Ketika memasuki bulan Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa sejak adzan subuh berkumandang dan berbuka saat memasuki waktu maghrib. Selama periode tersebut, mereka menahan diri dari makan, minum, serta memasukkan segala sesuatu ke dalam tubuh. Namun, terdapat satu aspek yang sering kali terabaikan saat seorang sedang berpuasa. Puasa tidak hanya sekadar menahan rasa lapar dan dahaga, tetapi juga merupakan latihan untuk mengendalikan diri dari segala bentuk sikap berlebihan.
Idealnya, jika puasa benar-benar dijalankan dengan kesadaran penuh, maka ia akan menjadi momen refleksi untuk menata ulang gaya hidup, tak terkecuali dalam hal konsumsi. Namun, realitas yang terjadi justru sebaliknya, banyak orang justru berlebihan dalam pola konsumsi mereka di bulan Ramadhan.
Pasar-pasar tradisional hingga pusat perbelanjaan modern dipenuhi orang-orang yang berburu takjil dan hidangan berbuka dalam jumlah yang terkadang berlebihan. Menu berbuka yang disiapkan pun sering kali lebih banyak dari yang mampu dikonsumsi, sehingga tak jarang berakhir menjadi limbah makanan dan meninggalkan sampah plastik yang menumpuk. Padahal, esensi puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengajarkan keseimbangan serta kesederhanaan dalam hidup.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan, bahwa timbulan sampah di bulan Ramadhan meningkat sekitar 20% dibandingkan bulan-bulan lainnya. Di Kota Surabaya misalnya, volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo biasanya mencapai 1.500-1.600 ton per hari. Namun, selama Ramadhan, jumlah tersebut meningkat 100-200 ton per hari. Peningkatan volume sampah ini didominasi oleh sampah organik berupa sisa makanan yang mencapai 41,2%, diikuti oleh sampah plastik sebesar 18,2%.
Baca Juga
Tips Anti Boros saat Berakhir Pekan
Fenomena ini mengindikasi bahwa bagi sebagian orang, puasa hanya dijalankan sebagai kewajiban syariat semata, tanpa benar-benar memahami esensi di baliknya. Mereka menahan lapar dan dahaga sepanjang hari, tetapi begitu adzan magrib berkumandang, justru melampiaskan rasa haus dan lapar dengan konsumsi berlebihan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Dalam Islam, inilah yang disebut dengan Israf. Yakni perilaku berlebihan yang berujung pada pemborosan, baik dalam konsumsi makanan, harta, maupun sumber daya. Pemborosan (Israf) memang bukanlah suatu perkara yang dapat membatalkan puasa seseorang. Namun, Pemborosan atau perilaku konsumtif yang berlebihan di bulan Ramadhan tidak hanya bertentangan dengan esensi puasa, tetapi juga berpotensi mengurangi pahala yang seharusnya diperoleh.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Surah Al Isra’ ayat 26-27 tentang larangan Israf (boros) bagi umat muslim:
ADVERTISEMENT BY OPTAD
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Artinya: "Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (Q.S Al Isra’ ayat 26-27)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Memang, seharusnya kita harus mengurangi Israf setiap hari, setiap bulan, tanpa perlu menunggu momen tertentu. Namun, di momentum bulan Ramadhan ini, kita dapat menjadikan kesempatan terbaik untuk melatih, membiasakan, dan merefleksikan pola hidup yang lebih sederhana dan bertanggung jawab sehingga membentuk pola hidup yang lebih baik di masa mendatang.
Lantas, dengan cara apa kita bisa mengurangi Israf selama Ramadhan agar kebiasaan ini berlanjut setelahnya? Salah satu langkah utamanya adalah mengubah pola konsumsi dengan lebih bijak, seperti hanya membeli makanan secukupnya sehingga menghindari pemborosan materil dan berkahir menjadi limbah. Sampai, berupaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Namun, selain upaya upaya individu tersebut, kiranya juga perlu inisiatif dari pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan konsumsi dan limbah secara berkelanjutan. Di Surabaya sendiri, pemkot Surabaya dalam Perwali Surabaya Nomor 16 tahun 2022 pada Bab IV pasal 4 telah mencanangkan peraturan larangan penggunaan kantong plastik di pasar tradisional, swalayan, hingga restoran, agar mengurangi timbunan limbah. Namun, implementasi peraturan ini masih menghadapi tantangan di lapangan. Hanya swalayan dan beberapa pusat perbelanjaan modern yang secara konsisten mengindahkan aturan tersebut dengan menyediakan alternatif ramah lingkungan, seperti kantong belanja daur ulang atau kardus. Sementara itu, pasar tradisional dan sebagian besar restoran masih menggunakan kantong plastik sekali pakai tanpa adanya pengawasan ketat.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Agar kebijkan ini berjalan efektif, Pemkot Surabaya perlu gencar mensosialisasikan aturan ini ke pasar tradisional dan masyarakat serta mengawasinya dengan ketat. Tindakan tegas bagi pelanggar dan insentif bagi yang patuh akan mendorong perubahan kebiasaan, memastikan kebijakan ini benar-benar diterapkan, bukan sekadar wacana.
Di lain sisi, adanya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Surabaya memang menjadi langkah inovatif dalam mengolah sampah menjadi energi, tetapi masih menyisakan berbagai persoalan. Data dari WALHI menjelaskan jika teknologi insinerasi yang digunakan dalam PLTSA masih menuai kritik dari berbagai pihak, sebab berpotensi menghasilkan emisi berbahaya bagi penduduk sekitar dan belum sepenuhnya selaras dengan prinsip ekonomi sirkular.
Dari berbagai persoalan tadi, diperlukan kolaborasi antara individu dan pemerintah agar pengelolaan sampah lebih efektif. Individu dapat mengurangi konsumsi berlebihan dan penggunaan plastik, sementara pemerintah harus memperkuat regulasi serta menyediakan fasilitas yang ramah lingkungan. Dalam Islam, menghindari israf atau pemborosan bukan hanya soal nilai ibadah yang harus dijaga, tetapi juga berdampak pada kondisi sosiokultural
Ditulis oleh Diky Kurniawan Arief, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND