Peran Generasi Muda NU dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Jumat, 22 November 2024 | 18:00 WIB
Surabaya, NU Online Jatim
Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045. Ia menyatakan bahwa pencapaian tersebut sangat bergantung pada efisiensi, transparansi, serta kolaborasi lintas sektor.
Hal ini disampaikan Luhut saat menjadi pembicara dalam diskusi panel Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah yang berlangsung di aula kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Jumat (22/11/2024).
Luhut menekankan optimisme terhadap Visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar dan paling maju di dunia. Untuk mencapainya, Indonesia harus menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 hingga 8 persen secara konsisten.
Ia juga menyoroti peran strategis generasi muda, termasuk generasi muda Nahdlatul Ulama (NU), sebagai penggerak utama dalam pembangunan ekonomi nasional, mengingat jumlah mereka yang signifikan dan potensinya yang besar.
"Sekarang, kita harus membina anak-anak NU supaya mereka bisa meramu semua ini. Mereka yang akan memainkan peran besar dalam hal ini. NU memiliki peran yang sangat penting. Jadi, NU bagi kita itu sangat penting, dan harus kompak," kata Luhut.
Ekonomi dalam Pusaran Konflik Global
Luhut dalam presentasinya juga memaparkan bahwa konflik Timur Tengah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan target pembangunan lainnya.
Ekspor, katanya, berpotensi menurun akibat perlambatan ekonomi dunia. Impor meningkat seiring peningkatan harga komoditas, terutama minyak.
Luhut menyampaikan gambaran ketegangan antara Amerika Serikat dan China yang berpotensi mengurangi efisiensi global hingga mencapai 2 triliun dolar AS. Menurutnya, Indonesia harus siap menghadapi dampak persaingan ini, yang akan mempengaruhi ekspor, terutama ke China, serta hubungan ekonomi internasional lainnya.
Sementara itu, dalam sesi diskusi panel, Gus Yahya menyatakan bahwa agama merupakan salah satu masalah utama konflik, meski tidak selalu menjadi masalah paling utama. Menurutnya, memang ada faktor ekonomi atau politik, tetapi faktor agama tidak bisa diabaikan.
"Kita ingat bahwa zionisme itu mengklaim hak kepemilikan tanah itu berdasar wacana agama," tegas Gus Yahya.
Karena itu, kata Gus Yahya, wawasan keagamaan di tingkat masyarakat harus menjadi salah target pembenahan untuk mengatasi problem konflik secara lebih utuh.Â
"Pemerintah Mesir dan Israel, misalnya, bisa saja menjalin kesepakatan sebagaimana pernah terjadi, tapi kalau masyarakatnya belum di-address (diatasi permasalahannya, red), akan muncul perlawanan dari dalam terhadap pemerintah yang bersepakat itu," tambahnya.
Hadir jua sebagai narasumber rohaniawan Katolik yang juga profesor filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara Franz Magnis Suseno, CEO Center for Shared Civilization Values (CSCV) C Holland Taylor, Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Muchsin Shihab, dan rohaniawan Protestan Martin Lukito Sinaga.
Terpopuler
1
Ketum Fatayat NU Sebut NU Online Jadi Inspirasi Dakwah Ramah dan Inklusif
2
Innalillahi, KH Imam Aziz Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia Wafat
3
4 Rekomendasi MUI Jatim soal Penggunaan Sound Horeg
4
Fatwa MUI Jatim: Sound Horeg Haram Jika Timbulkan Gangguan dan Kemaksiatan
5
Workshop Nawaning Nusantara Dorong Gerakan Pesantren Anti Kekerasan Seksual
6
PCNU Tulungagung Susun Basis Data Organisasi Lewat NU MAP
Terkini
Lihat Semua