Kediri Raya
Ikhtiar Sejumlah Anak Muda di Blitar Jaga Kesenian Jaranan
Blitar, NU Online Jatim
Seiring dengan berjalannya waktu, sejumlah kesenian khas daerah mulai sirna. Hal tersebut diperparah dengan perkembangan teknologi yang memanjakan generasi muda dengan permainan dan layanan mutaakhir.
Karenanya, upaya untuk semakin mengenalkan kesenian daerah harus terus diikhtiarkan. Hal tersebut demi menjaga keragaman yang dimiliki daerah setempat, apalagi tidak ditemukan di kawasan lain.
Dan salah satu yang mulai tergerus zaman adalah kesenian tradisional jaranan. Keberadaannya mulai ditinggalkan masyarakat, bahkan sejumlah generasi muda juga melupakannya.
Meski begitu, masih ada segelintir masyarakat yang berusaha mempertahankan kesenian ini agar tidak punah. Salah satunya adalah padepokan Turonggo Cahyo Budoyo, yang berada di Kelurahan Kedungbunder, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Lembaga kesenian ini didirikan 19 Juni 2020 dan beranggotakan sekitar 50 orang, mulai anak anak usia 12 tahun hingga orang dewasa, laki-laki dan perempuan.
Haryaka selaku ketua padepokan kesenian jaranan menuturkan bahwa dirinya mengajukan izin terlebih dahulu kepada dinas pariwisata setempat.
"Untuk latihan jaranan ini dilakukan sepekan dua kali yaitu Selasa dan Jumat malam pada jam 19.30 atau setelah Isyak,” katanya, Ahad (23/05/2021). Hal itu dikarenakan para peserta masih banyak yang sekolah dan bekerja, sehingga bila dilakukan siang hari dapat mengganggu, lanjutnya.
Dijelaskan salah seorang anggota kesenian ini, Dandi Crisdianto bahwa jaranan sebenarnya bukan sekadar kesenian. Namun mempunyai arti dan pesan bagi kehidupan.
“Jika pada saat pentas ada salah satu pemain yang ‘dadi’ di situlah letak pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui pertunjukan jaranan,” jelasnya.
Bahwa kesurupan tidak melulu tentang dirasuki makhluk gaib. Makna yang ingin diberikan adalah bahwa ada saja perilaku anak yang tidak bisa ditata.
Dikemukakan bahwa karena hidup di Jawa, tradisi tidak bisa ditinggalkan. Namun demikian, dalam realitanya hanya orang tertentu yang bisa mengendalikan mereka yang kesurupan. Seperti dengan sesaji, kemenyan, abu bakar, hingga kembang tujuh rupa.
“Dan ketika mau main, biasanya peserta disuwok sebagai doa supaya anak bisa jadi baik atau beneh dan dapat ditata,” ungkapnya.
Di ujung keterangan, dirinya mengemukakan bahwa dalam kehidupan manusia tidak boleh memiliki hati yang jahat.
“Tetapi harus mengutamakan budi pekerti yang baik dan bisa menjaga kerukunan dengan sesama manusia,” pungkasnya.
Penulis: Binti Masruroh
Editor: Syaifullah