Pantura

Ketua Lesbumi Belanda Ungkap Gerakan Syaikhona Kholil Jadi Ancaman Kolonial

Sabtu, 27 Maret 2021 | 22:00 WIB

Ketua Lesbumi Belanda Ungkap Gerakan Syaikhona Kholil Jadi Ancaman Kolonial

Adrian Perkasa, Ketua PCI Lesbumi Belanda. (Foto: NOJ/ Luluk).

Bojonegoro, NU Online Jatim

Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan memiliki peran besar dalam keberlangsungan pesantren di Indonesia. Bahkan peran Syaikhona Kholil dinilai menjadi ancaman bagi kolonial yang kala itu menjajah Indonesia. Dengan demikian, peran Syaikhona untuk bangsa Indonesia sangat strategis sehingga menjadi perhatian rezim kolonial.

 

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Ungkapan tersebut disampaikan peneliti Nahdlatul Ulama (NU) yang juga Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) Belanda, Adrian Perkasa saat menjadi narasumber Sarasehan Nasional, Sabtu (27/03/2021). Dalam kesempatan tersebut, Adrian memaparkan perkembangan nasionalisme Jawa dan hubungannya dengan Islam di masa kolonial.

 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

Acara yang mengusung tema "Urgensi Pengusulan Syaikhona Mohammad Kholil Sebagai Pahlawan Nasional" tersebut digelar oleh Dewan Pengurus Wilayah PKB Provinsi Jawa Timur di Kabupaten Bangkalan, Madura.

 

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Menurut Adrian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menilik urgensi pergerakan kebangsaan termasuk tentang status pahlawan nasional untuk Syaikhona Kholil.

 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

Yang pertama, Adrian menyebut masa kolonial akhir, Belanda memberlakukan politik etis di Indonesia. Politik etis di masa kolonial ini bukan lagi untuk menambah harta benda maupun kekuasaan, melainkan juga memikirkan keuntungan rakyat pribumi.

 

"Pada masa itu banyak sekali kekayaan alam Indonesia yang dikembalikan, sampai dibuatlah infrastruktur seperti rel kereta api yang bisa kita saksikan saat ini," tutur Andrian.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Akan tetapi, Adrian melanjutkan, pertumbuhan pendidikan, pembangunan, dan berbagai sektor lain yang terlihat menguntungkan tersebut, jika dibaca dengan benar, justru Indonesia dianggap sebagai bangsa yang terbelakang.

 

Menariknya lagi, di poin kedua Adrian menceritakan saat ia mendapati salah satu kliping koran Belanda terbitan puluhan tahun silam. Dalam koran itu disebut Godsdienstonderwijs en fanatisme atau dalam bahasa Indonesia "Pendidikan dan Fanatisme". Sebuah isu yang sampai sekarang masih kerap diperbincangkan dengan sebutan lain, yakni Radikalisme.

 

"Isu radikalisme bukan isu yang baru-baru amat, ternyata Belanda sendiri juga pernah mengkhawatirkan ini," ujarnya.

 

Dari surat kabar tersebut, Adrian mengungkapkan adanya pandangan buruk orang Belanda terhadap pesantren. Bahkan disebutkan bahwa di pesantren tidak ada pendidikan umum, dimana guru dan siswa hanya mempelajari ilmu hitam, yang jika dilihat dari tahunnya itu adalah masa-masa kejayaan Pesantren Syaikhona Kholil. 

 

"Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa citra Syaikhona dan pesantrennya menjadi ancaman bagi rezim colonial," tandas Adrian.

 

Lebih lanjut, Adrian mengatakan sebab hal itulah banyak sekali kontroversi yang muncul pada Syaikhona Kholil. Padahal dengan adanya tradisi pesantren, justru bisa memberikan contoh tatanan untuk kehidupan berbangsa.

 

 

"Peran terbesar Syaikhona Kholil adalah membuktikan peran pesantren sebagai sistem terbaik yang dijadikan referensi oleh para pendiri bangsa," pungkasnya.

 

Editor: Romza

ADVERTISEMENT BY ANYMIND