Jadi, tingkat bullying di pesantren masih rendah. Yang saya sayangkan, saat kasus ini mencuat di media, pesantren disalahkan sehingga orang tua merasa takut untuk memondokkan anaknya ke pesantren. Sementara kasus ini tidak terjadi di semua pesantren di Indonesia. Ayo kita cegah bullying sajak dini agar citra pesantren tidak buruk di mata masyarakat,” pintanya.


Madura Terbaru