Saat ini yang sedang marak dibicarakan adalah kasus polisi. Utamanya hasil Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan dari kedinasan Polri.
Putusan itu disampaikan oleh pimpinan sidang Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri di Mabes Polri, Kamis (25/08/2022) malam. Ferdy Sambo terbukti melanggar kode etik.
Kalau berita di atas demikian serius dan menakutkan, ada saatnya jeda dengan humor santri saat berhadapan dengan polisi.
Seorang santri—sebut saja Karmin—siang itu betul-betul apes. Niat mulianya untuk menjemput kiainya yang mengisi pengajian di kecamatan sebelah terhalang oleh razia polisi bermuka garang.
“Kamu saya tilang.”
Karmin ngowoh. Tak tahu di mana letak kesalahannya.
“Tapi, Pak. Ini bukan motor saya. Ini punya pak kiai.”
“Hmmmm… Kalau gitu kita ‘damai’ saja. Berapa duit yang kamu punya?”
“Wah, pakai sarung gini, mana mungkin saya bawa dompet, Pak. Kalau rokok gimana?”
“Ya udah, boleh. Enggak apa-apa.”
Karmin menegakkan standar motor lalu pergi ke warung tak jauh dari lokasi.
Kepada pemilik warung, Karmin memesan tiga bungkus rokok dan mengatakan bahwa yang bayar nanti adalah polisi di seberang jalan.
Si penjual rokok tak langsung percaya.
“Beneran?”
Karmin pun berteriak sambil melambai-lambaikan tiga bungkus rokok tersebut.
“Pak, benar ini, kan?”
Pak polisi mengacungkan jempol, tanda bahwa ia setuju. Pemilik warung pun percaya.
Karmin menyerahkan tiga bungkus rokok kepada polisi dan meluncur kembali menjemput pak kiai. Memang agak telat, tapi alhamdulillah semua urusan beres. Yang belum beres adalah urusan polisi dengan pemilik warung.