Pakar Sejarah Bahas Resolusi Jihad NU Ingatkan Komitmen Pemerintah
Ahad, 28 Juli 2024 | 16:00 WIB

Riadi Ngasiran (kiri), penulis buku Resoloesi Djihad NU, Perang Sabil di Surabaya 1945, bersama Rektor Unusa Prof Achmad Jazidie. (Foto: NOJ/ Istimewa)
Surabaya, NU Online Jatim
Sejumlah pakar sejarah menyampaikan pandangannya tentang resolusi jihad dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Sabtu (17/07/2024). Mereka membahas rancangan penulisan buku ‘Resoloesi Djihad NU, Perang Sabil di Surabaya 1945’ karya Riadi Ngasiran.
Para pakar sejarah yang hadir dalam FGD tersebut ialah Adrian Perkasa, Ahmad Baso, Zainul Milal Bizawie, Peter Carey, dan Ady Erlianto Setyawan. Kegiatan tersebut dimoderatori oleh Musthofa, peneliti sejarah alumnus Universitas Thailand.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Adrian Perkasa, yang tengah memperdalam ilmunya di Belanda dan aktif di PCINU Belanda, mengingatkan pentingnya pendalaman dalam penulisan kajian tersebut. Misalnya, soal perlawanan Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy'ari terhadap Belanda dan pendudukan Jepang.
"Disebutkan perlawanan Kiai Hasyim saat pendudukan Jepang dengan menolak seikeri atau menundukkan kepala ke arah matahari,” ujarnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menambahkan, meski ada penolakan atas seikeri namun Kiai Hasyim bersedia menerima jabatan sebagai kepala Syumubu atau Kepala Kantor Urusan Agama, menggantikan Husein Djajadiningrat. “Ini harus ada penjelasan rinci,” tuturnya.
Sementara itu, Peter Carey menegaskan tak ada tindakan tanpa adanya komando yang jelas. Orang-orang Islam berhasil digerakkan dengan kekuatan radio oleh Bung Tomo. Sehingga, arah pertempuran berhasil dikomando dengan teriakan pidato radio yang bisa menggerakkan massa.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
"Kebetulan kami sedang menyiapkan seri kedua dari buku Gelora Api Revolusi, yang pernah menjadi serial radio BBC bersama Colin Wild. Kami mempunyai dokumentasi wawancara dengan sejumlah tokoh yang terlibat langsung semasa Revolusi Indonesia," katanya Peter Carey.
Menggugat Pemkot Surabaya
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Riadi Ngasiran, melalui rancangan bukunya itu menyampaikan, lebih dari sepuluh kiai dan tokoh Nahdlatul Ulama telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Hal demikian merupakan suatu pengakuan resmi atas perjuangan dan pengabdian para ulama pesantren kepada bangsa dan negara, khususnya pada saat perjuangan kemerdekaan dan saat-saat genting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Sayang, membaca buku 'Pasak Sejarah Indonesia Kekinian, Surabaya 10 Nopember 1945', yang diterbitkan Bagian Humas Pemkot Surabaya pada 2018, tak satu pun menyebut (tak memuat) Resolusi Jihad NU sebagai lokasi bersejarah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia," ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Padahal, Gedung Monumen Resolusi Jihad NU kini menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Bahkan, pada masa Wali Kota Tri Rismaharini, ketika menjelang Hari Pahlawan, kerap digelar acara Sekolah Kebangsaan, yang dihadiri para siswa terpilih dari SMA-SMA terkemuka di Surabaya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Dan dalam kegiatan serupa yang juga digelar di sejumlah lokasi bersejarah, seperti Don Bosco dan Tugu Pahlawan, yang menjadi narasumber adalah para veteran pejuang. Di antaranya mantan Ketua Dewan Harian Daerah Angkatan ‘45, almarhum H Hartoyik," terang Riadi Ngasiran.
Ia pun menyebutkan nama-nama Pahlawan Nasional dari kalangan NU. Meliputi, KH M Hasyim Asy'ari dan KH Abdul Wahid Hasyim, dari Pesantren Tebuireng Jombang. Ada pula KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Zainal Musthafa, KH Idham Chalid, KH As'ad Syamsul Arifin, KH Syam'un, KH Masjkur, dan KH Abdul Chalim Leuwimunding.
“Belum lagi nama Andi Mappanyukki (Sulsel) dan Usmar Ismail, tokoh perfilman dan Bapak Perfilman Indonesia, sekaligus pendiri Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi),” ucapnya.
Demikian pula, Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya di Jalan Bubutan VI/2, sebagai tempat dicetuskannya Resolusi Jihad NU, telah ditetapkan pemerintah setempat sebagai situs cagar budaya dan berdiri Monumen Resolusi Jihad NU sejak 2011.
“Namun, eksistensi Resolusi Jihad NU masih disamarkan, bahkan mungkin dinafikan, dalam penulisan sejarah. Artinya, dinafikan perjuangan NU dan ulama, dari buku yang diterbitkan resmi oleh Pemkot Surabaya itu,” tegas Riadi Ngasiran.
Sejumlah pengamat dan sejarawan memang sempat meragukan keberadaan naskah Resolusi Jihad NU. Namun, pemuatan berita soal sikap dan kebijakan organisasi Islam yang didirikan para ulama pesantren, termasuk KH M Hasyim Asy'ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah, menjadi bukti tak terbantahkan.
“Berita soal sikap dan kebijakan organisasi NU ini dimuat di surat kabar harian Kedaulatan Rakjat yang terbit pada 26 Oktober 1945,” pungkasnya.
“Resolusi Jihad NU, yang diawali dengan fatwa jihad Rais Akbar NU KH M Hasyim Asy'ari, mendapat sambutan dari pelbagai masyarakat secara luas, terutama umat Islam. Bahkan kini, tepat pada tanggal 22 Oktober, dirayakan sebagai Hari Santri yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden pada tahun 2015,” imbuhnya.
Diketahui, hadir dalam FGD tersebut Rektor Unusa Achmad Jazidie dan jajaran wakil rektor. Hadir pula sejumlah akademisi, birokrat Pemkot Surabaya, dan perwakilan PWNU Jawa Timur, H Sholeh Hayat.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND