NU Online

PBB Peringatkan Krisis Kemanusiaan di Gaza: Kelaparan, Gizi Buruk, dan Seruan Gencatan Senjata

Kamis, 28 Agustus 2025 | 21:00 WIB

PBB Peringatkan Krisis Kemanusiaan di Gaza: Kelaparan, Gizi Buruk, dan Seruan Gencatan Senjata

Sidang Dewan Keamanan PBB. (Foto: WAFA)

Surabaya, NU Online Jatim

Deputi Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Ramiz Alakbarov, dalam pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB tentang Situasi di Timur Tengah, termasuk persoalan Palestina, menyatakan bahwa dunia kini menyaksikan semakin memburuknya kondisi di wilayah Palestina yang diduduki hingga ke level, sangat kritis, kondisi yang belum pernah terjadi dalam sejarah.


Ia menegaskan bahwa setelah lebih dari 22 bulan konflik, Gaza semakin tenggelam dalam bencana, ditandai dengan meningkatnya jumlah korban sipil, pengungsian massal, dan kini kelaparan massal serta gizi buruk.


“Pesan dari komunitas internasional jelas, solusi dua negara tetap menjadi satu-satunya jalan yang layak menuju penyelesaian yang adil dan langgeng atas konflik Israel-Palestina,” ujar Ramiz Alakbarov Rabu lalu dikutip dari kantor berita resmi Palestina, WAFA.


Menekankan pentingnya gencatan senjata di Gaza dan pembebasan semua sandera, Alakbarov menyerukan tindakan berani untuk mengakhiri pendudukan dan membuka kembali horizon politik.


Ia juga menyoroti situasi kritis di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang menurutnya terus memburuk. Wilayah yang seharusnya menjadi bagian negara Palestina masa depan kian menyusut, sementara realitas satu negara dengan pendudukan ilegal dan kekerasan tanpa akhir semakin menguat.


“Ekspansi permukiman yang terus-menerus, penghancuran rumah, dan meningkatnya kekerasan terus meruntuhkan prospek perdamaian,” tambahnya.


Alakbarov melaporkan bahwa serangan militer Israel semakin intensif di seluruh Jalur Gaza, termasuk menghantam tenda pengungsi, sekolah, rumah sakit, dan gedung-gedung perumahan. Ia juga menegaskan bahwa jurnalis terus menjadi target serangan, dengan lebih dari 240 wartawan terbunuh sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.


Dalam kunjungannya ke Gaza baru-baru ini, ia mengaku terkejut melihat skala kehancuran dan penderitaan. “Saya bertemu para pekerja kemanusiaan yang mempertaruhkan nyawa untuk menyalurkan bantuan, sementara mereka sendiri hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi,” ungkapnya.


Menurutnya, meski PBB dan mitra bekerja tanpa henti membantu warga Gaza, risiko keamanan sangat tinggi dan langkah mitigasi yang ada saat ini masih jauh dari cukup.


“Mengakhiri kelaparan adalah perlombaan melawan waktu. Dibutuhkan peningkatan drastis jumlah dan kualitas pangan yang masuk ke Gaza, serta pemulihan sistem dasar seperti air, sanitasi, layanan kesehatan, dan produksi pangan,” tegasnya.


Alakbarov juga melaporkan lebih dari 32 ribu warga dari tiga kamp pengungsi di Tepi Barat masih terusir akibat operasi militer Israel. “Mereka harus bisa kembali ke rumahnya, dan layanan termasuk dari UNRWA harus dipulihkan,” ujarnya.


Gaza Alami Kelaparan, Keterpurukan, Gizi Buruk, dan Kematian

Sementara itu, Joyce Msuya, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, menyoroti analisis terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang mengonfirmasi bahwa kelaparan telah terjadi di Gaza, dengan kondisi fase 5, dan diperkirakan akan meluas dalam beberapa pekan mendatang.


Ia menyampaikan angka-angka mengejutkan, lebih dari setengah juta orang saat ini menghadapi kelaparan, keterpurukan, dan kematian, jumlah yang bisa melampaui 640 ribu pada akhir September. Sekitar satu juta warga Gaza berada pada fase darurat 4, dan lebih dari 390 ribu menghadapi krisis fase 3.


Sedikitnya 132 ribu anak di bawah lima tahun (balita) diperkirakan mengalami gizi buruk akut hingga pertengahan tahun depan. Angka anak-anak yang terancam meninggal meningkat tiga kali lipat menjadi lebih dari 43 ribu.


Di kalangan ibu hamil dan menyusui, jumlah yang terdampak diprediksi melonjak dari 17 ribu menjadi 55 ribu.


“Harus jelas, kelaparan ini bukan akibat kekeringan atau bencana alam. Ini adalah bencana buatan manusia, hasil dari konflik yang menimbulkan kematian massal, luka, kehancuran, dan pengungsian paksa,” tegasnya.


Msuya mendesak Dewan Keamanan untuk memastikan penghentian permusuhan segera dan berkelanjutan demi menyelamatkan nyawa serta mencegah meluasnya kelaparan.


Ia juga menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera, serta perlindungan terhadap warga sipil dan infrastruktur vital.


Selain itu, ia menekankan pentingnya akses kemanusiaan yang aman, cepat, dan tanpa hambatan melalui semua jalur masuk. Bantuan, termasuk pangan, obat-obatan, air, bahan bakar, dan tempat tinggal, harus sampai kepada semua yang membutuhkan.


Msuya juga meminta pemulihan arus perdagangan barang penting dalam skala besar, termasuk sistem pasar, layanan dasar, dan produksi pangan lokal.


“Mengakhiri krisis buatan manusia ini menuntut kita bertindak seolah-olah itu adalah ibu, ayah, anak, dan keluarga kita sendiri yang sedang berjuang bertahan hidup di Gaza hari ini,” pungkasnya.