• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 17 April 2024

Metropolis

Lusa, NU Jatim Gelar Vaksinasi AstraZeneca untuk Seratus Kiai

Lusa, NU Jatim Gelar Vaksinasi AstraZeneca untuk Seratus Kiai
KH Marzuki Mustamar (kanan) dan sejumlah kiai mengikuti vaksinasi pertama di kantor PWNU Jatim. (Foto: NOJ/Syaifullah)
KH Marzuki Mustamar (kanan) dan sejumlah kiai mengikuti vaksinasi pertama di kantor PWNU Jatim. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Surabaya, NU Online Jatim

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur akan menggelar vaksinasi jenis AstraZeneca di kantor setempat, Jalan Masjid Al Akbar Surabaya, Selasa (23/03/2021). Ini adalah vaksinasi AstraZeneca pertama yang dilaksanakan di Indonesia sejak vaksin asal Inggris itu tiba di Tanah Air.

 

Vaksinasi AstraZeneca di PWNU Jatim itu akan dilakukan kepada seratus kiai, santri dan pengurus NU Jatim, termasuk aktivis di badan otonom dan lembaga. Vaksinasi ini digelar sebagai bentuk keteladanan bahwa vaksin merupakan salah satu cara untuk menangani Covid-19 dan menyelamatkan masyarakat.

 

"Vaksinasi ini dilaksanakan sebagai bentuk keteladanan dari NU dan bukti bahwa vaksin AstraZeneca halal," kata Sekretaris PWNU Jatim, Akhmad Muzakki, kepada NU Online Jatim, Ahad (21/03/2021).

 

Sebelumnya, tim Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim telah mengeluarkan hasil kajian bahwa vaksin AstraZeneca halal dan suci.

 

Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar mengatakan, kendati pun di AztraZeneca terdapat unsur babi pada proses pembuatannya, namun peralihan wujud menjadikan vaksin tersebut menjadi suci. Soal peralihan tersebut dalam hukum Islam disebut istihalah.

 

"Istihalah itu artinya beralih wujud. Barang najis itu kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi najis, tidak menjadi haram lagi,” katanya kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (20/03/2021).

 

Ia mengatakan, PW LBMNU Jatim membahas soal vaksin merujuk pada fatwa yang dikeluarkan otoritas pemegang fatwa di Al-Azhar Mesir, otoritas fatwa Uni Emirat Arab, dan beberapa otoritas fatwa lainnya di Timur Tengah.

 

“(Otoritas fatwa di Mesir, Uni Emirat Arab, dan Negara lainnya di Timur Tengah) menyatakan (vaksin, termasuk AztraZeneca) itu halal,” ujar Kiai Marzuki.

 

Alasannya, lanjut dia, unsur babi yang terdapat di vaksin sudah berubah wujud. Dalam istilah hukum Islam disebut dengan istihalah, yaitu perubahan sesuatu yang najis (‘ain najasah) menjadi sesuatu yang suci.

 

“Istihalah itu artinya beralih wujud. Barang najis itu kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi najis, tidak menjadi haram lagi,” tandas Kiai Marzuki.

 

Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Malang itu lantas mengambil contoh orang yang memakan babi lalu diproses oleh organ tubuh di dalam perut kemudian berkeringat. Keringat orang yang memakan babi itu hukumnya suci, kendati berasal dari perasan makanan babi.

 

“Ada yang menjadi kotoran, itu jelas najis. Tapi ada juga yang jadi keringat, nah itu keringat hukumnya suci. Jangan lagi dipikir itu orang makan babi berarti keringatnya najis,” ucap Kiai Marzuki.

 

Contoh lainnya, lanjutnya, ialah pupuk yang terbuat dari kotoran sapi, kambing, atau ayam. (Pupuk itu) dipakai pupuk ketela, singkong, dan semacamnya, nanti semua boleh mengonsumsi ketelanya, sekalipun kalau diurai secara ilmiah mungkin ada unsur yang berasal dari kotoran tadi.

 

“Ini sudah dihukumi suci karena sudah istihalah, sudah beralih wujud,” tegas Kiai Marzuki.

 

Seperti itulah dalil dan argumentasi hukum yang tertuang dalam fatwa yang dikeluarkan ulama Mesir, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.

 

Menurut Kiai Marzuki, umat Islam di dunia tidak meragukan lagi kealiman dari otoritas pemegang fatwa di sana.

 

“Di Indonesia juga banyak kiai yang berguru di sana,” ujarnya.

 

Nah, berdasarkan itulah PW LBMNU Jatim kemudian turut mambahas tuntas dan mengupas soal vaksin di Indonesia dengan rujukan yang memadai lalu kemudian diinformasikan kepada masyarakat dan umat.

 

“Sekali lagi menginformasikan, bukan berfatwa,” tandas Kiai Marzuki.


Editor:

Metropolis Terbaru